Chapter 24

1735 Kata
"Ros, diem-diem baek lo." celutukkan Rio yang saat ini tengah berbaring di sofa kamar hotel tersebut membuat suasana yang awalnya hening beberapa saat, menjadi kembali hidup kembali. Saat ini, baik Eros, Beni, Rio, dan Aden memang berkumpul di salah satu kamar. Eros duduk dengan bersandar di kepala ranjang, Beni tengkurap di karpet bawah, sedangkan Aden tengkurap di atas ranjang dengan kepala menyentuk pinggir. Mereka semua bermain ponsel seraya bercakap-cakap, kecuali Eros yang dia saja tak berniat memainkan ponsel. Fasilitas kamar yang di sediakan untuk mereka sebenarnya ada 2, tapi karena merasa hari ini masih cukup sore untuk tertidur _padahal sudah pukul 11 malam_, Rio dan Aden yang harusnya berada di kamar sebelah, malah datang dan merecoki Eros juga Beni yang berniat tidur cepat. "Eros mah kapan sih nggak diem." balas Aden langsung menanggapi ucapan Rio, yang tentu saja tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. "Bukan gitu, dia makin double pendiem loh Den." Rio memberi alasan kuat, seraya bangkit dari posisinya berbaring di sofa dan menatap Eros juga Aden bergantian. "Iya juga ya. Sakit gigi lo Ros?" Aden bertanya dengan tawa bercanda. Agak jengah, kenapa teman-temannya tiba-tiba bertanya, "Enggak." ucapannya sambil menggeleng. Tapi Rio menatap Eros dengan pandangan tak percaya. "Gara-gara si Lili dia mah," Deg ... Celutukan Beni tiba-tiba membuat Eros seketika terperangah, tapi dia berusaha tetap menetralkan perubahan wajahnya. "Apa maksud lo Ben?" Aden bertanya tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel yang memainkan permainan jaman now itu, domino. "Tercengang kali liat kecantikan Lili, haha." Huft, jawaban Beni selanjutnya akhirnya membuat wajah tegang Eros sedikit melemas. Jujur apa yang dikatakan Beni tadi memang benar, Eros diam sedari tadi karena memikirkan Lili, tapi tidak mungkin dia berkata demikian kepada teman-temannya. "Iya juga ya ... Eh, tapi bukannya ini bukan kali pertama Eros liat Lili ya." Rio ingat itu, ini bukan kali pertama Eros melihat sosok Lili. "Bukan, kan udah gue ceritain kemaren pagi si Eros malah nggak mau minggir pas Lili lewat." Balas beni yang awalnya tengkurap di karpet ikut merubah posisi menjadi duduk seperti yang di lakukan Rio. Eros sediri hanya bisa memejamkan matanya sejenak, ada apa dengan orang-orang ini, kenapa berasumsi sendiri di depan mata Eros. "Wah senggak suka itu lo sama Lili ya Ros." Rio berdecak takjub, masih tidak percaya ada yang bisa menolak pesona seorang Lili itu. Dan mungkin hanya Eros satu-satunya pria yang menolaknya. Hanya saja asumsi Rio itu sama sekali tidak benar, bahkan Eros bingung harus menjelaskan bagaimana, jadi dia hanya bisa menggeleng sebelum berbicara. "Nggak," "Ck, ck, padahal Lili cantik buanget, meski sifatnya itu kayak setan." Tidak bisa di pungkiri jika apa yang dikatakan Rio sangat benar, cantik tapi ya begitulah, mungkin para wanita yang melihat itu masih bingung, kenapa pria hanya melihat dari good looking atau tidaknya, kenapa tidak melihat sifat tercela yang Lili tunjukan. Dan karena itu semua, sebenarnya sosok Lili selalu di musuhi oleh banyak siswi di sekolah meski tidak terang-terangan sih. "Bukan gitu," Sungguh Eros bingung menjelaskannya. Akan tetapi karena jawaban Eros barusan, semua mata di sana sontak menatap Eros dengan pandangan sulit di artikan. Eros menelan saliva kikuk ada apa dengan orang-orang ini. "Maksud lo?" tanya Aden memastikan, dia juga sudah mengabaikan game online yang dia mainkan. Sebenarnya ketiganya sekarang sudah menatap Eros penuh curiga. "Nggak jadi." Malas melanjutkan dan menjelaskan yang mana bingung apa yang harus di jelaskan, Eros memilih mengatupkan bibir. "Jangan-jangan, Eros juga tertarik sama Lili," ucap Rio penuh kehebohan, tambah heboh lagi karena pria itu bangkit dari duduknya secara tiba-tiba lalu mendekat ke arah ranjang. Mendengar Rio, Aden dan Beni tentu saja terdiam, mungkin sedang berfikir. Tapi beberapa saat setelahnya Aden tertawa kencang, "Enggak mungkin lah, kan __" "Gue nggak tau!" sela Eros tiba-tiba, memotong ucapan Aden, yang mana hal itu langsung membuat ketiganya terdiam lagi, jangan lupakan mulut ketiganya yang sampai terbuka. Tunggu ... Jelas siapa yang tidak akan terkejut, selama ini Eros sama sekali tak menunjukkan ekspresi apapun kepada Lili, dan melihat sosok Lili juga baru beberapa kali. Okay pesona Lili memang kuat, tidak ada yang bisa menampik fakta itu, akan tetapi kembali ke point awal, Eros tidak menunjukkan sisi suka atau yang lainnya. Lalu, untuk apa Eros malah menyela dengan mengatakan kata tidak tahu seperti itu. Sebenarnya, Baik Rio, Aden, dan Beni harus mencerna kata-kata Eros tadi, dan berfikir jernih. Sampai akhirnya, Beni yang pertama membuka suara. "Lo tertarik sama Lili?" Beni agak ragu awalnya, tapi ketika melihat wajah Eros yang nampak _sedikit_ bimbang membuat ketiganya langsung faham, dan sudah jelas jika pemikiran Beni, Aden, juga Rio memang benar adanya. "Gue nggak tau Ben!" jawab Eros lagi. Tidak seperti biasanya, Eros sedikit berani tidak menahan ekspresi wajahnya. Bukan tidak, tapi Eros kesulitan mengaturnya. "Bentar bentar. Harusnya kalo emang nggak suka ya bilang, enggak suka, bukan malah nggak tau loh Ros." ucap Aden ikut gemas. Dalam posisi duduknya dan paling dekat dengan Eros, Aden dapat melihat jelas raut Eros saat ini, sudah kembali datar santai apalagi memang. Tolong jangan berharap banyak terhadap Eros. "Lo suka Lili?" tanya Rio mode serius, di wajahnya tidak ada sama sekali sisi bercanda seperti biasanya. "Gue cuma ..." ucapan Eros menggantung di tempat, bingung harus menjawab apa. "Cuma apa?" Aden sudah greget, ingin menjawabnya sendiri. "Nggak tau." Yahh ... Hancur sudah harapan mereka untuk mendengar Eros menyukai Lili. Kalau Eros suka kan, setidaknya Eros masih pria normal seperti kebanyakan. Karena selama dua bulan ini Eros sama sekali tidak tertarik dengan spesies perempuan. "Astaga Eros. Lo kayak bocah perawan aja yang di tanya enak atau enggak, jawabannya nggak tau." ujar Rio dengan julid. Mungkin benar Rio itu playboy, dan tidak terlalu suka jika mendapat saingan good looking versi maksimal macam Eros ini. Tapi setelah lebih dekat beberapa hari dengan Eros, Rio juga sudah tidak terlalu memikirkan itu. Dia suka Eros sebagai temannya. Karena Eros diam saja tidak menjawab, Aden kembali bertanya. "Ato lo beneran nggak pernah pacaran ya Ros?" "Hm," Pasrah, Eros menjawab dengan gumaman. Memang kenyataannya seperti itu kan, Eros tidak pernah berpacaran. Terasa sia-sia memang memiliki wajah ganteng super bersertifikat halal seperti itu. "Parah. Ganteng-ganteng nggak laku." Lagi-lagi Rio julid, dia tidak sungkan mencibir. Harusnya Eros lah yang tidak terima di katai seperti itu, tapi nyatanya Aden yang langsung bangkit, tidak terima. "Mata lo nggak laku. Eros pasti punya pilihan. Kalo lo itu baru bener, nggak laku pake banget." balas Aden sarkas. "Ngadi-ngadi lo, mantan gue banyak, dari mananya nggak laku." Rio tentu tidak bisa menerima begitu saja ejekan Aden. Rio mendekat pada Aden seperti menantang. "Pergi aja yok Ros. Biarin mereka adu bacot." bisik Beni pelan seraya menggerakkan mulutnya memberi intrupsi pada Eros. Beni memang yang banyak diam di banding kedua orang prik yang tengah adu bacot dan adu tatap itu. Ruangan kamar itu sekarang terisi kerasnya suara adu mulut yang makin sengit itu. Eros yang paham dengan apa yang beni katakan, segera saja mengerutkan dahi, "Bukannya kita kamar yang ini?" tanyanya, pasalnya tadi mereka _Eros dan Beni_ sudah sepakat untuk tidur di kamar ini. "Halah nggak papa tukeran sama mereka," balas Beni. Dia sungguh sudah jengah mendengar pertengkaran sengit yang entah kapan berhentinya. Takut-takut mereka malah kena tegur sebab terlalu berisik di malam hari. "Okay." Eros mengangguk mengerti. Lagipun dia sama sekali tidak masalah mau tidur di mana saja. Dan saat Eros bangkit dari ranjang, juga Beni yang sudah berdiri berjalan menuju nakas untuk mengambil kartu akses kamar sebelah yang di tinggalkan Aden. Baik Rio juga Aden berhenti bertengkar tersadar jika temannya akan pergi. "Kalian mau kemana?" tanya Aden, wajahnya masih memerah setelah bertengkar mulut dengan Rio. Sudah bertahun-tahun berteman, tentu jelas sudah berapa banyak mereka berdua saling marah seperti ini. Mereka itu kadang cosplay menjadi upin ipin, walaupun lebih sering menjadi tom and jerry sih. "Balik ke kamar," jawab Beni santai. Rio melongo, "Lah," "Hust diem, kalian pake kamar ini aja." Beni menjawabnya, seraya menggoyangkan kartu akses yang dia dapat di udara. "Woyy, gue nggak mau sama si babi lagi." pekik Aden entah di buat-buat atau betul adanya. Dan karena paham apa yang akan terjadi selanjutnya, Beni menarik Eros kuat untuk cepat-cepat pergi dan keluar dari kamar itu. "Anjink! ___" Cklekkk ... Blamm ... Dan begitulah, akhirnya suara dari dalam tidak terdengar lagi, tepat ketika pintu berhasil tertutup rapat kembali. "Huft, setidaknya nggak denger mereka adu mulut ya Ros." Beni menghela nafas, bersyukur sekali mereka dapat keluar dengan begitu cepat. Dan Eros hanya bergumam pelan saja, "Hm." Eros dan Beni pun berjalan menuju pintu kamar di sampingnya. Dan dengan cepat Beni mengetapkan kartu akses di tempatnya. Pintu pun berhasil terbuka. Beni melangkah masuk, di ikuti Eros di belakangnya. Namun ... Baru juga sampai di tegah jalan, Eros terhenti ketika teringat sesuatu. "Hp gue ketinggalan," ucap Eros, dia tadi langsung di tarik oleh Beni, jadi ia sampai tidak ingat untuk membawa serta ponsel yang dia taruh di meja. "Lah. Yo dah, sana ambil!" Beni menyuruh Eros. Lagupun apa susahnya, kamar mereka hanya bersebelahan "Okay," Eros berbalik mundur, pintu kamar itu juga di tutup kembali, sementara Eros berjalan menuju lokasi semula. Tapi tiba-tiba, niatannya yang ingin cepat-cepat mengambil ponsel sepertinya harus tertunda ketika saat hendak ke kamar tadi, dia malah melihat sosok yang tak asing di matanya itu. Lili! Eros tidak menyangka akan melihat Lili di lorong ini, berarti Lili kamar berada di deretan kamar-kamar di sini? Eros saja terkejut apalagi ketiga temannya jika mengetahui mereka berada begitu dekat dengan posisi Lili. Tapi anehnya, gadis itu Lili malah berjalan menuju sisi kiri, di mana tangga darurat berada, untuk apa? Padahal kan jika ingin turun ke bawah dia harus ke kanan. Eros merasakan adanya hal janggal. Tapi jelas Eros tak salah mengenali jika dia Loli, dari pakaian yang di kenakan saja jelas dia adalah Lili. Merasa penasaran dan bercampur sedikit khawatir, Eros malah memutuskan untuk berjalan mengikuti Lili yang sudah berada cukup jauh di depan sana. Tidak! Eros tidak bermaksud lancang, dia hanya ingin tau kalau Lili tetap baik-baik saja. Sebab lokasi tangga darurat itu jarang terjamah orang. Sosok Lili menghilang did eoan sana, gadis itu sudah memasuki area tangga darurat. Alhasil Eros pun menambah kecepatan langkahnya, takut-takut dia malah kehilangan jejak Lili. Dan Eros tiba di depan pintu tangga darurat lumayan singgat, di karenakan dia sedikit berlari. Tanpa pikir panjang, Eros membuka pintu itu secara kasar. Cklekkk ... Dan ... Terkejut bukan main! Eros shock terperanjat melihat sesuatu di sana. Eros bahkan sampai melebarkan mata penuh. Shit! Tanpa sadar Eros langsung saja mengumpat di dalan hati. Sialan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN