Chapter 26

2613 Kata
"b*****t!" Eros tidak dapat menahan mulutnya untuk tidak mengeluarkan kata-kata kotor macam itu, melihat Lili yang tadi _jelas_ baik-baik saja, sekarang tengah berada di gendongan pria _yang Eros tau adalah salah satu mantan Lili itu_ dalam keadaan mata terpejam. Bagaimana Eros bisa berfikir positif jika melihatnya. Jadi Eros sudah yakin jika ada apa-apa dengan Lili, dan pelaku utamanya jelas adalah pria ini, mantan dari Lili, entah bernama siapa. Tidak seperti seharusnya, mantan Lili akan takut, tapi pria itu malah ikut marah buka main. Matanya menatap tajam Eros, dengan masih menggendong Lili. "Apa yang lo lakuin sama Lili?" Wajah Eros sudah memerah padam, tanda dia begitu marah. Padahal biasanya Eros cenderung menahan perasaan seperti ini untuk keluar. Mengeluarkan ekspresi saja cenderung jarang apalagi seperti ini. "Gue nggak lakuin apa-apa ya, dia tadi pingsan. Gue mau bawa dia ke klinik." Mantan Lili tersebut yakni Ilham. Menjawabnya dengan begitu santai, seolah memang tidak terjadi apa-apa, dan tidak ada yang salah dengan Lili. Jelas-jelas Lili tengah pingsan. Eros geram. "Nggak mungkin! Dia baru aja baik-baik aja." Total penuh belum ada lima menit loh Eros melihat Lilo yang dengan langkah santai berjalan kemarin, jadi tidak mungkin jika Ilham tak melakukan sesuatu pada Lili. "Nggak percayaan banget lo. Gue itu orang terdekat Lili." Ilham masih mengelak, "Ah, udahlah. Gue mau bawa Lili ke klinik dulu." Lanjut Ilham seraya mengabaikan Eros dan hendak pergi. Tapi kenyataannya Eros lebih dulu menahan bahu Ilham dengan tangan kanannya. Tidak mengizinkan pria itu pergi membawa Lili. "Bullshit! Turunin Lili!" "Apaan sih lo, siapa lo berani nyuruh-nyuruh gue?" Tentu Ilham tidak terima atas tindakan yang Eros lakukan. "Turunin Lili!" Perintah Eros lagi dengan suara yang sangat berbeda dari biasanya. Penuh ancaman. "Anjink!" Bukannya menuruti perintah Eros, Ilham malah mengumpat keras. "Gue nggak sudi nurutin perintah elo!" "Turunin! ..." Eros mendesis. "Atau ..." "Atau apa b*****t?" Ilham sendiri juga makin marah. "Gue laporin lo ke pihak berwajib!" Okay, bisa di bilang itu adalah ancaman klasik. Tapi dari pada adu jotos, dan Eros harus mencobanya. "Gilak lo. Emang salah gue apa! Gue cuma mau anter Lili ke klinik." Makin tidak terima sudah Ilhan itu. "Gue laporin sekarang!" Eros tidak perduli dan tetap mengancam. Bukan ancaman di mulut saja, tapi dia sampai merogoh saku celananya. Namun, sialnya! Eros lupa tidak membawa ponsel. Ponselnya itu masih tertinggal di kamar yang di tempat i Aden dan Rio. Okay, tenang. Eros tidak kehabisan akal. Dia hanya perlu berpura-pura. "Terserah apa kata lo, lo juga nggak punya bukti. Gue cuma __" "Okay! Bukti ada di Lili nanti!" ucap Eros penuh percaya diri. Matanya menyipit tajam. "Anjink!" Dan Ilham kembali mengumpat. Sepertinya dia sudah merasa terpojok, dan tengah berfikir. Eros paham, jika dari gelagat nya saja, pria di depannya itu tidak seberani yang terlihat. Masih ada sisi takut nan cupu di sana. Tidak perlu menunggu lama, berdecak pelan sebelum membuka suara. "Okay fine," Di dalam hati Eros bersyukur, pria ini dapat tertipu dengan mudahnya. "Turunin!" perintah Eros, karena dia tidak kunjung menurunkan badan Lili, dan masih setia menggendongnya. Ilham perlahan benar-benar menurunkan Lili, membiarkan tubuh Lili berbaring di lantai. Namun tiba-tiba setalah Ilham bangkit berdiri lagi, pria itu malah mengumpat keras-keras seraya bergerak maju hendak memukul Eros. "b******k!" Tapi karena itu, Eros mau tak mau mendapat tinjuan tepat di pipinga. Bug ... Sakit sudah pasti, rasa nyeri nan nyut-nyutnya mulai menyebar ke permukaan kulit bekas pukulan. Hanya saja Eros berusaha bersikap biasa, dan berani mengatakan sesuatu lagi. Ilham bergerak hendak memukul Eros lagi, tapi tidak jadi karena mendengar ucapan Eros. "Jangan harap Lili bakal maafin lo besok." Dan Ilham terpaku di sempat. Mungkin dia tersadar, benar apa yang di katakan Eros. Jika sudah pasti Lili tidak akan memaafkannya. Lili akan sangat marah, dan tidak mau bertemu dengannya lagi. Okay, memang awalnya Ilham hanya ingin bertemu Lili dan memohon-mohon untuk menjadi pacar lagi. Tapi sisi setannya tiba-tiba muncul, Ilham merasa Lili tidak akan menerimanya. Jadi Ilham pun berniat jahat dengan menyemprotkan cairan bius agar Lili pingsan, dan setelah itu Ilham akan melakukan 'itu' kepada Lili tanpa wanita itu sadari. Ilham sampai lupa kosekuensi yang akan dia dapat. Dia terlalu buta dengan cintanya terhadap Lili. Sampai mengabaikan perasaan Lili nantinya. Tapi sungguh Ilham hanya ingin bersama Lili, menjadi pasangan hidup Lili, jadi dia pikir kalau dia bisa menghamili Lili, semua akan berjalan baik dan Lili menjadi istrinya. Padahal jelas, pemikiran itu belum tentu berjalan mulus sesuai rencana. Belum tentu Lili hamil, dan belum tentu juga Lili mau mengandung anaknya. Yang malah bisa jadi Lili akan makin menjauh, dengan Ilham yang di tuntun ke pihak berwajib. Jadi karena tersadar, Ilham hanya bisa mengacak rambutnya kasar seraya berteriak keras. "s****n! Arghh ..." Setelah itu Ilham nampak menatap Lili yang memejamkan mata di bawah sana dengan pandangan nanar jangan lupakan senyum getirnya. Lalu beralih ke arah Eros. Tanpa mengucap sepatah katapun, pria itu _Ilham_ berlari menaiki tangga sana, mungkin kamarnya berada di lantai atas. Ilham benar-benar pergi dari sana, menyisakan Eros juga Lili yang setia memejamkan mata itu. Eros menunduk melihat wajah Lili yang nampak tenang dapai, padahal gadis itu hampir di jahati. Eros membayangkan bagaimana nasib Lili, jika dirinya tidak datang kemari, bagaimana jika Eros tidak meninggalkannya ponsel di kamar Rio dan Aden, bagaimana jika Eros tidak bisa menyelamatkan Lili. Sakit! Kalau Eros tidak ada, pasti Lili akan sangat sakit mengetahui bahwa dunianya sudah hancur ketika tersadar. Eros pun berjongkok di samping Lili. Kembali menatap wajah cantik Lili itu sejenak, sebelum mulai bergerak untuk menggendong Lili. Tangan kanan Eros di letakkan di cela bawah lutut sedangkan tangan kiri berada di bawah punggung atas. Dan dalam sekali sentak, Eros dapat mengangkat tubuh kecil nan semlohai Lili. Tanpa menunggu lagi, Eros membawa Lili pergi dari sana. Melangkah kembali di lorong depan kamar-kamar yang banyak orang sewa malam ini. Eros awalnya berniat mengantar Lili ke kamarnya lagi. Tapi masalahnya dia tidak tau tepatnya kamar Lili di mana. Dia tadi hanya melihat Lili yang sudah berjalan di lorong. Merasa bodoh, dan bingung, Eros pun memutuskan untuk membawa Lili ke kamar tempatnya bersama Beni tadi. Sampai di depan pintu, Eros segera mengetuk pintu agar Beni dapat membukanya. Cukup susah memang apalagi dirinya membawa serta Lili di gendongan. Tak perlu menunggu lama, pintu tersebut pun terbuka cepat. Cklekkk ... Sosok Beni belum sepenuhnya terlihat, tapi pria itu sudah ngoceh-ngoceh dengan nada tinggi kepada Eros. "Lama banget! Gue cari ke kamar sebelah lo-nya ... Nggak ada ..." Suara Beni sontak memelan di akhir kalimat menyadari jika Eros rupanya tidak datang seorang diri. Melainkan ada gadis di dalam gendongan Eros. Bukan hanya itu, tapi Beni jelas tau betul jika yang tengah di gendong Eros adalah si dewi malam sekolah, yakni Liliana. "LILI!" Beni tak kuasa menahan pekikannya saking terkejutnya, matanya membulat lebar dengan mulut yang juga menganga tak kalab lebar. "Hust, jangan keras-keras." peringat Eros, lalu melesak masuk ke dalam kamar membuat Beni yang menghadap pintu menjadi mundur. Beni juga masih setia terkejut, dia belum sepenuhnya menetralkannya. Sosok Lili yang biasanya hanya dapat di lihat dari kejauhan saat ini dapat di tatap dalam jarah begitu dekat, terlebih Eros yang bisa menggendongnya. Gilak! "Ros, dia beneran Lili? Ros gue nggak salah liat kan." Walaupun Beni tau betul jika gadis itu adalah Lili tapi Beni masih tetap sulit mempercayainya. "Hm," Eros bergumam sebagai jawaban. Dia juga telah membaringkan Lili di atas ranjang sana, berlanjut menutupi Lili menggunakan selimut hingga dadanya. Sudah macam orang gila, Beni kelimpungan, bingung, dan terus bertanya karena merasa penasaran. "Kenapa Lili Ros? Tidur? Tapi kok ... Dia pingsan?" Beni memberondongi Eros pertanyaan. "Iya!" Dan jawaban Eros sangat singkat nan padat, itu pun Eros sama sekali tak menatap ke arah Beni, dan fokus melihat Lili yang memejamkan mata di bawahnya _Eros berdiri di samping ranjang sisi Lili_. "Dia ... Tunggu sebentar! KOK LO BISA BAWA LILI!" Bulatan mata Beni tak kunjung menyipit, yang ada mata itu makin lebar saja. "LO DARI MANA ROS?" Padahal Beni sampai berteriak, tapi Eros diam saja tak berniat menjawab. "Apa yang lo lakuin ke Lili Ros?" Masih tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Eros. "Ros jawab kek!" Beni kesal sendiri kalau begini caranya. Eros tidak mau menjelaskan semua rasa penasaran Beni. "Dari tangga darurat. Lili pingsan." Sudah itu saja, jawab Eros seadanya, cenderung ke tidak berminat. "Kok bisa? Ngapain lo di tangga darurat?" Eros menghela nafasnya, "Jangan pikir macem-macem. Nanti gue ceritain." Saat ini Eros sungguh sedang tidak bisa menjawab apapun. Dia merasa ingin fokus menatap Lili. "Lo bisa hubungin temen Lili nggak Ben?" Beni yang awalnya memberenggut pasrah, karena rasa penasarannya harus tertunda oleh mood Eros pun, langsung mengangkat pandangannya pada temannya itu. "Siapa?" tanya Beni. "Yang sering bareng Lili. Bisa nggak?" Eros tidak tau namanya, tapi gadis itu tadi bersama Lili, berarti kemungkinan besar Lili sekamar dengan gadis itu. Untung Beni paham siapa yang di maksud Eros. "Em, gue ada temen sekelas ama Lili sih, coba gue tanyain. Moga dia masih online," "Iya," Setelah itu Beni mulai sibuk dengan ponselnya itu, yakni menghubungi teman yang berada sekelas dengan Lili. Eros tidak mau tau, Beni yang sedang bertelepon. Eros fokus melihat Lili, mata cantik Lili yang saat ini terpejam, bibir ranum mempesona, juga bulu mata lentik tanpa bantuan extention. Khawatir, jelas. Eros masih merasakan hal itu, hatinya terasa begitu ... nyes. "Dapet!" Suara lantang penuh kesenangan dari Beni, membuat Eros tersadar dan menoleh ke arah pria itu. "Ros gue dapet nomor temennya Lili." Eros mengangguk, "Tolong lo kasih tau kalo Lili ada di kamar ini, kamar Lili ada di sekitar sini kok tapi gue nggak tau tepatnya nomor berapa," jelas Eros. Beni mengangguk mengerti, "Iya, bentar Ros." Dan kembali Beni sibuk dengan ponselnya, tapi tidak langsung menelepon seperti tadi, melainkan menggunakan pesan singkat dan sedikit miss-call agar segera tau kalau di kirimi pesan. Beni tidak aneh-aneh, hanya memberi tahu seperlunya, seperti yang dikatakan Eros kalau Lili tengah berada di kamar ini. Tidak lama Beni selesai, dan teman Lili setuju untuk langsung datang kemari. "Udah Ros, temen Lili mau ke sini." "Iya," jawab Eros tanpa menoleh. Dan Beni sontak mengerutkan kening melihat siap Eros tersebut. "Ros __" Baru saja Beni membuka suara lagi, tapi ketika dari pintu berhasil membuat Beni mengurungkan niat. Tok ... Tok ... Tok ... Beni dan Eros menoleh bersamaan. Itu pasti Ellie, teman dari Lili lah yang datang. "Gue aja yang buka," Beni memberi usulan, dan segera berjalan menghampiri pintu. Cklekkk ... Benar bukan, saat pintu di buka langsung menampakkan seorang gadis yang biasa sering bersama Lili itu. "Lili mana?" Gadis itu _Ellie_ bertanya dengan nada panik yang tak dapat tertutupi. Dan Beni juga paham jika Ellie pasti khawatir dengan temannya, jadi dia langsung mempersilahkan Ellie untuk masuk. Ketika Beni menyingkir sontak Ellie menutup mulutnya tidak percaya, jika Lili benar-benar terbaring di atas ranjang. Siapapun pasti sulit mempercayainya, apalagi biasanya Lili selalu menunjukkan sisi kuat tidak terkalahkannya. Ellie berlari masuk menghampiri ranjang. Dan Eros yang melihatnya segera berjalan mundur memberi space gadis itu mengecek penuh temannya. "Lili ..., Lili kenapa?" Ellie sangat khawatir, dia menoleh sekilas kepada Eros yang berdiri di belakangnya. "Pingsan." jawab Eros. "Kok bisa pingsan. Katanya tadi dia keluar mau ketemu mantannya." tiba-tiba mata Ellie berkaca-kaca, sulit juga menahan diri rupanya. Dahi Eros berkerut, jadi gadis ini tahu kalau Lili pergi bertemu mantan di tangga darurat. Jelas itu sangat berbahaya kan. "Gue udah felling nggak enak. Tapi dia kekeh tetep keluar." Ellie mengusap air matanya yang tertitih tidak tertahan. Eros menghela nafas berat, teringat kejadian tadi. "Ada yang salah sama mantan Lili. Dia mau bawa Lili pergi dalam keadaan pingsan. Padahal jelas sebelumnya gue lihat Lili baik-baik aja." Eros tidak berniat menutup-nutupi. Di sisi lain Beni yang juga di sana hanya bisa mencuri dengar percakapan Eros dan teman Lili. "Apa mungkin Lili di bius?" celutuk Ellie makin khawatir, dia menyentuh tangan kanan Lili dan menggenggamnya erat. Diam, Tapi sebenarnya, sejak awal Eros juga sudah berfikir seperti itu terhadap Lili. "Gue nggak tau." tapi Eros tidak ingin makin membuat teman Lili makin cemas hanya karena asumsinya. "Hiks. Lili sadar please." Air mata Ellie kembali keluar dengan sendirinya. Padahal dia tidak ingin menangis, karena pasti Lili akan sangat marah telah di tangisi. Ellie paham betul, jika Lili itu tipe orang yang sama sekali tidak suka jika di kasihani. "Di tunggu aja, kalo dia beneran di bius seperti dugaan lo. Nanti Lili juga sadar." Eros mencoba menenangkan teman Lili. Kalau boleh jujur Eros juga merasakan apa yang teman Lili rasakan. Tapi dia berusaha tidak menunjukkannya. Eros melirik Beni yang ternyata sudah berjalan ke sampingnya. Dan tiba-tiba Beni mendekat kan wajahnya pada Eros. Beni berbisik. "Ros, ini gimana? Lili sama temennya bakal tidur di sini?" Ini pertanyaan yang cukup menggangu Beni sedari tadi. Bukannya dia tidak mau sekamar, tapi Beni takut jika di anggap aneh-aneh oleh orang lain. Eros segera menggeleng sebagai jawaban. "Enggak," Eros memanggil Ellie ke mari agar melihat keadaan Lili terlebih dahulu. Dan niat selanjutnya, Eros akan mengantar Ellie dan Lili kembali ke kamar mereka. Eros maju selangkah hingga berada di samping Ellie. "Ayo, gue anter kalian ke kamar," Ellie menoleh seraya mengusap air mata. "Iya," jawab Ellie dengan suara serak, khas orang menangis. "Siapa yang gendong Lili?" tanya Ellie setelahnya. Beni sontak berbinar mendengar pertanyaan itu, boleh juga menggendong di gadis semlohai nan cantik macam Lili. "Gu __" Baru juga Beni membuka suara, tapi Eros lebih dulu menjawab dengan suara lantang. "Gue!" Rupanya Eros lebih dulu maju mengambil kesempatan bagus itu. Beni dan Ellie tentu bingung dan saling menatap satu sama lain. Suara Eros terdengar begitu semangat, apalagi Beni sadar jika suara seperti itu jarang sekali keluar dari mulut Eros. Tanpa di perintah, Eros bergerak maju mendekat kepada Lili yang masih setia memejamkan matanya. Eros sekali lagi melakukan hal yang sama seperti tadi, meletakkan satu tangan di bawah sela lutut dan tangan lain di bawah punggung atas. Eros benar mengangkat tubuh Lili dengan begitu mudahnya, seperti tidak ada beban. "Ayo," Eros memberi interupsi jika dirinya sudah siap. Dan selanjutnya Beni juga Ellie yang mulanya terdiam dengan mulut sedikit terbuka, langsung saja mengangguk. "Iya," Ellie berjalan lebih dahulu, memimpin arah jalan menuju kamar yang tadi di tempatinya bersama Lili. Dan rupanya, Beni juga ikut membuntuti di belakang Eros. Dan Eros diam saja menyadari tingkah Beni. Padahal seharusnya tetap tinggal di kamar saja bukan masalah. Selama menggendong Lili, jujur saja jantung Eros berdegup begitu kencang. Berada sedekat ini, bahkan seperti memeluk tubuh kecil Lili benar-benar membuat darah Eros berdesir. Eros tidak kuat. Tapi di sisi lain ada perasaan bahagia di sana. Dan sampai saat ini Eros tetap tidak tau ada apa dengan dirinya. Menyukai Lili? Entah kenapa Eros ragu, tidak mungkin dia menyukai Lili. Eros sadar tidak ada yang ia sukai di dunia ini. Dan juga bisa jad perasaan seperti ini mungkin hanya fana. Mungkin! Tapi kenapa tidak mau berhenti! Setidaknya jantung Eros tidak berdegup sekencang ini. Eros akan sangat malu jika Lili menyadarinya. Kalau gadis ini dalam keadaan sadar, sudah di pastikan dia dapat mendengar degub jantung kerasnya itu. Ah sudahlah. Tanpa sadar mereka sampai di kamar inap Lili juga Ellie. Eros meletakkan Lili di atas ranjang seperti sebelumnya. Lalu pergi begitu saja bersama Beni. Tak lupa Ellie mengucap terima kasih kepada Eros dan Beni. Sungguh malam ini mungkin akan menjadi malam yang cukup memorable bagi Eros. Dapat menggendong Lili adalah impian banyak pria di luaran sana. Dan Eros dapat melakukannya dengan begitu mudah. 2 kali say, mungkin kalau pria-pria di luaran sana tahu, mereka akan sangat iri pada Eros. Beni saja iri kalau boleh jujur. Apalagi kedua teman lain, yakni Rio dan Aden, sudah pasti mereka juga iri. Seberuntung itu Eros. Meski begitu, Eros tidak tau, Lili akan menerimanya atau tidak. Atau malah gadis itu merasa marah dan tak terima telah di gendong oleh Eros. Meski itu hanya berniat menolong.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN