Dinda duduk di salah satu kursi. Pandangannya lurus ke depan ke arah seorang wanita yang telah merusak rumah tangganya.
Magdalena tertunduk. Tangan kirinya masih mengenakan arm slim setelah terserempet mobil beberapa waktu yang lalu.
"Mengapa Kau tega melakukan ini?!"
Dinda akhirnya melontarkan pertanyaan setelah hampir lima belas menit keduanya hanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Kau ingin tahu alasannya?" Lena balik bertanya. "Aku mencintai mas Aryo jauh sebelum dia mengenalmu."
Deg.
Dinda membuang muka. Sebelum menemui Lena, ia berjanji untuk tidak menitikkan air mata di depan wanita yang sudah merusak rumah tangganya itu. Meski perasaannya remuk mendengar pengakuan Lena, tetapi Dinda tak akan terlihat lemah di depan Lena.
"Lalu mengapa Kau tidak jujur sejak awal? Kupikir Kau teman, tetapi Kau tega--"
"KAU YANG TEGA, DIN!! KAU TAK TAU DIRI dan hanya MEMIKIRKAN Dirimu sendiri!!" potong Lena.
Dinda tercengang. Ia sampai tak bisa berkata-kata lagi. Dinda tak habis pikir Lena menyebutnya tak tahu diri.
"Selama ini Kau hanya meminta untuk dimengerti tanpa peduli bagaimana perasaan orang-orang di sekitarmu! Awalnya ku kira Mas Aryo akan menyadari sikap buruk mu ini, tapi aku salah!" Lena tersenyum kecut.
"Bukannya menjauh darimu, dia justru makin peduli bahkan tertarik padamu!" lanjut Lena.
"Apa-- maksudmu, Len? Aku tak mengerti--"
"Tentu saja Kau tak mengerti! selama ini Kau hanya memintaku untuk memahami!! Itu juga yang Kau lakukan pada mas Aryo!! Kau selalu menjual kisah sedihmu demi mendapatkan perhatian Kami kan?!" sembur Lena berapi-api.
Bibir Dinda bergetar. Tanpa sadar ia mencengkeram dadanya yang terasa begitu sesak. Selama ini ia begitu tulus menganggap Lena sebagai seorang teman, tetapi rupanya ia tertipu. Dinda baru mengetahui bahwa Lena menyimpan rasa benci padanya.
"Mengapa Kau diam, Dinda?! Apa sekarang Matamu sudah terbuka, Hah?!" gertak Lena.
Dinda mengatur nafasnya sebaik mungkin sebelum menanggapi apa yang Lena tuduhkan padanya.
"YA!! Kau benar Lena! Sekarang akhirnya mataku benar-benar terbuka. Aku tahu wanita seperti apa Kau sebenarnya! Kau tak lebih dari seorang pembohong yang berpura-pura bersikap manis di depanku. Kau pengkhianat! Bukannya menyadari kesalahanmu tapi Kau malah mengarang cerita sesuka hatimu!" terang Dinda.
Wajah Magdalena memerah. Meski begitu, ia masih bisa tertawa.
"Ahahaha!! Lalu apa? Kau berharap aku meminta maaf padamu?!" tanya Lena dengan senyum sinis.
Dinda kembali menarik nafasnya.
"Aku tak mengharapkan apapun padamu, Len! setidaknya setelah kejadian ini aku bisa belajar untuk lebih berhati-hati dalam berteman--"
"Ahahahahha!! berhati-hati dalam berteman?!" potong Lena dengan tawa menggelegar.
"Memangnya siapa temanmu, Adinda??! Sejak Kau menikah dan pindah bersama Mas Aryo, Kau tak memiliki teman!! Hanya AKU yang masih peduli padamu!!" tegas Lena begitu percaya diri.
Adinda memejamkan mata mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Magdalena.
"Harusnya Kau sadar diri! Mas Aryo mulai bosan hidup bersamamu, Dinda! Kau tak bisa memberikan apa yang dia inginkan," lanjut Lena.
Dinda tersenyum simpul.
"Jadi Kau pikir Kau bisa memberikan apa yang ia butuhkan?! Itu kan cara yang Kau gunakan untuk menghasutnya!" cerca Dinda.
"Itu bukan hasutan! semua yang aku katakan adalah fakta!"
Dinda kembali tersenyum sinis.
"Lalu apa mau mu Lena? Kau ingin aku pergi dari Mas Aryo? Kau akan menggantikan posisiku sebab Kau merasa jauh lebih baik dariku, Hah?!" tanya Dinda.
Magdalena diam.
"Oh jadi benar itu yang Kau inginkan," Dinda mengambil kesimpulan dari sikap Lena. Ia menghabiskan sisa minuman yang ia pesan kemudian berdiri.
"Berhenti mengganggu rumah tanggaku! Jika Kau pikir aku akan menyerahkan mas Aryo padamu setelah kejadian ini, Kau salah besar!! Aku tak akan pernah meninggalkan suamiku selama dia masih memperjuangkan ku!!"
Dinda berbalik. Magdalena terkesiap. Ia tak menyangka Dinda masih mau menerima Aryo setelah apa yang mereka lakukan.
"Dinda!! Kau-- benar-benar tak tahu diri! Mas Aryo hanya kasihan padamu!!" teriak Lena.
"Banyak hal indah yang telah kita lalui bersama!! Kau pasti menyesal menerimanya kembali!! DINDA!!! DINDAA!!"
Lena berdiri dengan frustasi. Andai saja tangannya tak cidera, ia pasti sudah mengejar Adinda.
"Breng$ek!! Kau Breng$ek, Dinda!!" umpat Lena. Kakinya menendang kursi saking kesalnya. Beruntung tak ada seorang pun di kafe tersebut, sehingga tak banyak orang yang menatap penasaran ke arahnya.
Sementara itu, Dinda berlari ke sisi lain gedung. Ia terduduk sambil memegangi dadanya.
"Ya Tuhan... Ini sakit sekali... Kuatkan aku..." isaknya.
Awalnya ia kira Lena akan meminta maaf padanya, tetapi ternyata wanita itu justru membuatnya semakin sakit.
Hingga saat ini rasa kecewa dan marah Dinda pada Aryo belum juga reda. Namun, melihat sikap Lena yang sama sekali tak menunjukkan penyesalan membuat Dinda yakin untuk mempertahankan rumah tangganya. Melepaskan Aryo berarti membiarkan Magdalena menang. Tak peduli dengan rasa sakit yang makin dalam, Dinda akan tetap mempertahankan rumah tangganya bersama Aryo.
***
Sebulan berlalu. Aryo sudah meminta maaf pada Dinda. Ia bahkan tak lagi memilih Magdalena sebagai sekretarisnya. Moment cuti Lena ia gunakan untuk mencari sekretaris baru tanpa menimbulkan kecurigaan.
Meski sulit, akhirnya Dinda bisa kembali menerima Aryo. Keduanya berkomitmen untuk mencoba memulai dari awal.
Lantas, Apakah ada perbedaan setelah kejadian itu?
Tentu saja ada.
Cinta Dinda sudah pasti tak sebesar dulu lagi. Perselingkuhan adalah sesuatu yang sangat riskan dalam sebuah hubungan, terlebih dalam sebuah pernikahan. Ibarat kaca yang sudah retak, maka tak akan mudah untuk menyatukannya kembali.
Sekali berselingkuh, maka bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi lagi di kemudian hari. Apalagi Dinda merasa bukan hanya dia saja yang berubah, tetapi Aryo pun tampak berbeda. Suaminya itu seperti masih menyembunyikan sesuatu darinya. Beberapa kali Dinda memergoki Aryo tengah melamun. Tak biasanya suaminya itu bersikap seperti itu.
Apakah Aryo masih memikirkan Magdalena??
Dinda tak tahu dan tak mau tahu. Baginya, Magdalena adalah ular berbisa yang harus dihindari. Sejak hari itu, tak sekalipun nama Magdalena di sebutkan oleh Aryo maupun dirinya sendiri. Aryo dan Dinda sepakat membenahi bahtera yang hampir tenggelam dihantam badai.
Begitulah, hari-hari Dinda kembali disibukkan dengan pekerjaan sebagai pengasuh. Meski belum menjadi karyawan tetap, tetapi Dinda sangat menikmati pekerjaannya. Tiga kali dalam seminggu ia bertemu dengan Kevin dan anak-anak lainnya.
Sore itu, seperti biasa Aryo menjemput Dinda ke tempat kerja (jika Aryo tidak lembur). Aryo berniat untuk mengajak Dinda berkunjung ke rumah orangtuanya.
Sepanjang perjalanan keduanya berbincang hal-hal hal ringan. Setengah jam kemudian mobil Aryo mulai memasuki kompleks perumahan orang tuanya. Ketika mobilnya melintasi rumah bu Inggrit, terlihat beberapa orang berlarian di sekitar rumah itu.
"Mas, coba berhenti sebentar!" pinta Dinda. Aryo mengangguk. Dinda sudah menceritakan pada Aryo tentang bagaimana dirinya bisa mengenal Bagas.
Aryo dan Dinda mendekat ke rumah bu Inggrit.
"Maaf Pak, apa yang terjadi?" tanya Aryo pada salah seorang pria.
"Ini Mas, Bu Inggrit terjatuh di kamar mandi."
"Astaghfirullah..." lirih Dinda.
Tak berselang lama, terlihat Bagas keluar membopong ibunya menuju mobil. Sementara itu, seorang asisten rumah tangga terlihat menahan Kevin yang berlari untuk mengikuti sang ayah.
"Papa!! Kevin ikut!!" teriaknya.
"Kamu di rumah sama mbak Rani. Papa harus segera membawa Oma ke rumah sakit!" jawab Bagas tegas. Ia terlihat terburu-buru sehingga sedikit keras pada putranya.
"Kevin nggak mau sama mbak Rani. Kevin mau ikut Papa!" teriak Kevin.
"KEVIN!" bentak Bagas. Ia menatap tajam putranya. Melihat wajah sang ayah, kontan Kevin menangis.
Melihat hal itu membuat Dinda tergerak untuk mendekat. Aryo tampak menahan lengannya, tetapi Dinda meyakinkan Aryo bahwa ia hanya ingin membantu, bukan ikut campur.
"Kevin.." panggilnya.
Kevin menoleh. Melihat Dinda membuat bocah itu berlari ke arahnya dan memeluknya sambil tersedu.
Bagas mengusap wajahnya dengan frustasi. Ia meminta putranya itu untuk kembali pada Rani, ART di rumah ibunya, tetapi Kevin menolak. Ia bahkan bersembunyi di belakang Dinda.
Dinda menuntun Kevin untuk mendekat pada ayahnya.
"Pak Bagas, jika Bapak mengizinkan, saya tak keberatan untuk menjaga Kevin supaya Bapak bisa segera membawa Bu Inggrit ke rumah sakit," kata Dinda.
"Tidak Din! Aku tak akan membuatmu repot. Lagipula Kevin harus belajar memahami aturan," jawab Bagas. Ia masih terus menatap putranya yang terus bersembunyi di belakang Dinda.
"Tapi saat ini situasinya genting. Bapak harus segera membawa Bu Inggrit ke rumah sakit. Saya janji nanti akan menasehati Kevin, Pak," janji Dinda.
Bagas terlihat bimbang.
"Maka--sih Ya, Din--da.. Ba--gas, kaki mama sakit. Cepet-- anterin Mama--ke rumah sakit," rintih Inggrit dari dalam mobil.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Bagas membiarkan Kevin bersama Dinda dan Aryo. Dinda pun meminta izin untuk membawa Kevin ke rumah mertuanya terlebih dahulu. Bagas mengizinkan asalkan Kevin mau bersikap baik.
Setelah Bagas pergi, Dinda dan Aryo melanjutkan perjalanan ke rumah orangtuanya. Waktu itu sudah melewati waktu magrib.
Aryo, Dinda, dan juga Kevin keluar dari mobil. Aryo berjalan di depan, sementara Dinda dan Kevin mengikuti dari belakangnya.
"Assalamualaikum..." sapa Aryo sembari membuka pintu.
"Walaikumsalam.." terdengar jawaban dari dalam rumah. Bukannya masuk ke dalam rumah, Dinda melihat Aryo justru mematung di depan pintu.
"Mas? Ada apa?" tanya Dinda penasaran.
Aryo tak menjawab. Satu tangannya masih memegang gagang pintu, sementara tangan yang lain menggantung lunglai di samping tubuhnya.
"Aryo! Mengapa Kamu tega berbuat seperti ini pada Magdalena??!!" tanya Yanti dari dalam rumah.
"Magdalena??"
Jantung Dinda seakan berhenti berdetak. Apa yang terjadi? Apakah saat ini Magdalena ada di rumah mertuanya?
Dinda memberanikan diri untuk melangkah lagi. Ia berhenti tepat di sisi Aryo, tangannya masih menggandeng Kevin yang tersembunyi di belakangnya.
Tubuh Dinda mematung, sama seperti Aryo. Matanya menatap tak percaya pada wanita yang kini duduk di samping Yanti dengan kepala bersandar pada bahu wanita paruh baya itu. Wajah Lena terlihat murung dengan mata sembab oleh air mata
Di kursi lain, Hendrawan terlihat menatap putranya dengan tatapan penuh amarah. Rahangnya tampak keras dengan gigi bergeletuk.
"Apa-- maksud Mama? dan-- mengapa wanita ini ada-- disini?"
Sebuah pertanyaan akhirnya keluar dari mulut Aryo. Dinda masih terdiam, ia tak tahu apa lagi yang direncanakan oleh Magdalena.
Yanti berdiri. Ia berjalan mendekat pada Aryo kemudian...
PLAK!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aryo. Dinda tersentak hingga membungkam mulutnya.
"Apa aku membesarkan mu untuk menjadi pria tak bertanggungjawab??!!" bentak Yanti.
"Apa-- maksud Mama?" protes Aryo, tangannya masih memegangi pipinya yang terasa panas.
"Bisa-bisanya Kau meniduri wanita lain kemudian menelantarkannya begitu saja!!! Magdalena HAMIL karena perbuatanmu, Aryo!!!" teriak Yanti dengan wajah penuh amarah.
DUARR!!
Bagai mendengar petir di siang bolong, Dinda terhuyung setelah mendengar kata-kata Yanti.
Magdalena hamil??
Next ▶️