Sampai di rumah, Aisyah merasa mengantuk sekali. Ia langsung ke kamar tidak pedulikan David tengah memperhatikannya. Di kamar Aisyah membaringkan tubuhnya dan diselimuti kain tebal.
David buka pintu kamar Aisyah, dilihat tubuh kecil tengah tertidur posisi membelakanginya. Perlahan pria itu melangkah kaki arah tempat tidurnya. Dengkurannya normal, tangan kirinya yang terluka itu menampakkan darah segar. Aisyah merasa sesuatu yang amat perih dibagiannya. Membuka kedua mata dari lelap itu. David tengah mengobati luka itu.
"Om...."
"Maaf, membuatmu terbangun karena ini, kembalilah tidur," kata David datar masih mengobati luka itu.
Aisyah menarik tangan dari obat itu, David menatapnya tajam. "Sedikit lagi. Jika tidak diobati, lukamu akan infeksi dan di amputasi. Apa kamu mau?" Aisyah langsung menggeleng cepat - cepat.
"Bagus, setelah ini sembuh. Kamu harus melayaniku. Sebentar lagi kita bersuami istri. Kamu sudah tahu jika menikah, apa yang dilakukan oleh istri kepada suami?"
Aisyah mengangguk. Terlalu kelu lidahnya, takut salah mengucapkannya. "Lakukan sebisamu, aku akan membuatmu lebih nikmat lagi," bisiknya.
Jantung Aisyah berdegup sangat cepat, "Maksudnya lebih nikmat apa?" batin Aisyah.
Perasaannya semakin gusar, David menerbitkan senyuman penuh tanda tanya.
"Maksudnya, Om? Aisyah tidak mengerti?" Ia mencoba berani menanyakan percakapan ini.
"Nanti kamu tahu setelah kita sudah menjadi suami istri yang SAH," ucapnya lembut.
"Selesai, kembali tidur, apa perlu ciuman malam. Agar kamu bisa kembali tidur nyenyak?"
Aisyah langsung membaringkan tubuh menyamping, degupan jantungnya semakin cepat tidak beraturan. David senyum merasa bahagia bisa perlakukan sangat baik. Digeserkan rambut panjang menutupi wajah imutnya. Kecupan malam untuk Aisyah. Ia merasakan sentuhan di pipinya hangat.
"Selamat tidur, Sayang," bisik David.
Dua menit kemudian, Aisyah membuka kedua matanya lalu menyentuh jantungnya yang dari tadi tidak berhenti berdetak. Setelah itu pipinya, rasa hangat dan tusukan pada bulu kecil di sisi dagunya. Perasaannya aneh untuk dirinya sendiri.
****
David tengah berada di salah satu tempat ruangan, ya mungkin ruangan ini adalah rahasia, tidak ada yang tahu. Sosok lelaki tengah diikat tidak berdaya. Penuh luka cambuk di mana-mana. David berjongkok mengangkat dagu lelaki itu.
"Sekarang katakan siapa menyuruhmu merampok?" David bertanya kepada lelaki itu.
"Aku ... tidak ... tahu ..." jawabnya terbata-bata.
"Lalu, kenapa kau sampai tega melukainya?"
"Aku tidak sengaja."
"Tidak sengaja, kau bilang?" Lelaki itu menelan air liurnya benda tajam di tangan David.
"Kau tahu, jika sampai melukai gadisku, kau juga akan sama hal seperti dia. Aku tanya sekali lagi, siapa menyuruh dirimu untuk merampok?"
"Bukan siapa-siapa. Aku sendiri yang merampok. Aku butuh hidup, keluargaku terancam hutang ..."
"Benarkah? Aku tidak percaya, bisa saja kau berbohong mencoba melukai gadisku."
"Tidak, aku tidak akan melukai siapa pun. Aku mohon ..."
David berdiri kembali meninggalkan lelaki itu tidak berdaya.
"Bebaskan dia, jangan biarkan dirinya semena-mena di luar," perintah David kepada Antonius.
"Baik, Tuan." Antonius menuruti perintah David.
Di samping itu, sebuah foto mencerminkan senyuman amat dalam membuat David sulit melupakannya. Kenangan bersama dirinya, yang telah merenggut nyawa tidak bersalah itu.
"Setelah pernikahan ini, akan aku buktikan kau akan baik-baik saja, Sayang. Tidak ada yang boleh melukai dirimu selain perintahku," kata David berbicara dengan foto seorang gadis tengah tersenyum.
****
Pagi cerah, Aisyah bangun ... di samping sosok lelaki tengah duduk menikmati buku tebal di tangannya.
"Sudah bangun? Bagaimana terasa nyenyakkah tidurmu?" Pertanyaan dari David menerbitkan senyuman di pagi hari.
"Iya, nyenyak," jawab Aisyah mulai berani bersuara.
"Baguslah."
David melirik tangan kirinya, diraih dan perlihatkan luka apakah sudah lebih baik. Aisyah mengerti kalau dia mencemaskan keadaan takut saat pernikahan mereka tidak lancar akan luka ini.
"Kita ke dokter memeriksa lukamu. Aku tidak ingin acara pernikahan kita nanti terjadi hal tidak memuaskan," kata David tanpa menoleh.
"Iya, nanti setelah sarapan pagi," jawab Aisyah pelan. David menoleh menatap wajah calon istrinya menerbitkan senyuman.
"Iya, setelah sarapan. Apa perlu aku bantu dirimu untuk bersihkan diri?" Pertanyaan aneh kembali terlontarkan dari mulut David
Aisyah memanas pertanyaan itu tidakkah bisa disebutkan. "Tidak perlu, aku bisa sendiri," jawabnya gugup segera turun dari tempat tidurnya.
Satu genggaman telah berhasil membuat Aisyah tidak berkutik. "Aku tidak akan melakukan tindakan bodoh, akan aku lakukan setelah kita menikah. Aku tidak ingin lukamu semakin parah," pungkas David membawa tubuh Aisyah masuk ke kamar mandi.
Aisyah bukan menolak atau bagaimana, permasalahan ia tidak pernah diperlakukan oleh lawan jenis. Ini akan sedikit buat wajah dan seluruh tubuhnya sulit kendalikan.
Sepuluh menit kemudian, Aisyah selesai dimandikan oleh David. Wajah Aisyah sangatlah merah sekali. David tidak merasa aneh. Demi kesempurnaan pelatihan suami istri. Sarapan pagi berdua, Aisyah kembali diam tanpa bersuara lagi.
Perasaan apa ini? Aisyah, Please... dia baik karena cemas kepadamu, - batinnya dalam hati.
"Kenapa tidak di makan?" David bersuara membuyarkan lamunan Aisyah
"I-i-iya ..." jawabannya grogi
Sepotong roti di depannya, Aisyah melirih ... David menyuapi ... tatapan mereka bertemu.... "Makan, apa perlu menggunakan mulutku?" Kembali bersuara. Aisyah membuka mulut, mengunyah roti itu tanpa pikir panjang. David semakin aneh membuat Aisyah salah tingkah terus menerus.
****
Rumah sakit Putra Kasih, David duduk di sebelah Aisyah sambil menemaninya. Aisyah tidak menunjukkan ekspresi rasa sakit atau gelisah pun. Dokternya mengobati dengan obat agar cepat sembuh. David sendiri merasa desir lihat luka yang begitu dalam.
"Kira-kira berapa hari baru bisa sembuh?" David bertanya pada Dokter.
"Dua hari sudah sembuh, sering mengganti perban agar kuman tidak terserap ke dalam," jawab Dokter tersebut.
Setelah selesai mengobati luka Aisyah, waktunya kembali ke kantor. Dokter yang memeriksanya pun heran dengan sikap Aisyah. Kenapa banyak yang sirik sama Aisyah, ya? Dokternya cewek. Bukan cowok. David tidak beri izin untuk orang lain menyentuh Aisyah.
"Om!" panggil Aisyah kemudian.
"Ya?" sahut David
Dokter yang duduk memberi resep obat tercegah bingung gadis ini memanggil David sebutan "Om"
"Aku mau ke kamar kecil," ucap Aisyah bersuara.
"Baiklah," David memberi izin kepada Aisyah pergi sendiri.
Aisyah keluar dari ruangan pemeriksaan, menuju lorong koridor arah kamar kecil. Dari tadi dia sesak buang air kecil. Sedangkan David tengah duduk menunggu resep dari dokter wanita itu.
"Apa dia keponakanmu?" Pertanyaan dari Dokter wanita.
"Bukan," jawab David datar,
"Benarkah?" tidak yakin jawaban dari David.
"Iya. Ada apa?" Arahan mata menatap Dokter wanita sangat tajam.
"Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran dengan gadis itu. Dia sangat penurut," ucapnya.
"Tentu dia penurut, sebentar lagi dia menjadi istri terbaikku," langsung David memberitahukan.
Dokter wanita itu terdiam saat mendengar perkataan dari mulut David. Dia mengerut ... memicingkan matanya ... David tidak memberi ekspresi apa pun kepada dokter itu.
"Kau sudah selesai dengan resep dikertas itu?" Pertanyaan dari David.
"Ah ... sudah, Ini ..." Serahkan kepadanya.
David bangkit dari duduk tepat Aisyah kembali. Dokter wanita itu sekali lagi menatap wajah Aisyah. Merasa kasihan kepada gadis lemah.
"Ayo kita kembali, Sayang," perintah David.
"Terima kasih, Dokter," pamit Aisyah pelan, kemudian berlari kecil mengejar David mulai menjauh.
Aku berharap kamu tidak melukai dia lagi, David, - harapan dari dokter wanita itu.
Aisyah berjalan sejajar disamping David, membuka pintu untuk Aisyah. Aisyah baru ingin masuk ke mobil. Melihat seseorang tengah berdiri di warung itu.
"Om, sebentar!" Aisyah kemudian berlari menyeberang jalan melewati mobil lalu lalang.
David mengarah tatapan lurus yang dilakukan oleh Aisyah. Aisyah tengah membantu kakek tua untuk menyeberang.
"Ini Kek, hati-hati, ya!" Aisyah melambaikan tangan kepada kakek tua itu. Kemudian Aisyah kembali ke parkiran, terlalu ceroboh, membuat kereta beroda dua melaju kecepatan tinggi buat Aisyah berhenti mendadak.
David sontak kaget berlari menghampirinya. David kalang gabut mulai menarik pengendara itu meminta pertanggung jawaban.
"Om! Tidak apa-apa. Hanya lecet saja, kok," ucap Aisyah menghentikan kekerasan dari David.
"Pak, tidak apa-apa," kata Aisyah senyum pada pengendara itu.
David menahan amarah, setiap kejadian akan menuju sebuah pernikahan. Cobaan untuk David membuatnya semakin kacau.
"Kau ..." David segera mengangkat tubuh kecilnya ala bridal style.
"Om ... aku tidak apa-apa. Aku bisa ..."
"Diamlah!" pungkas David dingin
Aisyah dengan kedua matanya sendiri melihat wajah David marah sekali. Ia sendiri ceroboh bukan maksud melukai diri sendiri.
Di mobil, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut David. Sampai di kantor, masih posisi membopong tubuh Aisyah hingga keruangannya. Orang yang ada di dalam begitu iri banget kepada Aisyah.
Mereka juga ingin diperlakukan seperti gadis itu. Sayangnya mereka hanya bawahan. Bukan kehidupan gadis beruntung itu. Diturunkan ke sofa, Aisyah duduk diam. Tidak berani mengeluarkan kata-kata. David tengah membuka lemari, sebuah kotak P3K. Diletakkan di atas meja. David mulai mengobati luka di kaki itu. Aisyah kembali menatap lelaki itu, menahan perih di sana. Dari sisi Aisyah lihat, David orang yang peduli kepadanya. Hanya sifat egoisnya terlalu berlebihan.
"Sakit?" tanya David menangkap tatapan Aisyah dari tadi.
"Sedikit," jawab Aisyah alihkan pandangan tempat lain.
"Lain kali jangan pernah ulangi seperti tadi, kau mengerti! Kita sebentar lagi menikah. Aku tidak ingin malam pertama tertunda akan hal ini," ucap David tegas.
Telinga Aisyah memerah, rasa panas mendengar ucapan David. "Maaf ..." Hanya bisa menyahut kata itu dari mulut Aisyah.
Lagi, degupan jantung milik Aisyah semakin naik tidak stabil. Ciuman dari David kini buat Aisyah terhanyut dalam dunia ilusi.
Ciuman ketiga, batin Aisyah.
"Manis, rasa anggur," senyum David pelan mengusap rambutnya yang halus dan lembut itu. Bisanya menunduk tidak berani menatap mata David. Bibir bawah Aisyah dikatupkan ke dalam bisa ia rasakan sentuhan dari lelaki di depannya.
Perasaan apa ini ...