28 : Involute

2212 Kata
Dalam kasus ini, ternyata akal lebih unggul daripada hati. ∞   Air Terjun Niagara ternyata menyimpan banyak sekali rahasia, di balik derasnya aliran air di luar sana, ternyata di dalamnya terdapat sebuah penjara tahanan rahasia milik keluarga Zhong. Penjara ini dibuat oleh ayah Chenle semata-mata sebagai tempat p********n bagi orang-orang yang telah berkhianat, atau bahkan musuh-musuh yang tertangkap. Tapi, ada salah satu wanita paruh baya tak berdosa yang ikut masuk ke dalam tahanan ini. Huang Sena─akibat dosa yang dilakukan oleh Suaminya, dia berakhir menjadi tahanan di tempat ini. Tidak ada satupun keluarga Huang yang mengetahui keberadaan Sena ... termasuk Renjun. Karena kenyataannya, yang mereka tau Sena sudah meninggal karena sebuah kecelakaan. Yang ternyata, kecelakaan serta pemalsuan kematian itu sudah direncanakan oleh tuan rumah keluarga Zhong dan didasari atas perintah putra angkatnya─Chenle. “Kalian tunggu di sini.” Chenle memberi perintah sebelum memasuki ruang tahanan Sena. Dengan langkah sedikit berat dia kembali menginjakkan kakinya di tempat ini, padahal Chenle sudah tidak mau datang ke tempat ini lagi setelah pertemuan terakhirnya dengan wanita itu. Karena ketika melihat wajah Sena, Chenle justru akan teringat luka terbesar dalam hidupnya, yaitu ibunya. Suara decit pintu yang terbuka sepertinya membuat Sena terjaga, wanita itu langsung beringsut mundur hingga punggungnya menyentuh tembok yang dingin. Tatapan Chenle mengedar, menyadari bahwa tempat ini masih sama. Hanya sebuah penjara kosong dengan sebuah pasung yang terhubung dengan kaki wanita itu. “Ch─Chenle ....” Chenle menoleh, entah mengapa hati kecilnya seperti teriris begitu melihat keadaan wanita itu. Chenle bahkan tidak tau kapan terakhir kali wanita itu membersihkan diri, karena ini sudah lama sekali. Lima tahun itu bukan waktu yang sebentar, bukan? Tapi, semua perasaan kasihan itu langsung lenyap begitu netra mereka bertemu. Hati Chenle berdenyut nyeri untuk alasan yang sama─dia membenci melihat wajah wanita itu, karena dia langsung teringat dengan ibunya. Wajah wanita itu dengan wajah ibunya ... sama. Karena nyatanya, mereka berdua adalah saudara kembar. Awalnya, Chenle sangat menyukai fakta itu ketika dia masih berteman dekat dengan Renjun. Tapi, takdir ternyata berkata lain, Sena diberikan kehidupan sedangkan Sana─Ibu Chenle, diberikan kematian yang lebih cepat daripada yang seharusnya. “Aku benci matamu,” ujar Chenle lirih. “BERHENTI MENATAPKU, BODOH!” Prang! Chenle melemparkan mangkok besi ke arah wanita itu, benda yang muncul dari telapak tangannya secara refleks. Jangan salahkan Chenle, jika niat awalnya datang ke tempat ini telah berubah. Jujur saja, walaupun dia sudah memantapkan hati untuk berdamai, akal sehatnya selalu menang untuk membenci. Karena, apa yang sudah dilakukan oleh keluarga wanita ini terhadap ibunya benar-benar kejam. “Renjun ... di mana ... R-Renjun.” “DIAM!” Chenle berteriak keras. Sebenarnya Chenle bukanlah seseorang yang mudah sakit hati. Tapi, jika sesuatu itu berhubungan dengan masa lalunya, apalagi pada bagian yang menyakitkan, entah kenapa Chenle jadi tidak bisa terkendali, tidak ada yang bisa menghentikan selain dirinya sendiri. “Awalnya aku datang kemari dengan tujuan ingin berdamai. Tapi setelah melihatmu ... aku teringat dengan perlakuan kejam yang sudah suamimu lakukan pada ibuku! Dan lagi, entah untuk alasan apa ... kenapa Renjun tidak pernah meminta maaf padaku?! Apa dia mendukung semua rencana ayahnya?! HAHA! KALIAN SEMUA MEMANG s****n!” Chenle mengerjap cepat ketika mendengar isak tangis dari wanita itu. “BERHENTI MENANGIS! AKU BENCI MENDENGARNYA!” “Renjun ... Reana ....” “BERHENTI MEMANGGIL SEOLAH-OLAH KAMU MENYAYANGI MEREKA! HENTIKAN! AKU BENCI MENDENGARNYA!” Chenle menutup kedua telinganya rapat-rapat, tidak hanya wajah ... bahkan suara mereka juga sama. Dan terlalu menyakitkan rasanya jika Sena memanggil Renjun, sedangkan tidak ada lagi sosok ibu yang bisa memanggil namanya. Bayang-bayang kematian Sana mulai kembali menguasai isi kepala Chenle, membuatnya menangis dalam diam seraya menjambak rambutnya dengan frustasi. Chenle tidak tau sejak kapan dia jadi seperti ini, seolah-olah ada sesuatu yang membuatnya terus, terus, dan terus membenci. “Aku benci memiliki kekuatan ini!” Jauh dilubuk hatinya yang terdalam, Chenle juga merindukan kebersamaannya dengan Renjun. Karena kedua ibu mereka tidak pernah melarang pertemanan mereka, berbeda dengan ayah yang selalu marah jika mereka berdua bertemu. Chenle benci kekuatan ini, karena kekuatan ini yang telah membawa kematian untuk ibunya. Dulu, di saat Chenle tidak bisa melakukan apa pun dan ingin menyerah, selalu ada Sana yang setia berada di sampingnya. Tapi sekarang, karena Sana sudah tidak ada. Siapa lagi yang bisa berada di sampingnya untuk selalu menguatkan? Karena Chenle tidak sekuat itu untuk menjalani kehidupannya sendirian. “Renjun ... tolong pertemukan aku dengan Renjun, aku mo─” “Diam ... tolong diam ....” Chenle menutup kedua telinganya semakin rapat. “Bukan aku yang membunuhnya. Bukan aku, Chenle. Aku hanya ingin bertemu Renjun sekarang, tolong a─” “DIAM ATAU AKU AKAN MENEMBAKKAN PELURU INI DI KEPALAMU!” Chenle menodongkan sebuah pistol ke arah Sena, walaupun jarak mereka tidak dekat tapi Sena sudah dibuat gemetar oleh tindakan Chenle. Sudah lima tahun dia berusaha hidup di sini, dengan berpegang pada sebuah harapan agar bisa bertemu lagi dengan anaknya, tapi apa hidupnya akan berakhir sekarang? “Sebenarnya, memang lebih baik kamu menyusul ibuku di sana. Karena dia pasti kesepian, dan juga agar ini terasa adil untukku. Aku tidak suka kenyataan bahwa aku sendirian, sedangkan Renjun bisa bahagia bersamamu di luaran sana.” “Tolong ... Chenle─jangan! Jangan tembakkan itu!” “Kamu juga harus mengerti posisiku! Aku terlahir tanpa orang tua disisiku, lalu ketika aku baru menemukan kebahagiaan, keluargamu sudah lebih dulu merenggutnya! Memangnya apa salahku?!” “Chenle.” “DIAM!” “Chen─” “Aku rasa memang akan adil jika seperti ini.” DORR! * Stara, Renjun, Jaemin serta Haechan baru saja sampai di kota Shenzhen, Renjun memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggambar tempat ini, karena sudah lama sekali dia tidak datang ke sini. Setelah sampai, Renjun langsung berpikir bahwa semuanya telah berubah. Ada banyak hal yang sudah dia lewati termasuk; pertemanannya dengan Chenle, keluarganya, dan bahkan juga tempat ini. Tentu saja, karena tidak ada yang bisa abadi di dunia ini, pasti akan ada perubahan yang terjadi selang beberapa tahun selanjutnya. Tapi, walaupun sudah berubah. Tetap saja semua hal tersebut pasti memiliki cerita. Seperti tempat ini yang juga banyak menyimpan cerita tentang mereka berdua. “Chenle di mana?” Pertanyaan Haechan mengembalikan kesadaran Renjun, ketiganya langsung menatap ke arah Renjun bersamaan, meminta penjelasan. “Gue juga enggak tau, tempat ini ... udah banyak berubah.” “Kapan terakhir kali kamu ke sini?” “Lima tahun lalu,” jawab Renjun yakin. “Terakhir datang ke sini, karena apa?” Renjun mengernyit, pertanyaan Stara terdengar seperti sebuah interogasi, tapi anehnya Renjun tetap menceritakannya. “Lima tahun lalu, terakhir gue dateng ke sini untuk menuntut penjelasan dan ingin menjelaskan sesuatu ke Chenle. Tentang kematian ibunya dan tentang kematian ibu gue. Tapi sayangnya dia enggak datang.” Membicarakan tentang masa lalu, entah kenapa Renjun tiba-tiba teringat perkataan Jisung. "Dua hari yang lalu, Jisung bilang sesuatu ke gue.” “Apa?!” “Dulu gue bekerja buat dia, dan sekarang gue bekerja buat lo─ah, salah, maksudnya ayah lo.” Renjun meniru perkataan Jisung tempo hari. “Gue enggak mau berprasangka buruk, tapi Jisung sepertinya tau segalanya. Tentang keluarga gue dan Chenle, kematian ibu gue, bahkan kejadian Chenle hampir terbunuh waktu itu.” Dalam diam, Haechan membenarkan semua perkataan Renjun barusan. “Apa kematian ibu kamu ternyata─” “Renjun?” Mereka berempat menoleh, mendapati seorang laki-laki berdiri tidak jauh di belakang Renjun. Stara, Jaemin serta Haechan menunjukkan wajah bingung, sedangkan Renjun dan laki-laki itu justru terkejut. Renjun terkejut karena melihat kedatangan laki-laki yang dikenalnya itu─Winwin. Sedangkan Winwin justru terkejut ketika melihat ke arah mereka bertiga, tanpa menatap sedikit pun ke arah Renjun. “Hm.” Winwin menunduk selama beberapa detik, lalu kembali mendongak dan kali ini serius menatap Renjun. “Siapa mereka?” tanyanya pada Renjun, seraya melirik ke arah mereka bertiga. Renjun diam, bingung harus menjawab apa. Tapi, untungnya Haechan membantunya menjawab. “Kami teman,” jelasnya seraya tersenyum lebar. Mengangguk singkat, Winwin kembali fokus pada Renjun. “Kalian pulang aja, Chenle enggak mau ketemu kalian. Dan katanya, bukan kali ini aja, tapi untuk yang seterusnya. Gue enggak tau ini tentang apa, tapi tadi dia bilang─gue berhenti untuk misinya.” Baru saja Stara ingin menyela, tapi Winwin buru-buru berkata lagi. “Gue pamit, cuma itu yang mau gue sampein,” katanya. Stara yang melihat itu langsung mengernyit aneh, ada dua hal aneh yang memenuhi isi kepalanya sekarang. Pertama, seperti kasus wanita bernama Arin tempo hari lalu, Stara kembali merasakannya ketika bertemu dengan laki-laki ini. Seperti perasaan familiar yang tidak Stara pahami apa maksudnya. Dan yang kedua, kenapa laki-laki itu terlihat sangat buru-buru? Apakah ada sesuatu yang dirinya sembunyikan? * Pukul dua belas malam. Stara menyelinap keluar dari rumah Haechan secara diam-diam, ada sesuatu yang harus dia lakukan untuk saat ini, dan tidak ada seorang pun yang boleh tau tentang hal ini. Setelah mendengar cerita Renjun serta penolakan Chenle sore tadi, Stara tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya tentang masa lalu mereka berdua. Sepertinya masa lalu mereka begitu rumit, maka dari itu Stara tidak meminta tolong kepada Haechan untuk menjelaskan, selain karena Haechan pasti akan menyelinapkan candaan disela ceritanya, juga karena seperti apa yang pernah Haechan katakan padanya. Dia tidak punya hak untuk menceritakannya. Karena bagaimanapun juga, hanya orang-orang yang terlibat saja yang berkemungkinan untuk menceritakannya, dan sekarang Stara akan menemui seseorang yang bisa membantunya menemukan si tokoh utama dalam pencarian Stara malam ini. Tokoh utama itu, Park Jisung. Halaman rumah Haechan tidak luas dan keberadaan rumahnya juga dekat dengan rumah-rumah lainnya, sehingga Stara harus berhati-hati agar tidak ada yang melihatnya. Stara berjalan menuju sudut rumah Haechan, letaknya agak sedikit terpojok sehingga dia bisa saja bersembunyi di sana. Setelah yakin bahwa tempat ini aman, Stara mulai memejamkan kedua matanya, lalu memusatkan kekuatan terbesarnya agar terpancar diseluruh tubuhnya. “Ta asteria yparchoun gia to fos.” Gadis itu bergumam, dan dalam sekejap cahaya mulai menguar kembali dari tubuhnya. Stara merentangkan kedua tangannya, menengadah ke langit dengan mata yang masih terpejam. “Aku Rasi Bintang Ara. Atas kuasa-Nya, meminta izin untuk membuka gerbang langit.” Satu detik setelah kalimat itu terucap, sebuah cahaya turun dari langit, membentuk sebuah garis lurus tepat di hadapan Stara, seperti sebuah jalan penghubung antara bumi dan langit─atau yang Stara sebut sebagai Gerbang Langit. Kedua mata Stara terbuka, dia langsung memposisikan dirinya agar berdiri di bawah cahaya lurus tersebut. “Gafthem.” Cahaya itu kembali naik sesaat setelah Stara berucap, namun kali ini Stara ikut terbawa dalam cahaya tersebut. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tempat itu. Tidak seperti pertama kali Stara turun ke bumi, tempat ini tidak memerlukan waktu selama tiga bulan untuk bisa sampai. Karena ini merupakan perjalanan kedua, dan juga untuk perjalanan yang selanjutnya, akses menuju langit akan bisa lebih cepat. Stara berhenti pada sebuah pijakan yang menghadap langsung pada hamparan langit malam. Gadis ini tidak bisa menahan senyumnya begitu melihat banyaknya bintang yang sedang berjaga malam, tapi tidak mau membuang waktu lama, Stara segera menyelesaikan niatnya datang ke tempat ini. “Circinus,” panggil Stara pelan. Stara memang datang ke tempat ini untuk bertemu dengannya─Circinus, sang Bintang Kompas penunjuk jalan. Samar-samar ada satu Bintang yang mulai bersinar, semakin lama semakin terang, hingga pada titik terakhir penerangannya Bintang itu berubah wujud menjadi sesosok gadis cantik. “Lama tidak bertemu, Ara,” sapanya sambil tersenyum hangat. Stara balas tersenyum. “Kamu pasti tau, Cinus. Semuanya jadi lebih rumit dari yang aku bayangkan.” “Aku lihat semuanya dari sini. Dan sekarang langsung ke inti, karena kamu enggak bisa lama-lama berada di sini.” Stara mengangguk. “Aku butuh bantuan kamu, buat cari keberadaan ... Park Jisung. Kamu Bintang penunjuk jalan, kan? Berarti udah pasti kamu tau di mana dia sekarang, aku butuh buat ketemu dia sekarang.” Circinus terdiam sebentar, lalu tanpa diduga dia melontarkan sebuah pertanyaan yang sukses membuat Stara bungkam. “Kamu datang dengan sebuah rencana rahasia, dan kamu enggak mau libatin Bintang Pendamping kamu yang lain buat rencana ini. Tapi, apa setelah aku kasih tau di mana keberadaan Jisung, kamu bisa cari dia sendirian?” Circinus tersenyum melihat keterdiaman Stara. “Seenggaknya, bawa satu Bintang Pendampingbuat bantu kamu, Ara.” “Renjun?” Stara langsung bertanya cepat. “Membawa seseorang yang akan kamu ungkap masa lalunya? Kamu bercanda?” Stara menghela napas, bingung harus melakukan apa. “Bawa Jaemin.” Stara mengerjap. “Jaemin?” Anggukan Circinus membuat Stara semakin mengerutkan dahi tak mengerti. "Tapi ... kenapa Jaemin?” “Dia seorang Dreamer, bukan berarti tugasnya hanya sekadar bermimpi lalu bertemu dengan seseorang di dalam mimpinya. Kamu tentu tau kemampuan itu bisa bekerja lebih hebat dari yang kamu bayangkan, selain bisa sadar di dalam mimpinya sendiri, Jaemin tentu bisa untuk mengendalikan mimpi seseorang yang dia inginkan.” “Tapi kemampuan Jaemin belum berkembang sampai di sana, Cinus!” Stara berucap tegas. “Kita belum tau kalau belum mencobanya, kan, Ara?” Circinus memejamkan matanya sejenak, dan dalam hitungan detik kedua matanya terbuka lagi bersamaan dengan sesuatu yang terlihat seperti kilasan gambar muncul dan terpampang jelas di atas kepalanya. “Park Jisung ada di tempat itu, aku akan memberikan gambar ini kepada Jaemin lewat mimpinya, dan sekarang kamu kembali, meminta Jaemin untuk masuk ke dalam mimpi Renjun, lalu kemudian mengendalikan mimpinya agar dia menggambar tempat itu. Kamu mengerti maksudku, kan?” Stara mengangguk semangat. “Terima kasih, Circinus,” ucapnya tulus sebelum akhirnya pergi dan kembali ke Bumi untuk menyelesaikan misi rahasianya bersama Jaemin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN