Cobalah jadikan dirimu ke dalam versi terbaik dari apa yang kamu punya.
Namun, jangan terlalu memaksakan sampai menjadi sempurna.
Karena yang terpenting, kamu harus bahagia dan tetap baik-baik saja.
∞
HARI ini adalah hari kelulusan untuk satu angkatan dari sekolah Haechan. Bagi sebagian orang, mungkin kelulusan adalah hal yang menyenangkan karena pada akhirnya masa-masa berat selama tiga tahun terakhir sudah benar-benar berakhir. Tidak ada lagi alarm pagi yang akan berbunyi pagi-pagi sekali, tidak ada lagi tugas menumpuk yang mendekati deadline dan tidak ada lagi segala peraturan sekolah yang harus ditaati.
Tapi sayangnya Haechan tidak berpikiran seperti itu. Haechan tidak menyukai kelulusan karena kelulusan akan membuatnya jauh dari teman-temannya, bukan hanya jauh, tetapi bisa saja dia akan kehilangan mereka. Akan ada kalimat “kalo udah lulus jangan sombong, ya!” tapi bagi Haechan kalimat itu hanya pemanis diawal saja, karena nyatanya mereka yang mengatakan hal semacam itu adalah mereka yang pada akhirnya akan pergi lebih dulu.
Secara perlahan menjauh dan kemudian menghilang.
Sejak Sekolah Dasar Haechan sudah belajar untuk tak mengucapkan janji jika dia memang tidak yakin akan bisa menepati, dan hal itu masih dia pegang teguh sampai sekarang. Ketika satu-persatu teman-temannya mendatangi hanya untuk sekadar berjabat tangan dan berpelukan, Haechan pasti akan membalasnya dengan tulus. Hanya saja, ketika secara tak sadar beberapa dari mereka mengucapkan kata pisah maka Haechan akan menjawab.
“Kalo ada waktu gue usahain buat main ke rumah lo deh, enggak perlu nunggu reuni dulu buat ketemu, kalo memang ada waktunya tinggal ketemu aja.”
Kalo memang ada waktu, ya, secara tak langsung Haechan memang tidak berjanji bukan? Karena dia sendiri pun tak yakin bisa menepatinya atau tidak.
Dan sekarang Haechan sedang dalam dilema besar sebab, sang ketua kelasnya ditahun terakhir yaitu Jinyoung terus mendesaknya agar ikut dalam pesta terakhir kelasnya setelah kelulusan. Laki-laki itu sudah menanyakan hal yang sama kepada Haechan selama lima kali.
“Kita udah mau pergi ini, lo beneran enggak mau ikut?”
Haechan menatap Jinyoung gemas. “Gue enggak bisa, Jinyoung.”
“Jaemin kemana? Kok dia enggak keliatan dari selesai pengumuman tadi?”
“Nah, ya, itu dia masalahnya!” Haechan menjawab cepat, “gue harus cari Jaemin karena anak itu ngilang dari tadi. Gue bahkan udah tolak ajakan ibu gue buat pulang bareng, gue harus cari Jaemin sekarang, jadi bye─ish! apalagi sih, young?!” Haechan berbalik lagi ketika Jinyoung kembali menahan lengannya, membuat pergerakan kaburnya terhenti.
“Kalo udah ketemu, gabung, ya?”
Haechan mengigit bibir bawahnya sejenak, dia berpikir keras selama beberapa detik sebelum menjawab, “gue usahain, ya.” Setelah itu dia segera berlari menjauhi Jinyoung untuk mencari Jaemin─atau lebih tepatnya membantu Jaemin.
*
Haechan kembali membaca pesan masuk yang sejak pagi tadi di terimanya. Pesan yang awalnya Haechan abaikan karena jelas sekali bahwa isi pesan itu sudah salah kirim. Pesan tanpa nama yang tujukan untuk Jaemin, namun masuk ke dalam ponselnya.
Temuin gue. Rumah Panti Alana, lo pasti tau tempat itu kan, Jaemin?
Itu isi pesannya.
Haechan mengabaikan pesan itu sejak pagi, karena tentu saja pesan itu tidak diterima oleh Jaemin jadi Haechan tidak perlu khawatir, apalagi sejak pagi Jaemin selalu berada di sampingnya selama pengumuman kelulusan berlangsung.
Tapi kenyataannya, Haechan langsung dilanda serangan panik ketika setelah pengumuman Jaemin menghilang begitu saja. Dan anehnya, ketika Haechan mencari Jeno─teman lama Jaemin, laki-laki itu juga menghilang. Yang membuat Haechan lebih panik lagi adalah, ketika dia mencocokkan nomor ponsel Jeno yang di dapatkannya dari ketua kelas laki-laki itu, ternyata ....
… nomor Jeno dengan nomor si pengirim pesan salah kirim itu sama.
Jadi pertanyaannya, kenapa Jeno mengajak Jaemin bertemu di tempat ini sekarang?
Tempat dimana Haechan berada sekarang, di depan Rumah Panti Alana. Haechan sudah memastikan bahwa tempat ini sama, tapi dia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Jeno dan Jaemin disekitar sini.
“Mereka didalam kali, ya?”
Baru saja Haechan ingin beranjak masuk, pergelangan tangannya lebih dulu ditahan oleh beberapa pria yang mendadak muncul dihadapannya.
“Loh ... loh, ini apaan? Ini─kok gue diiket sih?!” Haechan memberontak. “Lepas! Lepasin gue!!!” Tubuh Haechan diangkat dengan mudahnya oleh salah satu pria itu, kemudian dibawa masuk ke mobil hitam yang berada tak jauh didekat mereka.
“Kalian siapa?! Gue mau di─”
“DIAM!”
Haechan langsung terdiam saat salah satu dari mereka menyela ucapannya, dan tanpa Haechan duga pria tadi menyuntikkan sesuatu kelengannya, sehingga tubuh Haechan mendadak lemas ... bahkan untuk bicara pun dia tidak bisa.
Samar-samar sebelum kesadaran Haechan terenggut paksa oleh obat yang disuntikkan pria tadi kepadanya, Haechan masih bisa menangkap suara terakhir mereka pada seseorang yang Haechan yakini terhubung dalam sambungan telpon.
“Kami sudah menangkapnya.”
*
Kosong.
Ketika kesadaran Haechan kembali, hal yang pertama kali terlintas dikepalanya tentang tempat ini adalah kekosongan. Tempat ini tidak lebar namun juga tidak terlalu sempit, seperti sebuah gudang yang sudah lama tidak terpakai, karena sudah tidak ada apapun didalam sini, tempat ini benar-benar sudah kosong.
Namun satu hal lagi yang membuat Haechan tampak kalut, tempat ini tidak memiliki ventilasi udara. Haechan tidak tau berapa lama dia tertidur, tapi sepertinya hari sudah lumayan sore dan napas Haechan sudah mulai tidak teratur karena tidak ada udara bersih yang bisa dia dapatkan. Hanya ada debu yang bisa Haechan hirup, dan sungguh itu benar-benar tidak baik untuk pernapasannya.
Haechan bergerak mencari tas punggungnya karena ponsel miliknya berada didalam sana, tapi ternyata tidak ada apapun di tempat ini selain dirinya.
“TOLONG! SIAPAPUN YANG ADA DI LUAR TOLONG SAYA!”
Laki-laki itu terus bergerak, mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membantunya keluar dari tempat ini tapi semuanya sia-sia. Dia hanya menemukan kaca jendela kecil di atas sana, benar-benar jauh berada di atasnya sehingga Haechan yakin dia tidak akan bisa menjangkaunya.
“TOLONG ..., SIAPAPUN TOLONG ....” Haechan mulai putus asa. Jika tidak ada seorang pun yang mampu mendengar teriakannya, maka sudah bisa dipastikan bahwa tempat ini berada jauh dari pemukiman rumah warga.
Dia dimana sebenarnya?
“Tolong ....” Satu jam, hingga tiga jam kemudian─sampai langit sudah mulai kehilangan cahayanya, sampai senja sudah berganti menjadi malam, Haechan sudah lelah mengucapkan kata tolong berulang kali, karena kenyataannya tidak ada satu orang pun yang menyadari kehadirannya di sini.
Haechan lelah.
Napasnya mulai putus-putus, seiring dengan malam yang mulai semakin larut.
Hingga akhirnya dia jatuh terduduk disalah satu sudut gudang, dengan napasnya yang bisa terembus hanya tersisa sedikit. Untuk terakhir kalinya sebelum seluruh kesadarannya menghilang, Haechan bersyukur karena tadi dia tidak memberikan janji apapun pada Jinyoung.
Haechan memang akan mengusahakan agar bisa datang, tapi nyatanya dia tidak bisa.