Chapter 19

1816 Kata
Setelah seharian mengikuti jam belajar mengajar, nyatanya hal itu juga sangat melelahkan. Walaupun hanya duduk dan mengandalkan otak, rasa lelah juga merembet ke tubuh. Begitulah yang Lili rasakan. Seharian ini dia harus menerima dua kali mengerjakan ulangan harian, dan salah satunya matematika yang terkenal dengan kemantapannya. Golongan apa yang suka matematika? Yang jelas Lili tidak termasuk di dalamnya. Lili sama sekali tak suka malah cenderung benci matematika. Padahal pepatah mengatakan jika terlalu benci lama-lama akan berubah menjadi cinta. Tapi kenyataannya kalimat tersebut sama sekali tidak berlaku untuk pelajaran matematika. Makin di benci makin pula mengesalkan. Ah, Lili harap bukan Lili saja yang berpikiran seperti ini. Walaupun sudah sangat lelah, ternyata sore ini Lili juga tidak langsung pulang. Dia juga menolak di antar atau di jemput mantan-mantannya, ataupun pria-pria yang masih mendekatinya. For your information, Lili sudah resmi putus kemarin dengan pria yang tempo hari menjemputnya. Lili yang kekeh meresmikan, dan akhirnya dia pasrah menerima, walau masih ada ngeyel-ngeyelnya sih. Pria itu Ilham masih ingin menjemptnya kalau tidak lebih dulu Lili tolak mentah-mentah. Lima belas menit yang lalu bel pulang berbunyi, tapi Lili begitu santainya keluar dari ruangan kelas. Dia akan pulang tapi entah bagaimana nantinya, mungkin seperti kemarin yang dia memesan grab. Keadaan sekolah masih cukup ramai, walau tidak seramai lima belas menit yang lalu, di mana para siswa-siswi berlomba lomba untuk keluar menuju gerbang. Entah kenapa, tiba-tiba Lili teringan dengan kejadian tadi pagi, ketika si adik kelas viral tidak mau menyingkir walau dia suruh berkali-kali. Bahkan dia baru menyingkir setelah di tarik laki-laki lain yang Lili duga adalah teman dari dia. Wow, awalnya Lili sangat takjub dengan tingkah pria itu _Eros_. Pria itu tidak menuruti perintahnya dan berksan seperti dia telah sengaja ingin menantangnya. Tapi kalau di pikir-pikir setelahnya, untuk apa pria itu menantangnya. Bahkan sebelumnya dia sempat dua kali membantunya, mengambilkan makanan yang jatuh dan mengambilkan dompet yang tertinggal. Lagi ..., berniat memberinya jaket. Walau menurut Lili itu adalah sikap freak karena pria itu sangat tidak jelas dengan tiba-tiba melakukan hal baik tapi dengan wajah juga tatapan tak santai, tapi Lili tetap appreciate dan masih berpositif thinking jika Eros tidak bermaksud menantangnya. Karena jelas, kalau Lili sudah marah dengan sikap Eros tadi. Lili pasti tak bersikir dua kali untuk mematahkan bagian tubuh dari pria itu barang satu tempat saja, di antara hidung atau kakinya pastinya. Lagi, bersukur juga tadi pagi mood Lili sedang lumayan bagus, jadi dia tidak terlalu terpancing, walau bisa dibilang kesalahan tidak menuruti perintah Lili adalah salah satu hal fatal. Langkah Lili menuju gerbang tiba-tiba memelan melihat sang mantan yang Lili kira sudah menerima masalah putusnya tadi ternyata malah datang ke sekolah untuk menjemputnya. Padahal Lili dengar betul kalau Ilham _mantannya_ berkata tidak akan menjeput. "Anjir! Tu orang ngapain sih," decak Lili merasa kesal sendiri. Padahal ia sudah ada rencana tidak mau di ganggu, tapi si s****n itu malah datang. Sungguh Lili tidak berbohong kalau dia sedang malas pulang bersama mantan atau gebetan-gebetannya itu. Jadi Lili harus bagaimana? Menghadapi dan menolak mentah-mentah lagi seperti di panggilan telefon tadi? Haha ... Memang kodrat Lili marah-marah. Jadi kali ini Lili akan menghadapi si s****n itu. Ah, tidak secepat itu. Lili akan berpura-pura tidak melihat saja. Syukur-syukur kalau Ilham memang tidak menyadarinya. Walaupun kmeungkinan besar itu sulit, sebab tidak ada yang tidak tau keberadaan Lili jika dia selalu menjadi pusat perhatian. Dengan langkah percaya diri seperti biasanya, Lili pun melanjutkan perjalannya menuju gerbang, tubuhnya ia tetapkan dengan pandangan lurus ke depan. Dan benar saja seperti dugaan Lili, tubuhnya tidak akan luput dari mata Ilham, karena baru saja dia mendekat pada gerbang pria itu sudah lebih dulu memanggil nama Lili dengan suara nyaring. "Lili!" Lili hanya melirik sedikit pria itu darii kejauhan, tapi setelah itu dia membuang muka acuh dan melengos berjalan menuju sisi yang tidak da pria itu. "Lili!" Panggilan itu kembali terdengar di pendengaran Lili. Tapi Lili tidak menggubris, sampai akhirnya suara langkah kaki berlari terdengar, Ilham mengejar Lili. Grep ... Pria itu mencekal pergelangan tangan Lili, menahan agar Lili tidak pergi. Alhasil Lili mau tak mau berhenti, ia menoleh dengan gerakan pelan. "Lili ayo aku anter pulang," dengan pd-nya Ilham berkata seperti itu. Hei. Apa si s****n ini amnesia? Apa dia lupa jika di telefon tadi Lili sudah menolak berbonus makian keras? Waw, hebat sekali dia tidak tau diri dan tetap memasang wajah yang seolah tidak terjadi apa-apa. Senyum miring Lili tunjukan kepada Ilham, membuat pria itu sedikit menciut takut. "Kok ngeyel ya lo!" Pria itu sedikit mengendurkan cekalnya pada pergelangan tangan Lili, tapi masih tidak berniat melepaskan. "Aku cuma pengen anter kamu," Ilham berucap pelan. Dia tidak perduli jika nampak seperti laki-laki lemah di mata orang-orang. Karena memang saat ini Lili dan Ilham tengah menjadi pusat perhatian untuk beberapa siswa siswi yang hendak pulang sekolah. Lili menyentak tangan Ilham hang memegangnya kasar, membuat tangannya langsung saja terlepas dari genggaman pria itu. "Anter mata lo! Jangan nggak tau diri dong. Lo lupa? Kita. Udah. Putus!" Lili memberi tekanan pada setiap katanya, berharap ucapannya dapan mendorong masuk ke dalam gendang telinga Ilham. Biar tau diri. "I ... Iya. Tapi aku __" Lili tau, pria ini akan ngeles da mencari-cari alasan. Jadi Lili berinisiatif memotongnya begitu saja. "Kalo tau, ya mikir dong!" Ilham menggeleng pelan. "Aku cuma pengen anter!" Ia hendak meraih tangan Lili lagi, tapi Lili lebih dulu menghindar. "Anter apanya, gue bilang kita putus! Sebagaimanapun usaha lo memperbaiki dan deketin gue. Kita nggak bakal bisa balikan!" Ini bukan hanya omong kosong belaka, Lili memang punya kebiasaan jika sudah melontarkan kata putus, dia tidak akan sudi untuk menjalin hubungan lagi. Dan selama ini Lili sama sekali tidak merasa bersalah telah meninggalkan para mantan-mantannya dengan keadaan yang bisa di bilang hampir sama, yakni para lelaki yang selalu memelas untuk meminta balikkan. Dab lihat, Ilham sama sekali tak dapat menutupi raut sedih akan ucapan yang baru saja Lili katakan."Tapi Lili ...," Lili mulai kesal menanggapi, sepertinya ia harus memberi peringatan terakhir, sebelum berlanjut ke sesi selanjutnya kalau-kalau pria ini masih kekeh pendirian tidak mau pergi. "Baru jadian satu hari jangan belagu! Gue bilang pergi! ... Pergi nggak?" Ilham berhasil mendapatkan tangan kanan Lili, dan dia menggenggamnya erat. "Li ___" Hanya beberapa detik bertahan, Lili sudah menarik paksa tangannya dari genggaman Ilham seraya memotong ucapan pria itu. "Ah, gue tau. Atau lo nunggu tangan sama kaki gue maju dulu, baru mau pergi? Lo belum pernah coba kan?" Lili menyeringai lebar, menakutkan. Semua orang uang melihat termasuk Ilham sendiri menyadari aura menyeramkan Lili. Bahkan orang-orang sudah berbisik-bisik jika Lili siap menunjukkan taring dan cakarnya kepada mantannya satu ini. Takut. Siapa yang tidak takut. Saking takutnya, Ilham sampai linglung dan terbata. "Aku ... Aku ..." Tapi Ilham ingat jika tujuannya kemari adalah untuk mendapatkan Lili kembali, dia sudah membulatkan niat tadi, jadi dia tidak akan membuang kesempatan dengan pergi hanya tangan kosong. Cukup! "Enggak Li! Aku cuma mau anter kamu. Aku juga tetep nggak mau putus sama kamu. Sekali aja Li beri aku kesempatan. Aku udah sayang dan cinta sama kamu, walau kita cuma jadian satu hari." Ilham mengucapkannya dengan nada kasihan agar bentuk permohonannya di kabulkan Lili, gadis cantik yang sudah mengisi penuh isi hatinya. Tapi kenyataannya, Lili tetaplah Lili. Si dewi malam yang tidak akan terkecoh dengan wajah melas orang-orang. Jadi bukannya Lili menerima dengan memberi kesempatan Ilham, gadis itu malah kembali menyeringai makin lebar. Lili meluruskan badannya dan berhadapan langsung dengan wajah Ilham. Tatapannya juga fokus tertuju pada mata pria itu. Merinding bukan main. Tatapan Lili, juga perlakuan Lili yang tiba-tiba mengangkat satu tangannya dan meletakkannya di pipi Ilham pelan, hal itu sukses membuat pria itu makin gelisah tak karuan. Sentuhan dengan gerakan pelan ke atas dan ke bawah yang Lili lakukan tidak berhenti ..., sampai ... "Oh, jadi itu pilihan elo! ...," Lili menyetujui pilihan dari Ilham. "Okay." BUGG ... Dan benar saja dengan gerakan sangat cepat, elusan yang alaknya begitu meremangkan itu sontak berganti dengan sebuah layangan pukulan keras-keras yang mendarat pada pipi pria itu. Lili sama sekali tidak menahan pukulannya. Jadi bisa di pastikan jika hasil kesakitan yang di dapat Ilham akan sangat maksimal. "Arghhh ..." Ilham sampai berteriak, sudah di pastikan jika pukulan Lili sudah seperti hasil dari tangan gajah. Sama sekali tidak merasa bersalah, Lili tersenyum miring, dan langsung menawarkan kembali. "Lagi?" Tidak perlu berfikir jauh, kalian pasti paham apa yang Lili maksudkan. "Li ..." Ilham yang sudah mundur beberapa langkah ke belakang karena pukulan yang di dapat tadi, malah kembali mendekati Lili, seolah pria itu sama sekali tidak takut dengan apa yang Lili tawarkan. "Okay lagi ..." BUGG ... "Arghh." Kali ini Lili tidak melayangkan pukulan, melainkan berganti sebuah tendangan keras. Yang mana langsung membuat Ilham terpental jatuh ke kerasnya paving. "Sebenarnya lo balik serang gue pun juga nggak papa. Tapi sayang, gue nggak bakal ijinin tangan kotor lo nyentuh pipi gue!" Lili tau para laki-laki bisa saja menyerang atau menangkis pukulannya. Tapi mereka malah diam saja. Lagi pun sebenarnya kalau mereka ingin balik menyerang Lili, Lili tentu tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Hoho, jangan lupa kekuatan Lili jauh lebih besar, ilmu bela dirinya jauh lebih mantap. Lili bergerak maju mendekat ke arah Ilham. Lalu dia menendang perut Ilham yang masih terbaring lemah penuh kesakitan keras-keras. BUGG ... "ARGHH ..." Puas dengan hasil yang dia dapat, apalagi melihat pria ini tak berdaya, Lili langsung saja tersenyum meremehkan seraya mengangkat jempolnya ke depan. Ralat tapi lebih tepatnya jempol terbalik, alias memberi nilai kalau Ilham itu cemen. Dan setelah itu Lili berbalik dan melenggang pergi meninggalkan Ilham yang menahan sakit akibat Lili. "Lili ... jangan ..." Sudah seperti itu, Ilham masih saja mengeluarkan suaranya lirih, untuk mencegah Lili pergi. Mendengar suara pelan tersebut, Lili lagi-lagi mengacungkan jari nya, bukan, bukan jempolnya, melainkan jari tengah ke atas _tanpa menoleh_. Lili tidak perduli. Toh yang memulai dan meminta semua ini terjadi pria itu sendiri. Lili melanjutkan langkah santainya menyusuri trotoar, hingga tanpa sadar dia sampai di halte bus. Sedikit linglung, yang harusnya dia memesan grab car, Lili malah melupakannya. Jadi dia pun memutuskan duduk di halte dahulu. Dan kemungkinan Lili akan naik bus saja. Walaupun Lili adalah anak yanv famous nan modis, Lili bukan orang sok kaya yang tidak sudi naik kendaraan umum macam bus. Lili bisa naik, hanya saja dia itu tipikal orang yang tidak mau menunggu, jadi naik Bus bukan pilihan yang tepat untuknya. Namun karena hari ini berbeda. Lili malah jadi ingin naik bus. Melupakan kejadian barusan tadi, Lili mengeluarkan ponsel dari sakunya, untuk bertukar kabar dengan teman sebangkunya _Ellie. Bukan bertukar kabar sih, melainkan Lili dan Ellie nanti memang sudah berjanji akan keluar bersama, jadi mereka kabar-kabar untuk menentukan waktu dan lain sebagainya. Karena asik dengan ponselnya sendiri. Tanpa di sadari, kedatangan seseorang yang terasa tiba-tiba bagi Lili, sukses membuat gadis itu terkejut. Tapi Lili hanua terkejut di dalam hati, dan tidak menunjukkan reaksinya secara langsung. Lili mengangkat pandangannya. Orang yang membuat Lili terkejut ternyata sudah berdiri diam tidak jauh darinya, tatapannya juga lurus ke arahnya. Eros ...,
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN