Eros benar-benar gelisah. Hatinya ini terasa tak karuan, sejak pulang sekolah dia sudah kelimpungan sendiri di atas ranjang. Dan Eros sadar semua itu di karenakan Lili, gadis yang menggerogoti pikiran Eros.
Tapi untung saja, malam ini Eros tak berada di rumah, jadi dia sedikit merasakan teralihkan, walaupun tidak sepenuhnya.
Yups, malam ini Eros dan Beni akan menghadiri pesta ulang tahun adik sepupu Aden yang bersekolah di SMA tetangga yakni SMA Bratasena.
Perta ulang tahun itu dilaksanakan di salah satu ballroom hotel bintang lima di daerah kota.
Aden berjerita, jika undangan yang di tujukan pada Aden bertulis 'and partner', jadi Aden sengaja mengajak Beni, Eros juga Rio bersamanya. Sedikit ngadi-ngadi karena maruk bawa banyak orang, katanya sih 'biar nggak keliatan jomblo ngenes banget'. Dan lagi, agar mereka bisa makan gratis tentunya. Walaupun punya uang, tetap makanan gratis adalah spesies makanan super enak. Tidak ada duanya, apalagi hasil minta.
Sebenarnya memang mulanya Eros begitu malas untuk ikut pergi, bahkan saat di ajak siang tadi saja, dia kekeh menolak, tapi karena terus di paksa Beni dan sangat suntup terus kepikiran sosok Lili, akhirnya mau tak mau Eros pun menerimanya.
Eros berangkat bersama Beni, sedangkan Aden bersama Rio. Mereka sudah janjian di depan lobi hotel.
Tepat pukul tujuh malam, Eros dan Beni sampai, mereka berjalan menghampiri Aden Rio yang sudah menunggu di depan sana.
Hari ini Eros nampak begitu tampan, dengan pakaian kasual yang enak di lihat mata. Rambutnya yang sedikit di tata tidak polos seperti biasanya hal itu sudah menambah kesan super duper ganteng pada diri Eros.
"MasyaAllah ini teh beneran si Eros?" Dari kejauhan saja Rio sudah ternganga melihat penampilan baru Eros yang tidak biasa ini. Dan saat Eros tiba di depannya jadi dia tidak tahan untuk mengeluarkan celutukkan.
Aden ikut menimpali, juga terkagum dengan Eros, "Gilak lo, ganteng banget rambut korea gini. Ngeri-ngeri." ucap Aden seraya menggeleng pelan.
"Iya nih, gue tadi juga kaget. Ati-ati aja di angkut cecan SMA Bratasena." Tak tinggal diam, Beni rupanya juga ikut menggoda Eros. Walaupun ucapan mereka bertiga jujur dari dalam hati.
"Minder nih kalo liat Eros begini," Rio menunjukkan wajah melasnya lalu mengusap bawa matanya, berpura-pura mengelap air mata yang seolah turun, sungguh paling pro kalau sudah mendramatisir keadaan.
"Hust, ayok masuk." Eros sudah jengah mendengar celotehan para temannya ini. Bukannya malu di goda macam itu, Eros hanya tidak suka. Ia jadi merasa bersalah telah menata rambutnya menggunakan pomade, harusnya di biarkan saja seperti biasa tadi.
"Tapi serius, lo ganteng. Pangling gue Ros." Aden tersenyum lebar, lalu mendekati Eros dan merangkul bahu Eros itu.
"Hm." Eros bergumam malas sebagai jawaban, tapi kalau dia menanggapi lebih akan malah makin panjang, padahal pesta sudah di mulai beberapa menit yang lalu.
Mereka pun masuk ke dalam, dengan Eros yang masih di rangkul Aden, di ikuti Beni juga Rio di belakang mereka.
Akan tetapi ketika mereka memasuki area lobi, mata Eros malah tidak sengaja menangkap seseorang yang seharian ini menempel di otaknya. Siapa lagi kalau bukan Lili.
Orang yang Eros lihat berada di dalam lift yang hampir tertutup sempurna.
Eros sampai mengerutkan dahinya, merasa bingung apakah yang dia lihat sosok Lili tadi nyata atau cuma bentuk kehaluannya setelah seharian terus kepikiran Lili.
Sampai pintu tertutup pun, Eros masih saja menatapi dan padahal dia juga teman-temannya sudah berbelok, jadi Eros sampai menoleh tinggi demi melihat lift.
"Ada apaan sih?" Aden juga bertanya, karena melihat Eros yang bertingkah seperti itu. Dan pertanyaan itu berhasil membuat Eros tersadar.
"Ya?"
Eros sudah memposisikan kepalanya lagi lurus ke depan.
"Liat apa lo, sampe segitunya lo liat?" Aden mengangkat alisnya sebelah merasa masih penasaran dengan Eros.
"Em ... Bukan apa-apa."
Eros tidak mau membahasnya. Mungkin dia saja yang salah lihat. Takut-takut jika dia bercerita, malah akan menjadi bahan bullian mereka lagi setelah wajah tampannya ini yang selalu di goda.
"Ye, liat hantu ya lo?" Aden melebarkan mata membayangkan pemikirannya sendiri. "Yo dah kalo liat spesies begituan simpen aja, jangan di ceritain." Aden tertawa kecil. Bukan apa-apa, pria itu hanya menghargai keputusan Eros yang tidak mau bercerita. Eros itu sangat tertutup, jadi Aden mengerti betul
"Hm," gumam Eros lagi.
Dan setelah itu, mereka sampailah di area ballroom, setelah melewati hadangan para penjaga di depan, dan karena Aden memiliki surat undangan mereka di persilahkan masuk.
Wow ...
Saat pertama kali masuk, jujur Eros sedikit takjub. Pesta ini benar-benar pesta remaja. Yang Eros lihat, tidak ada sama sekali yang memakai pakaian formal di sini, meski tetap menggunakan warna dresscode yang senada, yakni di antara putih, hitam, juga biru dongker. Tidak seperti pesta kebanyakan, konsep pesta ini begitu fresh, penataan tema ballroom juga di buat se kece mungkin. Tidak hanya area makan yang berada di pojokan, tapi juga ada di sediakan permainan untuk para lelaki seperti billiard juga lainnya, juga ada semi bar di pojok tapi kalau dari pengamatan Eros, minuman di sana tidak mengandung alkohol.
Tanpa sadar, Eros yang terus mengamati keadaan sekitar, ternyata dia sudah di tuntun Aden untuk menghampiri si pemilik pesta, siapa lagi kalau bukan sepupu Aden.
Gadis dengan dress panjang warna biru dongker itu nampak tersenyum lebar di depan sana. Mungkin melihat Aden yang datang.
"Den," sapa sepupu cantik Aden itu, entah yang bernama siapa, Aden sih yang juga tidak memberi tahu.
"Oi, nggak telat kan gue?" Aden menaik turunkan alisnya merasa bangga.
Tapi semua itu tidak bertahan lama, ketika melihat cibiran sang sepulu. "Telat elah. Udah di mulai acaranya."
Dih ...
Di sisi lain Aden yang sepertinya siap berdebat, Eros, Beni dan Rio hanya diam saja mengamati keduanya.
"Boong banget, dasar." Aden melipat kedua tangannya di depan tubuh atas.
Kan benar apa yang di katakan Aden, terdengar tawa senang dari sepupunya itu jelas menjadi jawaban kalau gadis itu berbohong, "Wkwk, punya banyak temen juga lo."
Kalau tidak ingat ini hari membahagiakan bagi Siska sepupunya itu, Aden sudah siap menggeplak kepala dan mulutnya biar tidak asal bacot untuk menghinanya. "Njir, banyak temen gue."
Eros menoleh ke arah Rio, seolah bertanya. Dan jawaban gedikan bahu dari Rio, seperti mengatakan kalau hal ini sudah biasa. Atau lebih tepatnya mode kucing dan tikus sudah di buka.
Siska itu tersenyum culas ke arah Aden, "Ya, ya, ya, si banyak temen. Tapi __"
Potong Aden, sudah tidak tahan. "Tapi apa? Anjir, gue kepret juga lo."
"Santai mas bro," Siska seperti tak merasa bersalah, karena dia malah tertawa keras.
"Dih ... Yo dah, ini kenalin Beni." Malas melanjutkan perdebatan, Aden langsung saja memperkenalkan teman-teman yang dia bawa, terdengar tidak ikhlas saat berucap, tapi sebenarnya tidak demikian.
Karena hal itu, Beni segera tersenyum seraya menyodorkan tangan. "Beni, btw selamat ulang tahun ya," ucap Beni setelah mereka berjabat tangan.
"Iya thanks," Siswa ikut tersenyum tulus. Tidak seperti kepada Aden yang cenderung tersenyum jahil.
"Ini Rio." Lanjut Aden sesudah sesi perkenalan Beni.
Niat hati Rio juga ingin bersikap macam Beni, dia mengulurkan tangan untuk perkenalan dan ucapan selamat ulang tahun. "Ri __"
Tapi kenyataannya, belum juga mengucap sepatah kata, Siska sudah menyela lebih dulu.
"Si kamprety nggak usah di kenalin."
Parah memang. Yang mana langsung membuat Rio melongo.
Okay memang, Rio sudah mengenal Siska sejak lama. Dan sikap gadis ini kepada Rio tidak pernah berubah, macam medusa yang halal di tabok.
"Dih, pe'a. Pilih kasih lo." Tentu Rio juga kesal karena Siska seperti itu. Tapi Siska malah cuek-cuek saja
"Biarin, wlee ... Yang samping lo dong di kenalin." Mengabaikan Rio, Siska beralih berbicara pada Aden sepupunya. Dan yang di maksud jelas adalah Eros. Karena di situ, hanya Eros yang belum di perkenalkan.
"Mata lo gercep juga liat yang bening," cibiran Aden sontak keluar, sepupunya ini memang benar-benar ya.
"Wo ... Jelas kalo itu mah hihi." Siswa tertawa kecil.
"Dih, padahal sepupunya lo ini juga ganteng poll, sampe luber kemana-mana gantengnya." Dengan percaya dirinya Aden menggerutu.
"Udah jangan banyak cincong."
"Si anying. Ini Eros ..." Mau tak mau Aden pun memperkenalkan, tapi dengan sangat tidak ikhlas, jauh tidak ikhlas dari yang tadi.
Tanpa memperdulikan mood Aden yang anjlok, sebagai tamu Eros pun memperkenalkan diri seraya menyambut uluran tangan sepupu Aden. "Eros,"
"Hai Eros. Gue Siska." Siska nampak berbinar terang dan memegang tangan Eros erat.
"Centil amat," gerutu Aden namun masih dapat di dengar jelas oleh Siska.
"Happy birthday," ucap Eros.
Setalah itu kegiatan salaman itu terputus, dengan Eros yang menarik tangan lebih dahulu.
"Hehe iya. Nikmatin pestanya ya, moga lo puas."
Eros mengangguk. "Iya."
"Nanti ngobrol lagi ya Eros," Benar apa kata Aden, Siska malah makin menunjukkan sisi centilnya dengan memberi kedipan satu mata.
"Wey, temen gue jangan di apa-apa in." Pekik Aden tidak santai, mungkin merasa tak terima.
Hanya saja tanggapan Siska malah memukul lengan Aden cukup keras.
Plakk ...
"Kagak. Sante aja brodie."
Aden mengeluh lengannya dengan mata yang melotot lebar, "Ish, Awas aja lo, Eros anak baik-baik. Nggak cocok sama lo yang spek cabe giling."
Karena ucapan Aden yang terakhir, Siska juga mulai terpancing, terlihat dari rahangnya yang mengeras. Tapi tidak lama, Siska beralih menjadi tersenyum lagi.
"Sabar ..., Untung gue dalam mode kalem. Kalo enggak, udah gue cakar itu mulut lo."
"Serah. Sana-sana lo pergi, temen-temen lo udah para nungguin di belakang lo itu."
Bukan hanya usiran, tapi Aden memang tidak berbohong. Teman-teman Siska sudah berdiri tidak jauh di belakang sana, mungkin menunggu Siska dan mau mengucapkan selama ulangtahun juga kepadanya.
"Iye-iye, sabar dong ..." ucap Siska sesudah menoleh sekilas. "Ya usah, Beni, Eros nikmati pestanya ya, gue tinggal dulu bye."
Setelah mengucapkan itu, Siska benar-benar melangkah pergi menjauhi ke empatnya.
"Woylah, gue kagak suruh nikmatin nih ceritanya?" protes Rio tiba-tiba dengan memasang wajah tidak terima.
"Lo pikir lo doang?" Sahut Aden, "Gue juga kali. Serasa nggak di terima gue di sini."
Benar juga. Padahal Aden sepupunya.
"Senasib. Tapi sepupu lo emang kurang asem mulu." Rio sudah tidak heran sih akan sikap Siska. Tapi sudah beberapa waktu tidak bertemu, sikap nenek sihirnya makin menjadi. Bikin emosi saja.
"Jangan di tanya kalo itu. Udah-udah yok cari tempat duduk ato enggak makan." Beni melerai, cukup jengah mendengar perdebatan sedari tadi.
Dan langsung saja, Rio yang berwajah butek sontak berubah cerah mendengar kata makanan. "Kalo makan sih siap sedia gue mah."
"Ayok Ros," Aden merangkul bahu Eros lagi, dan mengajaknya berjalan ke area tempat duduk yang di sediakan.
"Hm,"
"Takut gue lo di gondol cewek-cewek di sini. Liat tuh, banyak yang mau nerkam elo wkwk." Aden menunjuk gerombolan-gerombolan gadis yang berada di sana nampak menatapi Eros. Mana sambil bisik-bisik setelah melihat, jelas sekali tengah mengibah ria. Ghibah penuh kebaikan Eros tentunya.
"Hm," Eros tak perduli. Dia sudah sadar sedari tadi, jadi dia tak terkejut.
Mereka berempat pun benar-benar duduk di tempat kosong di sana. Lalu menikmati acara pesta yang juga sudah di mulai.
Acara demi acara di lalui dengan sangat menyenangkan, banyak games juga, ada sesi menembak gebetan lagi tadi. Hm, pesta orang di dijadika ajang jadian. Tapi Siska nampak fine, tidak hanya cantik Siska juga baik nan friendly, jadi dia malah senang jika seperti itu.
Acara pesta pun telah usai, tepat pukul 9 malam. Terlalu cepat untuk acara semenyenangkan itu.
"Ayok," ajak Aden. Mereka memang sebelumnya sudah keluar dari ballroom dan berdiri di lobi.
"Kemana?" tanya Eros kebingungan.
"Kita kan nginep di sini," sahut Rio dengan alis yang di naik turunkan.
Eros tau jika para tamu undangan memang di beri fasilitas menginap di hotel bagi hang berminat. Dan semua di tanggung oleh Siska _sepupu Aden_. Gadis itu sendiri yang tadi mengumumkan di podium. Sungguh Eros takjub, rupanya keluarga Siska sekaya itu, dan lagi ini hotel bintang lima loh.
"Enggak. Gue pulang aja." Tidak sesuai rencana awal. Tentu Eros tidak akan mau.
"Fasilitas hotel gratis ya kali di anggurin Ros." Ganti Beni yang ikut mengompori. Staycation selama 24 jam bukannya malah bagus.
Eros menggeleng, "Nggak papa gue __"
"Ros dengerin gue. Mubazir Ros, tau mubazir kan. Lagian besok kita juga libur." ucap Aden. Semua temannya ini benar-benar mendesak Eros.
Eros pun menghela nafas, tak menjawab ya ataupun tidak. Tapi respon itu saja sudah cukup untuk di artikan setuju oleh ketiganya.
"Ayok-ayok." Dengan penuh semangat Rio merangkul pundak Eros, dan menariknya berjalan.
"Kemana lagi?" Eros makin mengerutkan kening. Padahal kalau mereka menginap, harusnya mengambil kunci kamar di meja resepsionis kan, bukan malah berjalan ke arah samping ballroom.
"Ambil fasilitas restonya wkwk." jawab Rio dengan santainya.
"Makan lagi?" Eros membeo.
"Kita kan perut karet Ros." Ganti Beni yang menyahut di belakangnya.
Astaga,
Okay Eros hanya bisa pasrah. Memang sejak awal Eros sudah pasrah, jadi sekalian saja pasrah terus sampai besok.
Area restoran hotel nampak mewah nan elegan. Di sana juga ramai, ramai para tamu undangan Siska juga tentunya. Eros tidak habis fikir dengan perut orang-orang yang berada di sini. Kalau dirinya mah dia tidak akan makan, Eros sudah cukup kenyang menyantap jamuan di ballroom tadi.
Eros, Beni, Aden, dan Rio pun mengambil meja kosong di bagian pojok. Dan duduk di kursi setiap sisi meja bulat tersebut. Akan tetapi baru saja mereka duduk, seseorang yang baru datang nampak mencuri pandangan Eros sepenuhnya, tidak hanya Eros tapi beberapa pengunjung lain.
"Wah, ada Lili juga di sini." Decak kagum Rio membuat Aden dan Beni yang membelakangi pintu masuk langsung menoleh.
"Makin sexy aja itu anak kalo nggak pake baju sekolah." sahut Aden dan di balas setuju oleh Rio.
Siapa sangka jika Lili rupanya mengambil tempat duduk di meja kosong samping mereka. Kesenangan sudah Rio dan Aden ini.
Tapi bukan itu saja. Mereka malah harus melihat pertunjukan di mana mantan-mantan Lili yang di tolak mentah-mentah oleh gadis itu.
Wow, hebat sekali.
Sampai akhirnya Lili juga menembak seorang pria berkacamata yang duduk di depan saja.
Lagi, lagi, dan lagi, Eros harus di buat kagum dan terkejut akan sikap Lili yang seperti itu. Hanya saja dia tak menunjukkan ekspresi apa-apa.
Eros diam, dengan pandangan yang berniat beralih dari Lili.
"Wah gilak si Lili,"
"Iya ya, udah dapet pacar baru aja. Padahal gantengan juga gue."
"Spek akhlak lo bukan tipe Lili. Lo kan akhlakless."
"Anjink!"
"Haha,"
Saking Eros fokusnya menatap Lili, Eros bahkan sampai tidak ikut menyahut teman-temannya ini yang membicarakan Lili.
Jujur saja, ada sesuatu yang membuat Eros tak ingin melepas pandangan dari Lili.
Yakni ..., denyut hatinya yang terasa berbeda.
Aneh, Eros juga bingung merasakannya.
Tapi saat Lili bersikap seperti itu, dan menembak pria berkacamata di depan matanya, Eros tidak tahan untuk tidak mengetatkan rahangnya secara diam-diam.
Eros tak tau apa yang terjadi. Yang jelas Eros merasa ada sesuatu ke irian di hatinya.
Perasaan apa ini?