Aku dan Adiva berjalan menyusuri taman dengan tangan bergandengan erat. Walau aku tidak berhasil mengungkapkan kata cinta, setidaknya aku lega karena aku yang dipilih Adiva. Aku menatap dari samping wajah imut Adiva, wajah teduh itu lah yang selalu aku rindukan. Aku mempertahankan Adiva, tapi aku harus rela melepas adikku sendiri. Karena ulah Azia yang membully Adiva dan aku yang membela Adiva mati-matian, Azia pun tidak mau berbicara denganku. Aku menghembuskan napasku, kenapa hubungan ini sangat rumit?. “Kak,” panggil Adiva. “Hem?” “Aku sudah mengantuk,” bisik Adiva. Aku mengusap puncak kepalanya dengan sayang. Untung Adiva pendek, membuatku mudah melakukan apapun yang aku mau lakukan padanya. “Kita pulang!” ajakku tersenyum. Adiva mengusung senyum tak kalah manis. Aku menarik Adiv