21 - Spin Off: Lee Haechan (2)

1520 Kata
Cobalah jadikan dirimu ke dalam versi terbaik dari apa yang kamu punya. Namun, jangan terlalu memaksakan sampai menjadi sempurna. Karena yang terpenting, kamu harus bahagia dan tetap baik-baik saja. ∞ “Dia udah hidup belum?” “Sabar, kamu tunggu sebentar lagi.” “Aku tak─” “Tolong ya, lo udah mengganggu waktu gue buat nganterin lo balik ke bulan ini, cuma buat bantuin dia. Tapi sekarang lo malah takut?” “Jangan kasar sama perempuan.” Suara-suara itu perlahan mulai terdengar dikedua telinga Haechan, dari suaranya Haechan bisa menebak bahwa ada tiga orang di sana. Tapi kedua matanya terasa sangat berat untuk terbuka, dan tubuhnya juga masih sangat lemas untuk digerakkan. Haechan masih ingat, bahwa terakhir kali dia sudah kehilangan kesadarannya dan Haechan juga yakin bahwa sekarang dia masih berada di tempat yang sama. Tapi siapa tiga orang didekatnya ini? Dan bagaimana caranya mere─ “Sekarang kita bisa keluarin dia dari sini, kan?” “Lo lupa apa gimana sih? Kita sekarang dalam wujud jiwa bukannya raga manusia asli, gimana caranya bisa keluarin dia dari sini?” “Jangan kasar sama perempuan!” “Oke, maaf.” Haechan ingin sekali membuka kedua matanya, dan melihat siapa tiga orang di dekatnya ini, tapi dia benar-benar tidak bisa bergerak sedikitpun. “Kalo gitu aku butuh benda berat, biar dia bisa pecahin kaca di atas sana, dan tangga sebagai alat agar dia bisa memanjat ke atas sana.” “Lo ini bener-bener─ngapain sih sebenernya bantuin dia?!” “Gue bisa kasih lo dua benda itu.” Haechan salah, bukan tiga orang ... tapi ada empat orang di sini sekarang. Dan dari suaranya Haechan menebak, bahwa ada tiga laki-laki dan satu perempuan. “Kalo gitu, munculin sekarang. Jangan kelamaan mikir, nanti dia keburu bangun.” Hening tiba-tiba, Haechan tidak tau apa yang terjadi. Karena walaupun kesadarannya sudah kembali, tapi kedua matanya masih tertutup rapat. “Semoga kamu bisa selamat.” “Ayo, kita harus kembali.” “Sebentar.” Suara gadis itu menahan yang lain, Haechan tidak tau apa yang sebenarnya gadis itu lakukan, tapi dia bisa merasakan dengan jelas bahwa ada seseorang yang kini berada dekat dengan dirinya. “Aku tau kamu sebenarnya udah sadar, tapi kamu masih belum bisa buka mata kamu. Tapi nanti ketika kamu udah sadar sepenuhnya, aku harap kamu bisa dengan cepat keluar dari sini. Dan terakhir, jika kamu mendengar semua percakapan kami sebelumnya, maka setelah kamu bangun nanti, kamu akan melupakan semua hal yang telah kamu dengar sekarang.” Suara terakhir itu terdengar bersamaan dengan kedua mata Haechan yang perlahan terbuka. Dia mengerjap berusaha menyesuaikan kedua matanya dengan banyaknya debu di tempat ini. “Uhuk!” Haechan terbatuk. Bola matanya mengedar, dan langsung terkejut ketika menemukan sebuah tangga dan satu besi berukuran sedang diujung sudut tempat ini. Dan dalam sekejap kebingungan langsung melanda dirinya. Dari mana benda itu datang? Karena Haechan masih ingat dengan jelas bahwa tidak ada apapun di tempat ini selain dirinya sendiri. Haechan tidak perlu memikirkan hal itu, karena sekarang yang harus Haechan lakukan adalah cepat-cepat keluar dari tempat ini. Haechan berterimakasih didalam hati untuk Tuhan yang mungkin saja sudah membantunya, dan memberikannya jalan karena mungkin ini bukan saatnya bagi Haechan mendapatkan kematiannya. Dia segera bangkit dan memanfaatkan kedua benda itu untuk bisa keluar dari tempat ini, karena jika Haechan menunda lagi, kemungkinan besar pernapasannya akan terhenti. Dengan kekuatan yang masih tersisa, Haechan menggeser tangga hingga berada dekat dengan kaca jendela yang berukuran sedang. Dia menaiki tangga itu, dan tidak lupa membawa besi ditangannya. Sebelah tangannya yang memegang besi itu dia arahkan untuk memecahkan kaca dengan sekuat tenaga. TARRR! BRUK! Haechan tidak memperdulikan tubuhnya yang terasa sakit akibat menabrak tanah setelah berhasil lompat dari atas sana, karena setidaknya dia sudah berhasil keluar dan bisa menghirup udara sebanyak-banyaknya. Semoga saja ada yang menemukannya, karena jujur saja Haechan terlalu lemas untuk berjalan dan yang bisa dia lakukan saat ini hanya terpejam kembali. * “Paru-paru anak anda sekarang bermasalah.” Helaan napas panjang keluar dari bibir Haechan, tangannya yang sedari tadi bertengger dipundak sang Ibu langsung membuat gerakan usapan pelan. “Echan baik-baik aja, ibu jangan khawatir,” katanya meyakinkan karena sang Ibu sudah terlihat akan menangis saat itu juga. “Gimana ibu enggak khawatir?! Kalo seharian kamu hilang, dan setelah ketemu kamu langsung sakit kayak gini?!” “Ssttt! Echan enggak apa-apa. Udah jangan teriak itu malu diliatin sama dokternya.” Kemudian dia beralih menatap dokter di depannya. “Semuanya bakal baik-baik aja selagi saya nggak kecapean kan, Dok?” “Iya, dan usahakan kamu tinggal di tempat yang tidak banyak berdebu.” “Kami memang akan pindah ke Jeju hari ini.” Ibu Haechan menyela cepat. “Terima kasih, Dok. Karena sudah merawat anak saya dengan baik selama tiga hari ini, kalau begitu kami permisi.” Haechan dan Ibunya segera keluar dari ruangan dokter. “Ibu duluan aja, ya? Echan ada perlu sebentar.” “Kamu mau kemana lagi?” “Ketemu Jaemin, perpisahan lah ... sebentar aja, ya?” “Janji jangan kecapean?” Haechan tersenyum lebar lalu mengecup cepat pipi Ibunya. “Echan janji.” Kali ini dia bisa berjanji, karena Haechan yakin bisa menepatinya. * Bohong kalau Haechan bilang dia tidak trauma, karena kenyataannya selama perjalanan menuju sekolah, dia terus saja waspada terhadap pria-pria berbadan besar yang menggunakan pakaian hitam. Karena Haechan takut penculikannya akan terjadi lagi. “Lo beneran udah sehat?” Suara Jaemin menyadarkan Haechan bahwa dia sudah sampai di depan sekolah. Mereka memang berjanji untuk bertemu di depan sekolah. “Gue udah enggak apa-apa kok.” “Lo bener baik-baik aja kan, Chan?” Jaemin bertanya lagi, memastikan. Dia tahu kabar kalau Haechan diculik, bahkan selama tiga hari kebelakang Jaemin juga rutin menjenguk laki-laki ini di rumah sakit. “Baik, Nana. Tenang aja, jangan panik gitu.” Tapi Jaemin … maafkanlah Haechan yang sudah menyembunyikan tentang penyakit barunya. Jaemin mengangguk singkat. “Lo jadi ke Jeju?” “Jadi dong.” Ada gurat sedih dari wajah Jaemin yang tak tertangkap oleh indera penglihatan Haechan, hanya saja Jaemin tetap tidak bisa menyembunyikannya karena Haechan akan tau segala bentuk perasaan yang saat ini sedang Jaemin rasakan. Namun dia pura-pura tidak mengetahuinya agar Jaemin tidak merasa malu. “Sekarang kita harus ke mini market dekat rumah panti, buat liat nomor plat mobilnya.” Mereka berdua bergegas pergi ke mini market tersebut, tujuan yang Jaemin ketahui untuk melihat nomor plat mobil yang sudah menculik Haechan. Namun tujuan yang sebenernya hanya Haechan yang tau. Tidak butuh waktu lama untuk meminta izin kepada penjaga toko, karena mereka langsung berhasil mendapatkan akses untuk melihat cctv tersebut. “Chan, plat nomornya nggak keliatan.” Jaemin terus saja berdecak ketika tidak dapat melihat dengan jelas nomor plat mobilnya. Sedangkan Haechan hanya diam di tempatnya, memperhatikan salah satu pria di sana dengan serius tanpa mengubah arah pandang ke manapun. Tidak ada yang tau apa yang sedang Haechan lakukan saat ini. Hingga akhirnya gumaman Haechan membuat Jaemin kaget dan bingung setengah mati. “Kita batalin aja pencariannya.” “Hah?” “Udah jelas, nomor platnya enggak keliatan. Lagian setelah ini juga gue bakal pindah, gue enggak bakal mau kalo lo yang harus pecahin kasus ini sendirian,” ujar Haechan yang mana langsung membuat Jaemin tertegun. “Tapi gue temen lo, gue enggak masalah selesain kasus ini sendiri selagi lo dijeju, dan gue bakal kasih info terbaru ke lo setiap saat, Chan.” “Justru itu, karena lo temen gue, gue enggak mau bikin lo sibuk karena kasus semacam ini. Gue sama lo udah coba lakuin yang terbaik, tapi kalo memang hasilnya sempurnya itu enggak masalah, Na. Yang terpenting sekarang gue disini, dan baik-baik aja.” Untuk yang kedua kalinya Jaemin kembali tertegun. “Gue harus pamit sekarang, kapan-kapan samperin gue ke Jeju, ya!” kata Haechan sambil tersenyum lebar. “Satu lagi, saran gue ..., karena lo sendirian sekarang, coba pindah dan cari tempat yang lebih bagus lingkungannya, ya, Na.” “Jangan peduli gitu deh, Chan. Geli gue.” Haechan terkekeh, “gue pamit, ya, Na? Jaga diri lo baik-baik.” “Sukses, Chan! Semoga cepet dapet kerja!” Haechan tersenyum seraya mengangguk, namun dalam hati dia berucap itu nggak akan bisa gue lakuin, Na. Haechan melambaikan tangannya ke arah Jaemin selagi langkahnya menuntun Haechan untuk semakin menjauhi Jaemin, senyumnya masih terpatri dengan lebar dibibir, dan dalam hatinya Haechan benar-benar bersyukur karena bukan Jaemin yang mengalami hal ini. Haechan pun baru tau, kalau ternyata para penculik itu salah target, bukan hanya dirinya yang harus diculik hari itu melainkan Jaemin. Semoga saja, setelah ini Jaemin mengikuti sarannya, lalu hidup lebih baik tanpa campur tangan dari mereka yang sudah berusaha ingin mencelakainya. Haechan tidak menyesali apapun, dia justru bersyukur karena mendapatkan pengalaman ini, setidaknya Haechan bisa belajar untuk tidak gegabah dalam melakukan sesuatu dan sesuai dengan pendiriannya, dia tidak akan pernah berjanji untuk sebuah hal yang tidak dia yakini bisa untuk dilakui. Hanya saja Haechan tidak tau, bahwa beberapa tahun ke depan, dirinya akan bertemu dengan seseorang … bahkan beberapa orang lainnya, yang pada akhirnya membuat Haechan benar-benar berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi mereka semua sampai akhir hayat memanggil Haechan nanti.   SPIN OFF - END
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN