Bab 6 | Jebakan Clara

1421 Kata
Hadi menatap beberapa kamera yang sedang dikendalikan oleh wartawan, mereka terlihat sibuk mempersiapkan alat perekam, sementara Hadi Mahakarsa sudah sejak lima belas menit sebelum acara di mulai sudah hadir. Hadi menolak menunggu di ruang tunggu, ia lebih senang mempelajari situasi yang akan ia hadapi. Hadi diam, berulang kali menatap dan mengamati gerak wartawan. Tidak lama terdengar decitan kursi di sampingnya. Edward menyodorkan tangannya kepada Hadi, orang kedua yang datang adalah Edward, sama halnya dengan Hadi, Edward lebih memilih datang lebih awal untuk membiasakan diri menghadapi cecaran pertanyaan wartawan nanti.  "Bagaimana kabar Billy?" Tanya Hadi kepada Edward,  "Baik, sangat baik. Ia baru saja belajar tengkurap." Jawab Edward, Hadi tersenyum tipis sambil mengangguk ringan,  "Syukurlah, dia semakin tampan.." Hadi tersenyum. Ara memang selalu mengirimkan foto Billy kepada Hadi, sesuai janjinya sebelumnya, bahwa Billy tetap cucu pertama keluarga Mahakarsa, pewaris utama aset Mahakarsa.  "Ehem, maaf terlambat." Tidak lama Romi duduk di sisi kiri Hadi. Para wartawan sudah siap, beberapa kamera sudah mengeluarkan percikan cahayanya, deru suara kamera juga ramai terdengar. Moderator memberikan salam pembuka. Setelah itu sesintanya jawab di mulai.  "Pertanyaan ini untuk Pak Hadi Mahakarsa," ucap salah seorang wartawan, Hadi mengangguk, "apa benar perusahaan Anda sedang dalam keadaan tidak stabil?"  Pertanyaan demi pertanyaan di lontarkan, Hadi menjawab dengan sangat bijaksana, pembawaannya yang tenang membuktikan bahwa ia memang orang terpelajar dan kaya akan pengalaman. Tidak begitu dengan Edward dan Romi yang tenang namun tidak terlalu pandai menyembunyikan rasa gugupnya.  "Lalu, apa benar Pak Romi, isu yang beredar bahwa, istri anda di rebut oleh pak Edward?" Tanya salah seorang wartawan, "ada juga rumor yang beredar, bahwa istri Pak Edward adalah pelunas hutang anda kepada perusaan Pak Edward?"  Wajah Edward memanas, ia harus bisa mengendalikan emosinya, dalam hatinya ia sudah ingin marah mendengar pernyataan itu.  Moderator meminta Romi menjawab terlebih dahulu,  "Saya rasa masalah rumah tangga saya, dan mantan istri saya tidak ada hubungan sama sekali dengan perusahaan." Romi menegaskan, "kami berpisah, karena memang saya melakukan kesalahan, dan kesalahan itu tidak ada sama sekali hubungannya dengan keadaan perusahaan Mahakarsa saat ini."  Beberapa wartawan kembali menunjuk ingin bertanya, tapi moderator meminta Edward menjawab,  "Saya sangat tersinggung atas hal itu. Istri saya itu manusia, jadi tidak sepantasnya di pertanyakan dan dibandingkan layaknya alat tukar!" Edward berkata berat, "saya memilih istri saya saat ini karena daya mencintainya, begitu juga dengan Pak Romi, ia menikahi istrinya saat ini juga karena ia mencintai istrinya. Saya rasa tidak sepantasnya masalah pribadi di sangkut pautkan dengan perusahaan." Tangan Edward tergenggam di balik meja,  "Apa benar, Anda menikahi mantan istri Pak Romi karena ada unsur persaingan?"  "Saya rasa jawaban Pak Edward sebelumnya sudah cukup mewakili. Terlalu sepele jika perusahaan goyah, hanya karena masalah rumah tangga." Hadi berkata berat  Dalam hati Edward berdoa agar Ara di rumah tidak mendengar atau tau pertanyaan-pertanyaan wartawan barusan. Karena ia akan sangat bersedih bila mendengar itu.  Edward dan Romi bergantian menanggapi wartawan. Mata Edward menelusuri satu persatu wartawan saat keadaan tenang, seperti nya mereka sudah kehabisan pertanyaan untuk dikeluarkan. Tiba-tiba, mata Edward menangkap seorang wanita yang ia kenal,  Clara. Clara berdiri mengenakan celana kulot putih dengan baju membentuk badannya yang sexy. Ia terlihat melipat tangannya ke d**a. Ia melambaikan tangan ke arah Edward setelah sadar Edward sedang mengamati gerak geriknya. Edward mendengus mengalihkan pandangannya ke lain tempat. Edward sudah curiga, Claralah dalang di balik semua.  Edward sudah tidak lagi konsentrasi dengan konferensi pers yang sedang berlangsung, semua pertanyaan ia nilai begitu-begitu saja, seolah pewarta menanyakan hal yang sama lagi dan lagi. Edward gerah, selain karena pertanyaan yang semakin aneh, juga karena Clara tidak lepas memperhatikan Edward.  Setelah moderator menutup, Edward langsung berdiri. Menuju ke arah Clara berdiri. Ia langsung menarik paksa tangan Clara, Clara nyaris terjatuh karenanya. Edward menarik Clara ke dalam sebuah ruangan tidak terlalu besar di dekat lift.  "Kamu, kamu kan yang membuat rumor tidak baik tentang Ara?!" Tanya Edward sedikit berteriak,  Clara melepaskan genggaman keras Edward di pergelangan tangannya, sambil meringis kesakitan, ia memijat tangannya pelan,  "Kamu tidak bisa lembut sedikit ya?" Clara menggerak-gerakka. Telapak tangannya yang kaku, nyeri karena Edward. "Jawab!" Bentak Edward.  Clara tersenyum sinis, ia menyibakkan rambutnya, dan menjinjit berbisik ke arah Edward,  "Sayang, istrimu itu memang begitu. Tugasku, menyelamatkan mu, dan perushaan Mahakarsa." Bisik Clara, Edward mendorong Clara agar menjauh dari badannya, ketika d**a Clara menyentuh dadanya,  "Sekali lagi kamu membuat masalah, aku tidak akan tinggal diam!" Ucap Edward berat,  "Aku tunggu. Oh ya, jangan lupa, aku punya satu senjata lagi untuk membuat istrimu sadar, bahwa kamu itu punyaku!"  Clara meraih selembar foto dari dalam tasnya, ia menyerahkan foto itu, Edward meraihnya paksa. Mata Edward terbuka lebar, ini foto saat itu. Dalam foto itu Edward telanjang d**a, dalam kondisi memejamkan mata, sementara Clara tersenyum manja memeluk Edward. Clara terlihat seperti tidak mengenakan pakaian. Edward merobek dan meremas foto itu.  "Kalau kamu berani memberikan ini kepada istriku, kamu akan merasakan hal terburuk dalam hidupmu!" Wajah Edward memerah, ia geram dengan Clara. Clara memang memiliki banyak kelemahan Edward. Edward berjalan menuju mobilnya. Ia membuka mobil dan duduk di belakang setir. Edward menuju setir mobilnya,  "Argh! Sial! Clara sialan!" Makinya kesal. Edward teringat dengan kejadian saat itu. Saat Clara berhasil menjebak Edward.  *** "Maaf Mr, saya tidak minum alkohol." Edward menolak permintaan Mr Jems pelan, Clara mengikut Edward pelan, sambil tersenyum ke Mr Jems,  "Terimakasih, Mr. Maaf, Edward memang tidak terbiasa minum.." jelas Clara. Clara menyodorkan gelas kacanya ke arah Mr. Jems, lalu tersenyum semanis mungkin ke arah bule yang sudah lama di Indonesia itu. Edward menatap Clara yang meneguk habis isi gelas kurus itu sampai habis. Setelah meminum sampai habis, Clara berdecak sambil memejamkan matanya, merasakan hangat yang merasuki kerongkongan hingga perutnya.  "Hangat sekali. Ayolah Ward, sedikit saja. Lagipula, besok Mr Jems sudah harus kembali ke Singapore.." bujuk Clara, "ok, ok, sebentar.." Clara bangun dari duduknya. Sesaat ia diam, mengendalikan tubuhnya yang terasa seperti melayang. Clara berjalan ke arah meja bar, memesankan sesuatu untuk Edward.  "Pak Edward, harusnya anda mencoba minuman ini sedikit saja. Mungkin, kamu akan merasa lebih santai." Ucap Mr Jems dengan bahasa Indonesia yang belum terlalu kurus. Clara kembali ke meja Edward, membawakan segelas minuman berwarna merah.  "Ini, aku bawakan soda. Kamu minum ini saja.." ucap Clara. Edward mengangguk. Mr Jems adalah pengusaha asal negeri singa, ia datang untuk menandatangani kontrak kerja ke perusahaan Edward. Mr Jems menolak tawaran Edward untuk berwisata ke tempat lain, ia menyukai wisata malam. Begitu katanya. Edward tidak mungkin mengajak Ara, saat itu Ara sudah menikah, lagipula Ara tidak mungkin mau diajak tempat seperti ini, begitu juga dengan staf yang lain. Yang setuju dan terlihat begitu bersemangat adalah Clara,  Edward meneguk minuman yang dibawa Clara, tidak tanggung-tanggung, dalam sekali teguk, isi gelas itu sudah kosong.  "Kalau begitu, kami permisi dulu, Mr." Pamit Edward. Mr Jems beridiri dan menyambut tangan Edward. Edward berjalan keluar club', kepalanya terasa berat, dan berputar. Ia melihat, orang-orang sekelilingnya sedang menertawai nya,  "Mengapa mereka menertawaiku?" Tanya Edward kepada Clara yang sedari tadi memegang lengannya.  "Itu hanya perasaanmu saja. Mungkin kamu terlalu lelah.." begitu ucapan Clara, "aku saja yang membawa mobil. Sepertinya kamu lelah. Tawar Clara. Edward menyetujui. Perasaan Edward mulai tak menentu, ia tidak meminum alkohol, tapi apa yang membuat kepalanya begitu berat seperti itu.  Edward berusaha membuka mata, ia melihat perempuan di sampingnya,  "Ara?" Pekik Edward kaget. Edward mengucek matanya, kembali menatap wanita yang sedang mengendalikan mobil itu, "bukan, kamu Clara." Protes Edward pada dirinya sendiri. Edward menyandarkan kepalanya ke bangku mobil yang sudah ia posisikan tidur. Edward membesarkan volume musik di mobilnya, ia merasa lebih baik dan tenang saat mendengarkan musik.  "Kita mampir ke apartemen ku dulu," jawab Clara,  "Untuk apa? Aku ingin langsung pulang.." Edward memijat keningnya beberapa kali,  "Tapi ini mobilmu, Ward. Kamu harus istirahat dulu sebelum pulang. Karena kondisinu tidak memungkinkan mengendarai mobil sendirian.." jelas Clara. Edward menurut. Ia mengikuti Clara masuk ke dalam gedung apartemen, memencet tombol lift, dan membuka pintu apartemen, Edward nyaris sudah tidak mengetahui nya lagi. Dikiranya melayang entah kemana. Yang ia ingat, Clara merebahkan badannya di atas tempat tidur. Kepala Edward semakin pening, dan ia mengantuk.  Pagi hari, Edward melihat bajunya sudah tidak ada, Edward buru-buru mengintip celana yang ia kenakan di balik selimut. Ia masih mengenakan celana. Aman.  Edward bangun dari tidurnya, ia melihat sekeliling kamar, kamar bernuansa emas itu bukan kamarnya, di bagian tengah kamar itu terdapat lukisan besar, menampilkan wajah Clara yang di lukissaat menghadap kiri.  Edward menekan ponselnya,menjawab panggilan masuk yang membuat ponselnya berdering,  "Hai, sayang. Kamu sudah bangun? Terimakasih untuk malam indahnya semalam." Ucap Clara dari telepon. Edward meninju tempat tidur Clara, ia kesal karena tidak ada yang ia ingat sisa semalam. Apa yang sudah ia lakukan bersama Clara. Menjijikkan! Maki Edward kepada dirinya sendiri. Edward berjalan, meraih kemejanya yang sudah tergantung di atas sofa. Langkah Edward terhenti, ia berjalan mendekati meja rias milik Clara. Di atasnya, Edward menemukan foto polaroid yang menunjukkan ia tidur  tanpa baju dengan Clara yang memegang kamera.  "SIAL!"  Bentak Edward. Meremas rambutnya kesal.  ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN