Ara mengakhiri ketikannya dengan menekan tombol enter beberapa kali. Satu persatu kertas keluar dari mesin printer yang berada di samping monitor komputernya. Ara mengurut tengkuknya perlahan, menggerak-gerakkan kepalanya yang mulai terasa berat. Tidak terasa sudah nyaris tiga jam Ara duduk di hadapan komputernya, menyusun proposal yang Edward pastikan harus sudah selesai sebelum makan siang. Edward memang terlalu profeional, ia seperti tidak perduli kepada istrinya yang semalaman harus menahan kantuk karena Chia terus terbangun dan menangis. Setelah berangkat kerja, Ara tetap harus menyelesaikan beban kerja yang ada padanya. “Kalau sudah seperti ini, kamu masih menolak aku minta berhenti bekerja?” Ara membaca pesan yang dikirimkan Edward dari dalam ruangan, ekor mata Ara melirik menatap