Lima

1423 Kata
Rabu (11.59), 09 Juni 2021 --------------------- Tok tok tok Ratna mendongak menatap pintu ruangannya yang diketuk seseorang. Dia mengerutkan kening melihat Devi yang sedang menyandarkan bahu di ambang pintu ruang kerja Ratna yang terbuka dengan wajah cemberut. “Ada apa?” tanya Ratna bingung. “Memangnya kau tidak punya jam? Ini sudah waktunya makan siang.” Devi mendesah kesal. “Sejak insiden rapat beberapa hari lalu, aku tidak pernah melihatmu di kantin lagi. Jangan hukum dirimu sendiri hanya karena hal sepele.” Ratna kembali menunduk pada berkas-berkas di mejanya. “Aku tadi sudah membeli makan siangku dalam perjalanan ke kantor.” Jelas Ratna sambil mengedikkan kepala pada bungkusan cokelat berlabel fastfood di meja sebelah tehnya. “Sepanjang minggu ini cukup sibuk. Aku tidak mau membuat kesalahan lagi.” Devi masuk ke ruangan Ratna, meraih bungkusan cokelat itu lalu melemparnya ke tempat sampah dengan puas. Wanita itu menatap Ratna yang sedikit terkejut karena perbuatannya. “Makanan itu pasti sudah dingin dan lembek. Kita harus makan sesuatu yang hangat.” Ratna mengerang frustasi tapi akhirnya dia mengalah. Ratna tahu betul watak Devi yang sudah dikenalnya sejak ia diterima di perusahaan itu dua tahun yang lalu. Devi tidak akan berhenti sebelum Ratna mengikuti apa yang menurut wanita itu benar. Ratna bangkit dari balik meja kerjanya lalu mengikuti Devi yang sedang menyeringai puas. “Dev, kamu duluan saja ke kantin. Aku mau ke toilet dulu. Nanti aku menyusul.” Devi menatap Ratna sambil cemberut. “Aku tunggu di kantin. Awas kalau tidak menyusul!” ancamnya. Ratna hanya menyeringai sambil melambaikan tangan. Dia bergegas menuju toilet. Ketika mencuci tangan di wastafel, mendadak Ratna ingat kalau dia mematikan ponselnya karena sejak sampai di kantor, Freddy terus-menerus menelponnya dengan alasan bosan di rumah sendirian. Memangnya dia tidak punya orang lain yang bisa diganggunya? Ada tujuh belas panggilan masuk dan dua puluh empat sms yang semuanya dari polisi penggoda itu. Ratna hanya membuka pesan terbaru dari Freddy yang isinya lelaki itu minta dibelikan buah apel. Ratna mendesah sambil berjalan keluar toilet. Polisi itu sungguh menyebalkan. Sejak Ratna tinggal di rumahnya tiga hari yang lalu, Freddy tidak pernah membiarkan hidupnya tenang. Bruk Ratna meringis sambil menyentuh keningnya yang nyeri karena membentur d**a seseorang di luar toilet. Perlahan Ratna mendongak hingga tatapannya beradu dengan mata biru yang sangat cerah hingga nyaris putih. Suatu perasaan asing merambati d**a Ratna ketika menatap mata biru itu. Takut? Cemas? Marah? Ratna juga tidak mengerti. Tapi yang jelas, seolah ada bel peringatan dari alam bawah sadarnya agar Ratna segera berbalik lalu melarikan diri sejauh mungkin dari pemilik mata biru itu. “Hei, kau baik-baik saja?” lelaki bermata biru itu melambai-lambaikan tangan di depan wajah Ratna. Refleks Ratna mundur beberapa langkah dengan nafas yang memburu dan jantung berdegup kencang. Ratna mengerutkan kening dengan tingkahnya sendiri. Entah kenapa dia merasa sangat ketakutan. “Apa kau mengenalku?” Pertanyaan yang biasa. Namun dalam benak Ratna terdengar dingin dan kejam. Mata biru itu masih menyorot tajam membuat bulu kuduk Ratna meremang. Ratna menunduk sambil memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ratna menghitung sampai sepuluh. Setelah selesai perasaannya mulai tenang namun kegelisahan terus melingkupi dirinya. Ratna kembali mengangkat wajahnya untuk menatap lelaki bermata biru yang masih berdiri di depannya, seperti singa lapar yang sedang menunggu reaksi kelinci buruannya. Ratna segera menepis pikiran itu dan mencoba mengulas senyum. “Aku baik-baik saja dan maaf karena telah membenturmu.” Lelaki itu masih menatap Ratna dengan sorot tajam. “Kau belum menjawab pertanyaan terakhirku. Apa kau mengenalku?” Dengan memberanikan diri Ratna mengamati lelaki itu. Mata biru dan rambut pirang dengan wajah persegi yang menunjukkan bahwa ia keturunan asing. Tubuh tinggi kekar dengan balutan setelan jas mahal. Mungkin lelaki itu berusia awal empat puluhan. Namun tidak ada kesan familiar ketika mengamati lelaki itu. “Aku yakin tidak mengenal anda.” “Tapi kau tampak ketakutan.” Ratna meringis ketika pernyataan lelaki itu tepat sasaran. “Akhir-akhir ini aku sering membuat masalah hingga orang lain kesal. Jadi aku sedikit ketakutan ketika merasa telah melakukan kesalahan lagi.” Perlahan bibir tipis lelaki itu melekuk membentuk senyuman. “Ah, kukira kau mengenalku. Jangan minta maaf karena hal sepele seperti tadi.” Ratna berusaha menampilkan senyum ramah. “Terima kasih. Sebaiknya aku permisi sekarang.” Ratna bergegas pergi meninggalkan lelaki itu. Dia tidak sanggup berbasa-basi lebih lama dengan orang itu. Hatinya masih tetap gelisah dan tidak nyaman. Perasaan itu tidak bisa hilang meski dia sudah berada di antara teman-teman sekantornya yang sedang berceloteh saling bertukar gosip. Pikirannya terus melayang pada lelaki tadi dan perasaan aneh yang melingkupi dirinya hingga sekarang. Ratna tersentak lalu menoleh pada orang yang menyikut pinggangnya. “Mikirin apa sih? Dari tadi makanan di piringmu hanya diaduk-aduk saja.” Ratna meringis menatap wajah sangar Devi. “Pasti Ratna bingung karena belum punya pasangan buat party malam minggu besok.” Sahut Ana. “Tenang aja, say. Aku siap jadi pasanganmu.” Sahut Adi, satu-satunya pria yang ikut makan siang di meja yang ditempati Ratna. Ratna hanya menatap rekan-rekannya dengan bingung. Apa yang mereka bicarakan? “Party?” Pertanyaan itu membuat teman-temannya melongo menatap Ratna. “Malam minggu besok ada pesta penyambutan CEO kita yang baru. Memangnya kamu belum dapat undangan?” Devi bertanya. Ratna hanya menggeleng pelan. Devi mengepalkan tangan dengan mata berkilat marah. “Ini pasti perbuatan si jalang Mina.” “Sudahlah, Dev. Mungkin dia lupa.” Ucap Ratna santai. Dia sama sekali tidak tersinggung. Toh Ratna tidak pernah menyukai pesta. “Dia harus diberi pelajaran biar kapok.” Sahut Lidya yang juga ikut jengkel. “Pelajaran apa? Matematika?” Adi mencoba menengahi. “Mina cuma iri saja pada Ratna. Kalau Ratna datang ke pesta, tidak akan ada lelaki yang mau melirik dia. Jadi saranku kalau mau balas Mina, Ratna harus datang ke pesta dengan penampilan super wow.” Semua orang di meja sudut kantin itu saling memandang lalu serempak mengangguk setuju. Ratna memandang rekan-rekannya sambil bergidik ngeri membayangkan apa yang ada dalam pikiran mereka. “Kalau cuma soal penampilan jangan khawatir. Butik dan salon langgananku dijamin top.” Sahut Maria sambil mengacungkan jempolnya. “Tapi yang jadi masalah sekarang adalah pasangan Ratna.” Ucap Devi sambil menatap sekeliling kantin memperhatikan para pria disana. “Aku kan tadi sudah menawarkan diri.” Sungut Adi. “Kamu itu jauh dari kata ‘wow’.” Sindir Ana. “Stop it!” seru Ratna membuat kelima rekannya tersentak kaget. “Siapa bilang aku mau datang ke pesta itu?” Devi membatalkan semburan pidatonya pada Ratna ketika ponsel Ratna berbunyi. Ratna mengabaikan ponselnya karena dia tahu itu dari Freddy. Wanita itu sengaja memberi nada dering khusus untuk panggilan Freddy agar dia bisa menghindarinya. “Kok dibiarin?” tanya Lidya. “Cuma pengganggu. Abaikan saja.” Ucap Ratna cuek sambil melahap makanannya. Mendadak Maria yang duduk paling jauh dari jangkauan Ratna meraih ponsel yang masih terus berdering. “Gila! Ini baru namanya wow!” seru Maria sambil menunjukkan layar smartphone Ratna pada yang lain. Ratna memijat keningnya dengan frustasi. Dia baru ingat kalau Freddy pernah mengutak-atik ponselnya tanpa izin. Polisi penggoda itu menyimpan nomor dirinya di ponsel Ratna dengan nama My Darling lalu memasukkan foto dirinya sendiri. Devi menerima panggilan dari Freddy, mengaktifkan loudspeaker lalu meletakkannya di tengah meja. “Hai, darl. Kapan pulang? Udah kangen berat nih. Aku bosan di rumah sendirian.” Mulut Lidya membentuk kata OMG tanpa suara. Ratna yakin mereka mulai berpikir macam-macam mendengar kalimat Freddy. “Kamu tidak punya jam, ya? Ini baru waktunya makan siang.” Jelas Ratna jengkel. Devi mencubit lengan Ratna untuk memperingatkan nada kasar wanita itu. Ratna mengerang sambil membalas Devi dengan pukulan. “Darl, are you okay? Ini di loudspeaker, ya?” Ratna sudah tidak berminat lagi untuk meladeni Freddy dan bersiap memutuskan sambungan. Dengan sigap Ana menyambar tangan Ratna. “Hai, aku Lidya. Kamu kekasihnya Ratna, ya?” Ratna melotot mendengar pertanyaan Lidya. Freddy terdiam selama beberapa saat. “Iya, dan kamu pasti teman sekantor darlingku.” “Tepat sekali.” Lidya menjauhkan ponsel itu dari jangkauan Ratna. “Aku belum tahu siapa namamu. Ratna tidak pernah bercerita kalau dia sudah memiliki kekasih.” “Aku memang belum punya kekasih.” Geram Ratna. “Panggil saja aku Freddy.” “Baiklah, Freddy. Aku tidak punya waktu lama. Malam minggu besok ada pesta di kantor kami. Tapi Ratna bilang tidak mau datang. Jadi bisakah kamu membujuk Ratna untuk datang ke pesta itu? Tentu saja kamu harus mendampinginya.” “Jangan khawatir. Kami pasti datang.” Ratna mendengus kesal melihat kelima rekannya tersenyum puas. Ratna yakin saat ini Freddy juga sedang menyeringai senang. --------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN