Rabu (11.59), 09 Juni 2021
-----------------------
Ratna meletakkan kresek berisi buah apel di meja dapur. Sejenak dia terdiam untuk menenangkan degup jantungnya. Perasaan aneh yang timbul karena pertemuannya dengan pria asing di toilet kantor tadi siang sudah hilang ketika dirinya disibukkan kembali dengan pekerjaan kantor. Namun perasaan itu muncul lagi ketika dia mulai memasuki pekarangan rumah Freddy dan tidak menemukan mobil lelaki itu di garasi.
Sendirian.
Tas kantor yang dibawa Ratna jatuh. Nafasnya mulai tersengal-sengal. Wanita itu meremas dadanya untuk menghentikan detak jantungnya yang terasa menyakitkan. Rasa takut menjalari seluruh tubuhnya.
“Jangan sungkan. Anggap saja rumah sendiri.”
Ratna mundur selangkah mendengar suara itu. Suara wanita yang begitu dibencinya.
“Kau yakin dia masih perawan?”
Kaki Ratna berubah lemas mendengar suara lelaki itu. Dia kembali mundur dan menempelkan punggungnya di dinding dapur dengan ketakutan.
Kini pendengaran Ratna dipenuhi suara tawa wanita itu ketika menanggapi pertanyaan lawan bicaranya. Ratna menutup kedua telinga untuk menghentikan suara itu. Tubuhnya gemetar. Keringatnya bercucuran bercampur dengan air mata yang membasahi wajah cantiknya. Dia berusaha meredam isak tangisnya agar kedua orang itu tidak tahu dimana dirinya berada.
Sambil bersandar di dinding, Ratna menyeret tubuhnya menuju kamar di lantai atas. Kakinya tersangkut anak tangga dan nyaris jatuh terguling. Beruntung tangannya erat mencengkeram susuran tangga.
Dengan air mata yang semakin deras mengalir, Ratna merangkak menaiki tangga menuju kamarnya. Dia segera mengunci pintu lalu menangis tersedu-sedu di sudut ruangan. Berkali-kali Ratna meremas rambutnya untuk menghentikan bayangan yang berpesta dalam benaknya.
“Kakak, tolong aku!”
***
Freddy mengumpat kesal sambil memarkir mobilnya di garasi. Tadinya Freddy hanya akan keluar untuk bertemu temannya. Tapi dalam perjalanan pulang mobilnya malah mogok.
Freddy masuk ke dalam rumah sambil mencari-cari keberadaan Ratna. Dalam benaknya dia sedang merangkai kata untuk membuat alasan kepada wanita itu. Harusnya Freddy belum bisa menyetir mobil sendiri mengingat lengannya yang retak.
“Darling, aku pulang.” Ucap Freddy sambil berjalan menuju dapur.
Freddy sangat senang memanggil Ratna seperti itu. Wajah cantik Ratna tampak menggemaskan ketika memerah karena marah akibat panggilan sayang darinya.
Lelaki itu mendesah ketika mendapati meja makan masih kosong. Biasanya Ratna langsung memasakkan makanan untuknya begitu wanita itu pulang kerja. Pasti sekarang dia sangat marah. Dia pasti semakin curiga bahwa Freddy hanya pura-pura terluka.
Freddy menatap penasaran kresek di atas meja dapur. Freddy berjalan ke arah meja dapur dan nyaris jatuh ketika kakinya tersangkut benda yang tergeletak di lantai. Lelaki itu menatap heran tas Ratna lalu memungutnya dari lantai. Tidak biasanya Ratna membiarkan barangnya berserakan. Sejenak lelaki itu mengintip kresek yang berisi apel. Senyumnya merekah. Ratna begitu perhatian padanya walau harus dengan sedikit paksaan.
Sambil bersiul senang Freddy membawa tas kerja Ratna menuju lantai dua. Dia yakin wanita itu di kamarnya. Perlahan dia mengetuk pintu kamar dan menyiapkan diri untuk menerima tuduhan dan omelan darlingnya.
“Darling, kau di dalam?” tanya Freddy setelah beberapa lama tidak ada sahutan.
“Darl, ayolah. Aku bisa jelas . . .”
“Pergi!!”
Freddy tertegun mendengar teriakan Ratna. Ada yang aneh dengan suaranya. Wanita itu seperti . . . histeris?
Kali ini Freddy tidak lagi mengetuk namun menggedor pintu dengan kepalan tangannya. “Ratna, ada apa? Apa kau baik-baik saja?”
Mendadak suara benda keras menghantam pintu dari dalam kamar. Bukan hanya sekali. Sepertinya Ratna melemparkan semua benda di sekitarnya ke arah pintu.
Perasaan panik dan khawatir mulai menyelimuti Freddy. Dengan tergesa dia mendobrak pintu kamar. Freddy tidak siap menghindar ketika sebuah botol kaca dari meja rias Ratna melayang lalu menghantam tepat mengenai keningnya. Darah segar mengalir dari keningnya yang terluka. Freddy menahan rasa sakit yang menyerang kepalanya. Dengan hati-hati dia mendekati Ratna yang sedang meringkuk di sudut ruangan dekat meja riasnya.
“Ratna.” panggil Freddy pelan.
Tidak ada respon. Tubuh Ratna yang tampak basah karena keringat dan air mata bergetar. Perlahan Freddy semakin mendekat. Mendadak tangan wanita itu bergerak cepat melempar botol parfum. Kali ini Freddy dengan sigap menghindar lalu dengan cepat bergerak mencengkeram lengan Ratna yang hendak meraih benda lain.
“Ratna, tenanglah. Apa ada yang menyakitimu?”
Wanita itu meronta-ronta untuk melepaskan diri dari Freddy. “Lepaskan, tolong jangan sakiti aku!”
Freddy semakin panik ketika melihat mata Ratna yang memerah karena tangis menatapnya dengan pandangan kosong. Dia yakin wanita itu tidak sadar siapa orang dihadapannya.
“Hei, hei. Ratna, lihatlah baik-baik. Ini aku Freddy.” Lelaki itu berusaha menjelaskan dengan lembut.
“Aku mohon, pergi.” Ratna menangis terisak-isak. Rontaannya semakin lemah.
Suatu perasaan aneh melingkupi hati Freddy ketika melihat wanita yang tidak pernah menunjukkan rasa takutnya walaupun semua orang memojokkan dirinya kini meringkuk ketakutan. Perasaan ingin melindungi menyeruak dalam diri Freddy. Mengabaikan rontaan Ratna, Freddy memeluk Ratna dengan erat.
Perbuatan Freddy membuat Ratna semakin panik. Dengan kasar wanita itu menggigit pundak Freddy. Lelaki itu mengabaikan rasa sakit di pundaknya lalu mempererat rangkulannya.
“Ssst, tenanglah. Kau aman. Ada aku di sini.” Bisik Freddy berkali-kali.
Beberapa saat kemudian mendadak tubuh Ratna melemas. Isak tangisnya berhenti. Freddy menunduk dan melihat mata wanita itu terpejam. Sepertinya dia pingsan. Dengan lembut Freddy mengangkat tubuh Ratna ke atas ranjang. Perlahan lelaki itu duduk di tepi ranjang. Tangannya membelai lembut pipi Ratna.
“Hal buruk apa yang sudah kau alami?” desahnya lalu Freddy tersenyum lembut. “Kurasa walau dua minggu perjanjian itu sudah berlalu, aku tetap tidak bisa melepaskan dirimu.”
***
Lelaki itu membuka pintu sebuah rumah kontrakan dengan kunci cadangan. Perasaan takut dan khawatir memenuhi dadanya. Selama dua hari dirinya disibukkan dengan kegiatan di club sehingga tidak sempat mampir. Baru semalam dia memiliki waktu untuk datang ke rumah kontrakan itu, mengawasi penghuninya secara diam-diam seperti biasa, namun tempat itu kosong.
Tanpa pikir panjang lagi lelaki itu menggunakan kunci cadangan yang dimilikinya ketika mengontrak rumah itu.
Ya, rumah itu merupakan salah satu dari sekian banyak fasilitas yang disediakan lelaki itu untuk gadis mungilnya. Sebenarnya dia sanggup untuk membelikan rumah, namun dia tidak mau gadis mungilnya terlalu banyak makan uang haram darinya. Apalagi sekarang gadis mungilnya sudah sanggup menghidupi dirinya sendiri.
Begitu pintu berhasil dibuka, lelaki itu segera menyusuri tiap ruangan. Perasaan panik semakin melilit dadanya ketika tidak bisa menemukan gadis mungilnya. Dia melawan rasa takutnya dan berusaha memperhatikan semua hal kecil dalam rumah itu. Tidak ada yang aneh. Rumah itu ditinggalkan dalam keadaan rapi.
Lelaki itu berbalik ketika mendengar derap langkah kaki seseorang menghampirinya yang sedang berada di kamar yang digunakan gadis mungilnya.
“Kau menemukan sesuatu?” dia tidak bisa menahan getaran dalam suaranya.
Lelaki yang sekarang berdiri di ambang pintu menggelengkan kepalanya. “Aku sudah tanya tetangga sekitar sini, tapi tidak ada yang tahu kemana perginya Ratna.”
“Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan Maya?”
Lelaki di ambang pintu mengangkat satu alisnya dengan bertanya. “Memangnya kau melakukan suatu kesalahan?”
Lelaki yang ditanya mendongak menatap langit-langit kamar lalu menggeleng. “Aku tidak merasa melakukan kesalahan kali ini. Tapi kau tahu sendiri bagaimana sifat iblis wanita itu.”
Lelaki di ambang pintu menatap sahabatnya dengan iba. “Kurasa wanita iblis itu punya kelainan jiwa. Seharusnya dia dikurung di rumah sakit jiwa.” Sejenak dia terdiam. “Apa kau sudah mencoba menghubungi panti Kurnia? Mungkin dia sedang menginap di sana.”
“Kau benar. Kenapa aku tidak memikirkan hal itu.”
Lelaki itu bergegas keluar kamar sambil mencari kontak panti Kurnia di ponselnya. Lelaki yang sejak tadi berdiri di ambang pintu mengikutinya lalu mengunci kembali rumah kontrakan itu. Mereka bergegas menuju mobil yang terparkir beberapa meter dari rumah itu.
“Halo,” sapa lelaki itu pada orang yang dihubunginya.
“. . .”
“Iya. Saya sedikit sibuk akhir-akhir ini. Bagaimana kabar anda dan orang-orang di sana?”
“ . . .”
“Semoga tidak ada yang tertular lagi. Sebenarnya saya ingin bertanya tentang Ratna. Apa dia menginap di panti?”
“ . . .”
“Di rumah teman?”
“ . . .”
“Apa Ratna memberitahukan alamatnya?”
“ . . .”
“Ah, baiklah. Terima kasih. Maaf merepotkan anda.” Lelaki itu memutus sambungan telepon.
Beberapa saat kemudian sebuah pesan masuk ke ponselnya. “Katanya Ratna sedang menginap di rumah temannya selama dua minggu.” Jelas lelaki itu sambil menunjukkan isi pesan pada sahabatnya yang bersandar di kap mobil.
“Kita pergi ke sana sekarang?”
Lelaki itu mengangguk sambil bergegas masuk ke mobil di ikuti sahabatnya.
---------------------
♥ Aya Emily ♥