3. Prawedding

1705 Kata
"Untuk hari ini, aku tidak izinkan kau kuliah dan kerja. Kau ikut denganku ke kantor," perintah David kepada Aisyah. "Tapi ..." "Ingat, kau sudah berjanji. Tidak ada penolakan. Ini perintah, setiap aku meminta harus dipatuhi. Kalau tidak, kau tahu apa yang akan aku lakukan kepadamu." David menegaskan kembali, kini nadanya sedikit datar. Aisyah tidak menjawab lagi. Sekarang ia sudah berada di mobil bersebelahan dengan pria itu. David terus memegang tangan miliknya. "Bagaimana, apa tanganmu masih sakit? Apa perlu kita ke dokter saja?" David bersuara ada rasa cemas. "Tidak perlu, cukup diobati dengan betadine sudah ..." kata Aisyah pelan "Jangan keras kepala." Sampai ATDR Corp, Aisyah dan David keluar dari mobilnya. Sepasang mata pada menuju arah wanita itu, tangannya masih di genggam oleh pria arogant. Semua ada di gedung tidak berani menatap wajah David. Yang diherankan oleh mereka di sini, pertanyaan demi pertanyaan mulai terdengar. Di lift beberapa bawahan David ikut masuk mengikutinya. "Anto!" panggil David "Iya, Tuan!" sahut Antonius. "Peringatkan kepada mereka yang ada di lobi tadi. Jangan sembarang untuk menggosip tidak bermutu terhadap calon istriku! Jika ada yang melawan, tendang keluar dari tempat ini," perintah David kepada Antonius. "Baik, Tuan." Aisyah sendiri, merasa cemas kalau mereka benar ditendang dari tempat kerja. Yang mendapat masalah pasti dia sendiri. Kenapa David melakukan seperti ini. Aisyah tidak memahami tujuan David kenapa memilih dirinya sebagai istrinya. "Om!" "Panggil David." Aisyah menunduk, usianya saja jauh banget sama pria dingin ini. Masa di suruh panggil David sih! - celetuk Aisyah dalam hati. "Takut  tidak sopan? Panggil David jika di kantor." Lift terbuka lebar David dan Aisyah keluar bersamaan. Sekeliling kantor ada di sana. Melirik Aisyah dengan tatapan mata mereka seperti akan haus darah. Di ruangannya, luas bagai apartemen. Kalau begini mending di rumah saja. "Kau di sini saja dulu. Aku rapat sebentar. Kalau kau merasa lapar, di sana ada kulkas. Jangan ke mana-mana jika aku tidak meminta. Kau  mengerti," kata David kemudian, Aisyah mengangguk. David keluar mengadakan rapat penting di sebuah ruangan. Antonius mengikuti David, sedangkan yang lain menetap di ruangannya. Mereka, bawahan setia David tidak akan membuat macam-macam kepada Aisyah. CCTV ada di mana-mana, kalau sampai ada yang mencelakakan Aisyah sekali lagi. Dua jam menunggu di kantor pria itu, Aisyah mulai bosan, tidak ada yang bisa dilakukannya. Duduk di sofa seperti orang bodoh. Dia bangun dari duduknya menuju kulkas, di dalam cuma ada air putih, dan cokelat. Apa David suka makan cokelat? - batin Aisyah bertanya - tanya. Aisyah mengambilnya satu batang cokelat, di tutup kembali terkejut seorang wanita tengah berdiri di sebelah pintu kulkas itu. Cokelat yang dipegang olehnya terjatuh. "Ma-ma-maaf ..." Aisyah kembali mengambil cokelat itu. "Siapa kau?" tanya wanita itu. "Aku, aku, Ais-Aisyah!" jawabnya gugup sorot matanya menakutkan "Aisyah?" ulangnya "I-i-iya!" Wanita itu menoleh ke belakang menanyakan pada bawahan David, "Siapa perempuan ini? Kalian pasti tau. Ada hubungan apa dia dengan David?" tanya wanita itu kepada salah satu bawahan berdekatan dengan pintu masuk.  "Maaf, dia adalah calon istri, Tuan David," jawab pria itu sopan. "Apa? Calon istri?" Wanita itu menyelidiki keseluruhan diri Aisyah. Aisyah diam tidak berani menatap wanita di depannya. "Apa kau mencoba merayu David?" tanyanya pada Aisyah. "Tidak!" "Lalu? Apa kau simpanan David?” "Tidak!" "He! Kau ..." Tangan wanita itu mulai mencoba menyentuh leher Aisyah, bawahan David baru akan bertindak. "Vina...!" teriak David Wanita itu terdiam, dia adalah Vina Theresia Yui. Campuran Amerika-Jepang. Matanya sipit dan tajam. Tentu Aisyah tidak berani menatapnya. "Huh! Kau selamat!" gumamnya "Kenapa kalian bisa biarkan wanita ini masuk!" sergah David bertanya pada dua orang itu. "Maaf, kami sudah mencoba menahannya, Tuan, tapi Nona Vina bersikeras," jawab mereka membela diri. "Keluar kalian!" titah David Setelah mereka keluar, kini di ruangan, Vina, David, dan Aisyah tetap disamping pria itu. Vina merasa tidak suka jika David begitu dekat dengan perempuan itu. "Ada perlu apa lagi datang ke sini! Apa masih kurang keputusan yang aku berikan?" David memulai bersuara "Aku tidak mengerti tujuan kau itu apa, Dav! Kenapa bisa kau memilih dia sebagai istrimu!" Marah Vina "Kenapa, ini pilihanku. Aku berhak memilih siapa yang lebih pantas jadi pendampingku!" "Tapi, bagaimana hubungan selama bertahun-tahun!" "Anggap sudah impas. Aku menyetujui hubunganmu hanya perusahaan ayahmu bangkrut! Tidak ada keseriusan, aku dan kau hanya sebatas rekan bisnis! Bukan pacaran." "Kau ...." "Sekarang sudah jelas, dia sebentar lagi jadi istriku. Kau tidak perlu ikut campur permasalahan ini! Silakan angkat kaki dari tempat ini. Sebelum aku bertindak lebih jauh." Vina merasa kesal dan marah banget dengan sikap David semena-mena. Dia pun pergi dari ruangan David membawa wajah menjengkelkan. Aisyah yang diam, memegang cokelat batang di tangannya sudah hampir lembek terlalu lama di diamkan. "Kau lapar?" tebak David, Aisyah mengangguk. "Kita cari makan, sekarang!" "Anto, siapkan mobil!" teriak David dari dalam, "Baik, Tuan!" David dan Aisyah keluar dari ruangan itu. Para staf ada di tempat semakin heran dengan perempuan bersama Bosnya itu. **** "Apa yang ingin kau pesan?" tanya David melihat-lihat buku menu di tangannya. "Nasi goreng telur biasa saja," jawabnya pelan. David mendongak lalu  mengerut alis  dan memicingkan mata. "Makan yang lain! Itu makanan murahan!" tegas David melanjutkan melihat buku menu di depannya. Aisyah menuruti, membuka selembar demi lembar menu itu. Gambarnya terlihat menggiurkan. Tapi, buat Aisyah tidak berminat untuk pesan yang lain. Harga disamping gambar itu bukan kertas tisu di buang, satu porsi Bebek panggang lima puluh ribu rupiah. "Itu saja, aku ingin makan nasi goreng telur biasa sama air putih mineral," kata Aisyah tetap dengan makanan yang ia inginkan. David menutup buku menu super tebal dan berat itu. Aisyah menunduk diam ikut menutup buku menu berikan kepada pelayan ada disebelahnya. David menatap wajah Aisyah geming—lurus—tanpa ada sedikit cela untuk mengelak. "Ada apa?" tanya David "Tidak ada apa - apa," jawab Aisyah. David mendengkus nan kasar, diraih ponsel dari saku celana dari tadi bergetar terus. "Ya, ada apa?" "......." "Ikat dia, jangan sampai dia lolos." "...... " "Tunggu di sana." Telepon berakhir, pesanan mereka datang. Aisyah mulai menyantap nasi goreng telur itu. Tangan kirinya masih terluka. "Setelah ini, kita foto pernikahan." Aisyah mendongak tatapan lurus David membalasnya. "Kenapa?" "Tidak apa-apa." "Bagus kalau begitu." Lima belas menit, mereka selesai makan siang. Mereka akan meninggalkan tempat restoran itu. Aisyah bangkit dari duduknya. Mengikuti David, tatapan para pengunjung terpukau akan ketampanannya. "Kau lihat pria itu? Tampan banget!" bisik pengunjung lain. "Iya benar, siapa wanita disebelahnya? Keponakannya, kah?" "Tidak mungkin!" David tidak memedulikan desas-desus mereka di restoran itu. "Ada apa denganmu. Kenapa diam?" David mulai bertanya-tanya "Bagaimana dengan wanita tadi? Aku takut jika dia akan ...." "Tidak perlu ditakutkan, Vina tidak akan bertindak ceroboh. Kalau pun terjadi, mungkin kaki dan tangannya lebih dulu jadi santapan peliharaanku," potong David mencium punggung tangan Aisyah. Dia seperti terancam, wanita tadi bisa saja melakukan apa pun. Entahlah Aisyah bingung. **** Bridal Shera wedding. Mereka sampai di tempat yang mungkin besar. David membawa Aisyah paling terbaik, Shera adalah pemilik busana pengantin serta Photographer yang handal. David tidak akan pernah mengecewakan untuk pernikahan kali ini. Pengantin yang ia pilih harus tampil cantik. Meskipun ia belum terbiasa dengan suasana. "Apa kabar, David!" sapa Shera Shera wanita yang tinggi, putih, dan cantik bagai model. "Baik, tolong dandan dia dan carikan busana pengantin yang bagus untuknya. Sekarang aku ingin melakukan foto berdua dengannya," perintah David kepadanya. "Okay, beres itu." Shera mulai membawa Aisyah keruangan khusus. Di dalam, wanita itu memilih dan mencari busana yang benar cocok untuk tubuh Aisyah. "Sepertinya ini, kamu cocok dan cantik," ucapnya berikan pada Aisyah selaku menempelkan sebuah busana ke badannya. "Coba kamu pakai," perintah Shera. Aisyah menuruti. Sedangkan David juga memilih jas untuk dirinya. David apa pun cocok di tubuhnya. Tak lama kemudian, Aisyah keluar, membuat David ikut menoleh lurus pandangannya. Berbeda, Aisyah lebih cantik dari sebelumnya. Shera benar melakukan terbaik agar calon istri David terlihat mengagumkan. Aisyah maju selangkah demi selangkah, soalnya ia juga grogi ditatap seperti itu. David bergeming pun tidak bisa mengatakan apa-apa. Shera senyum panjang memecahkan hening di antara mereka berdua. "Ekhem!" "Cantik," gumam David "Tentu dia cantik, sesuai yang kau inginkan," sambungnya "Baiklah, ayo kita mulai." Aisyah mulai mengulurkan tangan melingkar di lengan David. **** Tahap demi tahap mereka berdua bergaya untuk foto pernikahan. Aisyah melakukan terbaik, ekspresinya buat David ingin lebih dari itu. Tapi ditahan olehnya, sampai waktunya lebih tepat. Kepuasan pun menjadi milik seutuhnya. Aroma tubuh Aisyah begitu harum sulit untuk David melepaskan dirinya. "Om!" panggil Aisyah, pemotretan telah selesai. David masih saja memeluk pinggang ramping Aisyah. "Diam sebentar," pintanya Aisyah membiarkan David memeluk sesuka hatinya. Perasaan apa yang buat Aisyah berdesir aneh. Kembali lagi, mata melebar bulat-bulat, David tidak pernah malu berada di posisi terbuka. Rasa ini jauh lebih hangat, lebih lembut. Berbeda pertama kali ia lakukan. "Manis, rasa apel," ucap David pelan. Aisyah menunduk tidak berani menatap wajah David. Ciuman kedua, batin Aisyah. Selesai pemilihan foto yang bagus, semuanya bagus menurut Aisyah. Penampilan Aisyah dan David jauh berbeda. Entah itu seperti berada di luar negeri. Zaman sekarang sudah canggih apa pun bisa diedit sedemikian rupa sesuai dengan background. David terus memegang tangan Aisyah, ia sendiri tidak terlalu bagaimana. Nyaman saja sih, menurut Aisyah. Sejak dirinya dipilih sebagai calon istri. Pengantin pilihan, berat sebenarnya. Sekarang yang Aisyah pikirkan adalah kedua kakaknya. Lidya dan Meisya, bagaimana mereka sekarang apa baik-baik saja. Takut sih mereka tidak suka jika dirinya beruntung mendapat suami sempurna seperti David. "Kau atur saja." Akhir kata setelah semua selesai pemilihan. Kini David dan Aisyah mulai kembali ke kantor. Aisyah masih tetap berdiri samping David. David kembali menerima telepon dari seseorang, mungkin penting. David sedikit menjauh dari Aisyah.  Aisyah sendiri tidak terlalu curiga, sudah kebiasaan orang penting mungkin. Aisyah memilih berdiri di sebelah mobil David. Cukup lama sih, senyuman David memancarkan pesona kepada Aisyah. "Ayo!" Di buka pintu untuk Aisyah Aisyah masuk tanpa berkata apa-apa. Seperti robot saja. "Om!" "Ya!" "Boleh antarkan aku ke rumah. Aku merindukan mereka." "Untuk apa, kalau kau rindu dengannya biar aku suruh Antonius membawanya ke rumah kita," tegas David. "Tapi ..." "Aku bilang tidak perlu, ini perintah. Kau cukup menuruti perkataanku. Permintaanmu akan aku penuhi," "Baiklah." "Bagus." Sampai di kantor miliknya, David melakukan seperti biasa. Para karyawan di tempat tidak berani menatap arah Aisyah. Peringatan dari David ternyata ampuh. Sebenarnya siapa sih David ini? Kenapa bisa sih semua terdiam. Tidak berani menatapnya. Mafia, kah? FBI, kah? Itu yang selalu dipikirkan oleh Aisyah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN