Beginilah suasana pagi hari di Perusahaan Heaven. Para Karyawan sedang disibukkan dengan kegiatannya masing- masing. Ada yang sibuk di depan komputer, ada yang sibuk di depan mesin fotocopy, dan bahkan ada yang sibuk mengantre di cafe mini untuk membeli minuman.
Berbeda dengan Presdir mereka yang malah asik melamun di kursi kerjanya. Padahal setumpuk kertas di meja sedang menunggu untuk segera dikerjakan.
“Mr. Jo akan kembali ke Paris. Dia tidak bisa menghadiri seminar Fashion Design bulan ini. Dan kemungkinan, project baru kita akan tertunda selama beberapa bulan,” ujar seorang pria berkacamata seraya meletakkan sebuah kertas di meja sang Presdir.
Pria itu adalah Sekretaris sekaligus Asisten pribadi sang Presdir. Dialah yang mengatur semua kegiatan Presdir. Mulai dari rapat, pertemuan kolega bisnis, jadwal perjalanan, jadwal istirahat, jadwal makan pagi sampai malam, jadwal check up, bahkan jadwal berolahraga saja diserahkan semua pada asistennya.
Itu semua karena sang Presdir yang terlalu sibuk menekuni pekerjaannya. Sehingga dirinya tidak sanggup untuk mengatur jadwal pribadinya sendiri.
“Lalu?”
“Dia sudah menemukan pengganti untuk mengisi acara seminar, tapi dia belum berhasil membujuk orang itu untuk meneruskan projectnya. Direktur Han bilang, project kita tidak boleh terbengkalai hanya karena Mr. Jo kembali ke Paris.”
“Ini bukan project sembarangan. Kalau tidak ada Desainer sehebat Mr. Jo, lebih baik tidak usah.”
“Jangan khawatir. Mr. Jo tidak mungkin sembarangan memilih pengganti.”
“Baiklah. Tolong antar kertas ini ke ruangan Manajer pemasaran. Sepuluh menit lagi, aku akan menemui Dokter Lee di rumah sakit. Siapkan mobilnya!”
“Baik.”
Perusahaan Heaven adalah sebuah produsen barang mewah asal Indonesia yang berhasil menembus pasar Luar negeri. Perusahaan ini tidak hanya berfokus pada produksi pakaian saja, tetapi juga fokus memproduksi aksesoris, sepatu dan juga sandal.
Sedangkan seminar Fashion Design adalah acara tahunan yang diadakan oleh perusahaan Heaven untuk membekali para anak muda yang memiliki minat dan bakat dalam bidang design. Dengan mendatangkan seniman maupun Desainer kelas dunia, perusahaan Heaven dipercaya dapat meningkatkan semangat anak- anak muda yang bercita- cita menjadi seorang Desainer.
***
Sementara itu di sisi lain, seorang wanita cantik bertubuh tinggi dan berpenampilan modis, sedang mendorong koper sambil berbicara dengan seseorang lewat telepon. Ya, dia baru saja turun dari pesawat dan berniat untuk mencari taksi di depan bandara. Namun sayangnya, perutnya tidak mengizinkan dirinya untuk cepat- cepat pulang ke rumah. Jadi ia memutuskan untuk mampir ke food court terlebih dahulu.
“Astaga... aku baru sampai di bandara, dan kau menyuruhku untuk kembali ke Paris? Kau ini stress atau bagaimana?” omelnya pada seseorang yang berada disambungan teleponnya.
“Rora... sehari tanpa dirimu itu seperti seribu tahun di neraka. Kau tau, baru dua hari kita berpisah, tapi aku sudah menangis merindukanmu. Tidak ada yang membantuku memasak, tidak ada yang menemaniku belanja, tidak ada yang menemaniku menonton film, tidak ada yang membantuku mengusir duda gatal pula! Huh... rasanya aku ingin menyusulmu sekarang juga.”
Wanita itu terkekeh mendengar ocehan seseorang di teleponnya. Kemudian setelah selesai memesan makanan, ia lantas mencari tempat duduk yang kosong.
“Sudahlah. Jangan membuatku menyesal meninggalkanmu sendirian. Lagi pula aku di Indonesia cuma beberapa hari saja.”
“Ini pertama kalinya kau pulang ke Indonesia setelah lima tahun di Paris. Aku takut kau tidak akan kembali ke sini lagi.”
“Tenang saja. Mana mungkin aku meninggalkan kota seindah Paris. Aku pulang hanya untuk menghadiri acara saja.”
“Aku tau. Aku percaya padamu.”
“Ya sudah. Aku tutup dulu teleponnya. Perutku sudah sangat lapar.”
“Hmm, bye.”
***
Sudah menjadi kebiasaan orang- orang kantor. Ketika Presdir mereka lewat di depan mereka, selalu dijadikan bahan pembicaraan. Entah itu membicarakan ketampanannya, kekayaannya, ataupun sifat buruknya.
Seperti saat ini, ketiga wanita dari Divisi pemasaran sedang membicarakan presdirnya yang baru saja lewat di depan mereka.
“Selama aku bekerja di sini, aku belum pernah melihat Presdir tersenyum. Kenapa dia begitu lempeng? Apa dia tidak bisa menikmati hidupnya? Padahal hartanya sudah sangat banyak. Kalau aku jadi dia, mungkin sudah full senyum selama 24 jam.”
“Harta tidak bisa menjamin kebahagiaan. Presdir seperti itu karena beban yang ditanggungnya sangat banyak.”
“Iya. Sebagai pewaris Heaven, pasti banyak sekali tanggung jawab yang dia pegang. Apalagi Heaven saat ini sedang naik- naiknya.”
“Kurangnya istirahat juga berpengaruh, sih. Aku sering melihat Presdir lembur sampai pagi.”
“Nah, tapi menurutku bukan itu penyebabnya.”
“Lalu?”
“Sini merapat.”
Kedua wanita itupun langsung merapatkan tubuhnya, ketika salah satu dari mereka memberikan instruksi kegiatan ghibah di pagi hari.
“Aku pernah mendengar pembicaraan Lily dengan ibunya. Katanya, Presdir berubah menjadi seperti ini karena kehilangan istri dan anaknya,” ujar sang pemilik gosip tersebut dengan suara yang sangat lirih. Karena takut Karyawan lain mendengarnya.
Hal tersebut tentu saja membuat kedua wanita itu langsung melotot kaget. Mereka berdua terkejut karena selama bekerja di sini, mereka tidak pernah mendengar gosip pernikahan ataupun perceraian sang Presdir.
“Hah? Presdir sudah pernah menikah?”
“Sstt... kecilkan suaramu! Nanti ada orang yang mendengar.”
“Kau serius? Jangan membuat berita bodong kalau masih mau bekerja di Heaven,” tegur salah satu dari mereka. Membuat wanita itu langsung berdecak kesal.
“Ck. Aku tidak tuli. Aku mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Anaknya meninggal sebelum lahir, dan istrinya pergi dari rumah setelah kehilangan anaknya.”
“Oh my god, this is really shocking news.”
“Tapi, bukankah Presdir sekarang sudah memiliki pacar?”
“Aku tidak tau kalau masalah itu.”
Saking asiknya mereka bergosip, mereka sampai tidak menyadari jika ada seorang yang perempuan yang berdiri di belakang mereka sambil melipat tangannya di bawah d**a.
“Ehm,” wanita itu berdehem dengan sangat keras. Hingga membuat ketiga wanita yang sedang bergosip itu langsung terkesiap kaget.
Secara perlahan, ketiga wanita itu menoleh ke belakang sambil tertawa canggung.
“Eh, Lily...”
“Apakah perusahaan menggaji kalian untuk bergosip? Apa aku harus memberi tahu Presdir, kalau banyak pengangguran di sini,” ketus wanita yang bernama Lily tersebut.
“Hehe, Lily... kau salah paham. Kita bertiga sedang membicarakan pekerjaan. Iya kan, guys?” ujar sang biang gosip, seraya mencubit paha kedua temannya.
“Hehe... iya,” sahut kedua wanita itu. Membuat wanita yang bernama Lily itu langsung memutarkan bola matanya malas.
Kemudian tanpa basa- basi, Lily langsung berjalan pergi meninggalkan ketiga wanita itu. Ia masuk ke dalam ruangan kerjanya, dengan diikuti oleh seorang laki- laki yang memiliki wajah yang mirip dengannya.
“Ck. Kenapa kau ke sini?” tanya Lily dengan ketus. Membuat lelaki itu langsung tertawa kecil.
“Apa kau sudah mendengar sesuatu?” tanyanya balik, yang hanya mendapat tatapan sinis dari Lily.
“Idolamu sedang berada di Indonesia. Dia akan mengadakan Fan Meeting di Central Park. Kalau kau mau, aku bisa membelikanmu tiket. Tapi ada syaratnya,” ujar lelaki itu seraya menaik turunkan sebelah alisnya.
“Sudah tahu, tapi aku tidak yakin bisa mendapatkan tiketnya. Sainganku sangat banyak,” balas Lily.
“Maka dari itu, kau harus mau bekerja sama denganku. Aku kenal dengan promotor acaranya, jadi aku pasti akan mendapatkan tiketnya dengan sangat mudah,” ujar lelaki itu. Membuat Lily langsung mendesis kesal.
“Apa syaratnya?” tanyanya ketus.
Kemudian lelaki itu lantas membisikkan sesuatu di telinga Lily. Sesaat kemudian, ekspresi Lily langsung berubah menjadi sinis dan tidak bersahabat lagi.
“Tidak mau. Aku tidak sudi berhubungan dengan orang yang sudah membunuh keponakanku,” ucapnya ketus.