Chapter 27

1407 Kata
"Ros." Baru juga tiba di kamar mereka lagi, bahkan Eros belum sempat duduk. Tapi Beni sudah memanggilnya, entah untuk apa. "Hm?" Eros membalas tanpa menoleh dan tetap berjalan menuju ranjang hendak menidurkan punggungnya di sana. "Ros, lo tertarik sama Lili?" tanya Beni to the point. Jujur saja kata ini sudah ingin Beni lontarkan sedari tadi. Pasalnya, Beni dapat melihat jelas perubahan Eros saat membawa Lili. Mungkin Eros memang berusaha menutup-nutupi tapi Beni tahu, kalau Eros sejak tau memasang raut khawatir ketika menatap Lili. "Ya?" Eros tidak tau kenapa Beni menanyakan hal ini lagi. Dia pikir ketika berada di kamar sebelah tadi pembahasan ini sudah selesai. Rupanya tidak, Beni masih bertanya. Beni berjalan menghampiri Eros, dan naik ke atas ranjang king size seperti yang Eros lakukan. "Kayaknya, lo nggak cuma tertarik, tapi lo suka Lili Ros." Beni mengucapkannya dengan nada penuh percaya diri. Eros terdiam sejenak, seraya menatap penuh Beni. "Udah gue bilang. Gue nggak tau Ben. Perlukah di bahas?" Beni gemas dengan Eros. "Iya dong Ros. Harus jelas perasaan lo itu gimana ke Lili." Ini masalah hati loh, kalau di biarkan pasti akan makin menyakitkan. Walaupun, memang kalau hati sudah bergerak manusia tidak bisa berbuat apa-apa sih. Eros yang telah berbaring di posisinya itu mulai memejamkan mata, "Gue nggak tau." Beni berdecak, tidak perduli Eros yang memejamkan mata, Beni tetap akan berbicara. Karena Beni tahu, Eros tidak benar-benar tertidur. "Okay, lo tinggal jawab pertanyaan gue." "Hm," balas Eros tanpa berniat membuka mata. "Lo suka ngeliat Lili?" tanya Beni dengan harap-harap cemas. Dan Eros membuka satu matanya dan melirik Beni hanya beberapa detik sebelum terpejam lagi. "Tapi bukannya lo juga suka liatnya?" Beni mengulum bibirnya. "Eh iya juga sih. Tapi beda Eros ... Kalo gue mah suka liatnya aja, tapi hati nggak gitu. Okay lanjut ..." Terserah apa kata Beni, Eros hanya akan mengikuti saja. "Lo selalu degdegan nggak pas di deket Lili?" Eros diam tak menjawab. Entah dia benar-benar sudah bablas tidur atau tidak, tapi Eros diam saja. "Apa jantung lo kayak disko pas gendong Lili?" Eros masih tetap tak menjawab. Eros tidak tidur kan? Melihat hal itu, Beni masih melanjutkan mengajukan pertanyaan pada Eros begitu semangat. "Lo pengen liat Lili tiap hari nggak?" "Atau, lo suka Liatin aktifitas dia nggak?" Satu detik ... Dua detik ... Tiga detik ... Hasil menunggu Beni benar-benar tidak ada gunanya. Eros lagi lagi dan lagi tidak mau menjawab. Tentu Beni geram. "Ros jawab kek." "Iya," Nah, baru setelah Beni mulai kesal, Eros mau menggerakkan mulutnya itu. Berarti Eros benar-benar hanya sekedar memejamkan mata saja. "Iya apa?" tanya Beni lagi. Eros menjawab penuh ambigu soalnya. Eros membuka matanya, tatapannya lurus ke arah langit-langit kamar warna putih itu, seolah pemandangan di atas jauh lebih menarik ketimbang melihat wajah Beni. "Yang lo tanyain. Semua ... iya." "Nah kan, lo suka Lili!" Lega betul perasaan Beni. Akhirnya ada titik terang jika Eros menyukai Lili. Entah kenapa Beni merasa ikut senang teman sebangkunya ini ternyata masih normal, betul-betul masih pria tulen, tidak suka sejenis para batangan. "Tapi nggak heran sih, Lili aja cuantik poll, pasti langsung kepincut. Termasuk lo si cupu pendiem, bisa bikin lo berubah dikit kayak gini." Itu sebuah kejujuran yang Beni ungkapkan. Memang benar kok, Eros itu cupu sebelum hari ini yang berpenampilan menarik jauh jika dibandingkan biasanya. "Bukan suka Ben. Cuma sebentar doang pasti," ucap Eros masih setia menatap atas. "Iya, dan elo udah di level suka Ros, bukan tertarik lagi." Beni memberi penjelasan luamayan gemas. Menghadapi Eros ternyata seperti menghadapi anak smp yang sedang masa puber. "Lo juga khawatir sama Lili. Banget!" Kalau tidak khawatir, dahi Eros tidak mungkin terus berkerut selama Lili berbaring di sisi ranjang yang sekarang sudah Eros isi itu. "Enggak gitu __" Beni memotong ucapan Eros begitu saja, "Jangan bohong Ros, sikap dan tatapan lo aja nggak bisa ke kontrol dari tadi." Diam ..., Eros diam tidak menjawab. Mata Eros yang mulanya tidak henti menatap plafon, sekarang beralih tertuju pada Beni. "Gue nggak tau Ben ... Gue nggak ... ngerasa suka." Iya, sepertinya, Eros hanya melanjutkan kata itu di dalam hati. Apalagi Eros juga menjawab dengan begitu ragu sampai suaranya terdengar makin kecil saja. "Udah kayak gini masih aja ngelak lo Ros." Beni sadar, apa yang di ucapkan Eros terasa mengambang, benar-benar bullshit kan. Haruskan Beni menambahkan bumbu pukulan agar Eros segera sadar. "Gue cuma ..." Ucapan Eros menggantung, padahal Beni sudah menunggu. "Cuma apa? Bingung kan lo. Udah deh Ros, udah jelas juga." Cukup geram, dari pada menambah level kegeramannya, Beni pun mulai berbaring mengikuti Eros. "Tapi sebenernya lo itu masuk kriteria jadi mangsa Lili loh Ros. Hm, cuma kenapa ya si Lili nggak ngedeketin lo." Ini yang sejak awal Beni pikirkan. Eros itu good boy abies, dan sudah jelas setiap ada siswa yang memiliki sifat macan Eros pasti akan langsung di gaet Lili saat itu juga. Tapi kepada Eros, entah kenapa sangat berbeda, sudah beberapa kali bertemu, Lili sama sekali tak menunjukkan ketertarikan pada Eros yang malah-malah memperlihatkan kemuakan. "Apa bener Ben?" Eros awalnya dulu juga hampir mempercayai jika Lili selalu memacari pria cupu. Tapi sudah seperti ini Eros sama sekali tidak di sentuh Lili. "Iya Ros. Lo itu pendiem, kalem, pinter juga. Bedanya dari mantan-mantan Lili, lo terlalu ganteng." "Apa Lili anti cogan ya Ros?" Beni bertanya pada Eros. Yang padahal Eros tidak tau apa-apa, dan Eros hanya diam. "Tapi nggak deng, ada juga mantan Lili yang lumayan-lumayan, meski masih gantengan elo." Eros itu ganteng banget. Dan Beni tidak sungkan untuk mengatakan kejujuran itu. Harusnya Lili senang kan ya mendapat mangsa sesuai kriteria + ganteng, bukan malah menolak seperti ih ini. Beberapa saat tidak ada percakapan, Beni kembali bertanya lagi. "Ros, lo beneran suka Lili atau enggak?" pertanyaan ini mungkin sudah jelas jika dilihat dengan mata. Tapi Beni penasaran, Eros tidak mau mengungkapkan dengan suaranya sendiri. "Gue ..." "Jawab dengan jelas Ros. Soalnya lo tau sendiri Lili itu berbahaya. Kalo lo siap suka sama Lili lo juga harus siap di buang. Dan itu pasti sakit banget." Suka dengan Lili memang semenakutkan itu, tidak ada yang tau isi pikiran Lili. Dan Eros harus paham, sebelum melangkah makin jauh. Eros meneguk ludahnya sendiri sebelum berbicara, "Kalo gue beneran suka Lili gimana Ben?" Beni menoleh terkejut, secara tidak langsung Eros mengatakan kalau dia menyukai Lili kan . "Ya nggak salah. Namanya suka dan cinta itu datang tiba-tiba Ros. Nggak ada yang salah sama sekali, hati lo yang udah milih Lili sebagai tempat pelabuhan. Sayangnya lo nggak tau, Lili terima gak lo singgahi." Benar, apa yang di katakan Beni terus saja benar. Mungkin ini salah satu kenapa Eros bingung sejak awal, kenapa Eros tidak menganggap suka terhadap Lili. Karena kenyataannya Eros takut, jika malah terlalu dalam dan Lili berakhir meninggalkannya. "Cuma Ros. Kalo cuma diem doang kayaknya juga sama saja, lo juga sakit hati terus." Benar lagi! Eros memang sakit hati, melihat Lili yang tadi menembak pria lain saat di restoran saja sudah membuat hati Eros mencelos. "Tapi kalo lo siap sama kosekuensi, lo boleh coba pacaran sama Lili. Tapi setelah itu, ketika udah putus lo harus berusaha move on, inget kejahatan Lili aja." "Apa bisa?" "Ya itu terserah elo Ros. Lili mungkin macarin cowo nggak sampe seminggu kok, jadi mungkin rasa sukanya belom makin kuat. Dan lo juga baru suka kan sama Lili?" "Iya," "Nah kan cocok. Tapi kalo lo mau langsung bergerak move on, lo juga bisa pacarin salah satu fans lo itu kok Ros." Tidak salah juga jika Eros memilih memacari fans, malah-malah Eros tidak perlu repot dan tinggal cap cip cup comot. "Okay, gue udah putusin," celutuk Eros tiba-tiba. "Putusin apa?" "Bertindak Ben. Harus bisa di pacarin Lili. Karena siapa tau rasa suka gue cuma sekedar penasaran." Eros berucap penuh keyakinan. Beni tersenyum lebar, merasa bangga kepada Eros. "Mantap, gue bakal dukung semua yang lo lakuin." "By the way, gue ada banyak cara jitu deketin cewek loh Ros. Jangan salah jomblo-jomblo gini gue pro masalah beginian," ucap Beni seraya menaik turunkan alisnya. Eros mengangguk, "Iya. Lanjut besok aja. Sekarang kita tidur dulu." Bukan mengantuk, tapi Eros ingin segera diam, dan tidak mendengar suara Beni juga setelah ini. Eros ingin merasakan pendalaman perasaannya itu. Yups, perasaan senang! Entah kenapa Eros merasa senang hanya dengan memutuskan untuk mulai bertindak terhadap Lili. Mungkin karena efek dia menggendong Lili dua kali juga yang membuat Eros seperti ini. Eros merasa lega. Hanya saja, sebenarnya, Eros tidak tau tindakannya nanti akan berbuah apa, akankah manis atau malah pahit. Dan Eros perlu mencoba demi mengetahui jawabannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN