19 - Promise (2)

1155 Kata
Teruntuk para Bintang Pendamping, aku mungkin tidak tahu segelap apa masa lalu kalian. Tapi kali ini, biarkan aku berjanji satu hal, aku berjanji, aku akan menjadi penerang kalian di masa depan. ∞   Saat Renjun kembali menginjakkan kakinya di rumah Haechan, hal yang pertama kali menyambutnya adalah kesunyian. Sebelumnya, Renjun pamit untuk kembali ke hotel sebentar karena ingin melihat keadaan saudara kembarnya. Tapi, selain karena alasan itu, Renjun juga memilih mengasingkan diri sejenak karena adanya kehadiran Chenle di tempat ini. Renjun tidak pernah menduga sebelumnya, ternyata mereka bisa ada di tempat yang sama lagi setelah sekian lama saling menghindar. Saat memasuki ruang tamu, Renjun menemukan Jaemin yang sedang tertidur di sofa dengan nyamannya. Andai Renjun bisa melakukan itu, karena sebenarnya dia sangat lelah sekarang. Tapi, semua kebingungan yang sedang melanda pikirannya sekarang memaksa agar dia tetap terjaga. Di ruang tamu juga ada dua pintu kamar yang di tempati oleh Chenle dan satu lagi laki-laki yang tidak Renjun kenali. Renjun kembali melangkah, hendak mendekati pintu kamar yang sedang di tempati oleh Chenle sebelum sebuah siluet seseorang di dekat pintu depan tertangkap oleh manik matanya. Dia laki-laki yang tidak Renjun ketahui namanya. Seperti merasa diperhatikan, Jisung menoleh. Renjun menangkap dengan jelas keterkejutan laki-laki itu ketika melihatnya. Ketika indera pendengarannya menangkap suara Stara dan Haechan dari depan sana, Renjun sudah bisa menebak apa yang sedang dilakukan laki-laki itu di tempatnya berdiri sekarang. “Lo─” “Huang.” Renjun mengernyit ketika laki-laki itu menyela kalimatnya dengan mengatakan nama marga keluarganya. “Maaf?” Jisung menarik kedua sudut bibirnya, menciptakan sebuah senyum misterius yang tidak Renjun pahami. “Apa ini sebuah kebetulan atau memang takdir yang sudah diatur?” Renjun semakin bingung dibuatnya. “Apa kita pernah ketemu sebelumnya?” Pertanyaan Renjun membuat Jisung terdiam sebentar, pertanyaan yang sama seperti yang Stara tanyakan kepadanya beberapa menit lalu. Tapi, Jisung lebih cepat mengendalikan dirinya agar kembali fokus pada Renjun. “Bukan lo, tapi seseorang yang paling berarti dalam hidup lo.” “Lucu,” gumam Jisung sambil terkekeh samar. “Dulu gue bekerja buat dia, dan sekarang gue bekerja buat lo─ah, salah, maksudnya ayah lo.” Lalu dia tersenyum sekali lagi karena melihat Renjun yang terkejut akibat ucapannya barusan. “Gue enggak nyangka, dua rival dan satu orang penghubung dendam dari rival tersebut, sekarang berada disatu atap yang sama.” “Jadi lo mau bunuh Chenle karena tugas dari ayah gue?! Dan orang yang paling berarti ... bekerja buat dia ... dulu ... jangan bilang ....” Renjun menatap Jisung tak percaya, berbagai macam pikiran buruk tiba-tiba memenuhi isi kepalanya. “Mungkin lo berniat menemui Chenle sekarang?” Tanpa mempedulikan eksistensi Jisung, Renjun langsung berjalan cepat menuju kamar tempat di mana Chenle berada. Saat pintu terbuka, dia melihat keadaan Chenle yang masih terpejam di atas tempat tidur, ternyata laki-laki itu belum sadar. Renjun perlahan mendekat, dia menatap Chenle dengan sorot mata sendunya. “Bilang sama gue, kalau apa yang ada dipikiran gue ini semuanya enggak bener. Bukan lo, kan, Le? Bukan lo, kan, yang ngelakuin itu semua?” gumamnya lirih, berharap bahwa Chenle akan menjawab pertanyaannya. Tapi yang didapatkan justru, tubuh Chenle yang perlahan bergerak tidak nyaman di atas sana, dengan peluh yang membahasi sekitaran wajahnya ... Chenle bermimpi buruk. “Renjun ....” “Jangan─jangan bawa mama gue ....” “Mama tolong ... Chenle─Chenle enggak punya siapa-siapa lagi kalau mama beneran pergi.” Renjun membeku di tempatnya, segala macam pikiran yang sempat memenuhi kepalanya kini menguap pergi entah ke mana. Melihat frustrasinya Chenle dalam tidurnya membuat Renjun sesak, mengingat fakta bahwa dia tidak bisa mengabulkan keinginan laki-laki itu sekarang. “Pergi, Renjun ... gue benci lihat lo di sini .... Renjun, pergi ....” “PERGI!!” Renjun buru-buru keluar dari kamar itu. Ketika sampai di depan dia langsung menemukan wajah khawatir Stara, juga kehadiran Jaemin dan Haechan di dekat gadis itu. “Chenle kenapa?!” Renjun terdiam mendengar pertanyaan itu, dia hanya bisa menunduk─bahkan sampai ketika Stara menabrak tubuhnya untuk segera masuk ke dalam kamar yang di tempati Chenle, Renjun tetap diam di sana. “Stara!” Jaemin berteriak agar Stara tidak masuk ke sana, tapi percuma karena Stara tidak mempedulikan teriakannya. PRANG! Stara sontak meringis begitu lampu tidur menghantam kepalanya dengan keras ketika dia baru saja masuk. Tidak bisa dipungkiri, rasa sakitnya sungguh luar biasa hingga membuat Stara pening sesaat. Tanpa mempedulikan darah segar yang mulai mengalir, Stara tetap berjalan mendekat ke arah Chenle. Namun beberapa benda kembali terlempar ke arahnya, sehingga membuat Stara kelimpungan untuk menghindar dengan kondisi yang seperti ini. “PERGI, RENJUN! GUE BENCI LIHAT LO DI SINI!” Renjun? Chenle meringkuk di ujung tempat tidur dengan kepala yang ditenggelamkan pada lipatan kedua tangannya, tapi dia bisa merasakan kehadiran seseorang di sekitarnya, sehingga dengan kemampuan telekinesis yang dia miliki, dia berusaha mengusir seseorang yang dia yakini adalah Renjun. “Aku bukan Renjun, aku Stara.” Stara berucap lirih. Semua benda yang hampir melayang ke arahnya terjatuh seketika, hingga menimbulkan berbagai macam bunyi saat menyentuh lantai. Saat melihat Chenle mengangkat kepalanya, d**a Stara langsung dipenuhi sesak. Laki-laki itu terlihat berantakan dengan air mata yang mengalir di masing-masing pipinya, sorot matanya terlihat ketakutan ketika menatap Stara, tapi ada sorot kebencian juga yang Stara tangkap di sana, yang pasti bukan untuknya. “L-lo ... berdarah ....” Chenle semakin menangis begitu melihat cairan kental berwarna merah mengalir di sisi wajah Stara. “Jangan, Chenle!” Stara sontak berlari menghampiri Chenle, begitu melihat sebuah pisau muncul di genggaman laki-laki itu. “Chenle … tolong berhenti, jangan mencoba untuk melukai diri kamu sendiri.” Stara berusaha menarik pisau itu agar bisa dijauhkan dari Chenle, tapi Chenle tetap bersikeras ingin menusuk perutnya sendiri menggunakan pisau itu. “Chenle … Chenle, jangan.” PRANG! Pisau itu terlempar dan sudah dijauhkan dari jangkauam Chenle. Tapi bukan pisau itu yang menarik perhatian Stara, melainkan siapa yang sudah mengambil lalu melempar pisau itu menjauh dari Chenle. Dia Jisung. Laki-laki itu sudah berdiri di samping Chenle dengan sorot mata yang tidak terbaca. “NGAPAIN LO BUANG PISAUNYA?! BUKANNYA LO YANG MAU BUNUH GUE?! BUNUH GUE SEKARANG!” Stara tidak ingin mendengar teriakan itu lagi, jadi dia memutuskan untuk memeluk Chenle lalu membiarkan laki-laki itu menangis di dekapannya. Sejenak dia bertanya pada Tuhan bersamaan dengan air matanya yang ikut mengalir tanpa bisa di cegah. Apa maksud dari semua ini? Kenapa semuanya terasa begitu rumit sekarang? Masalah antara Chenle dan Renjun, kehidupan Jisung, masa lalu Jaemin dan Haechan, serta dua Bintang yang belum Stara temukan. Kekhawatirannya terbukti nyata, ketika dengan mudahnya dia menemukan lima Bintang Pendampingnya, Stara justru merasa seperti ada sesuatu yang masih menunggunya. Dan tentu saja itu adalah hal buruk. Suasana kembali hening begitu Chenle pingsan di dalam dekapan Stara, tidak ada yang bersuara. Jaemin dan Jisung yang berdiri di tempat mereka memandang dengan sorot mata tak terbaca. Haechan dengan wajah khawatirnya, karena sudah menduga semua ini akan terjadi. Stara yang masih menangis selagi memeluk Chenle. Dan Renjun yang diam-diam ikut menangis di luar sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN