Chapter 18

1792 Kata
Mereka tiba! Tinggal sedikit lagi, Eros dan Beni sampai di SMA Andara yang tercinta. Bahkan gerbang depan sekolah menengah atas itu sudah nampak di mata Eros juga Beni. Beni sendiri santai-santai saja mengendarai motor. Beda cerita dengan Eros di belakang Beni. Eros nampak sedikit gelisah tidak nyaman, ada pemikiran buruk yang menghantui Eros. Tapi pria itu hanya bisa menepisnya, dan tetap diam melihat para siswa-siswi yang berdatangan menuju gerbang. Suasana sekolah memang bisa dibilang tidak seramai itu, sebab Eros dan Beni tidak berangkat terlalu siang, tapi tetap saja, bagi Eros ini sudah sangat siang dan ramai, yang biasanya jalanan gerbang sepi hari mereka harus melewatinya dengan banyak mata yang mungkin memandang. Benar saja ketika Beni mengendarai motor melewati gerbang, beberapa orang nampak menatap Beni Eros, walau tidak terlalu berlebihan. Mungkin mereka belum sadar jika yang baru saja lewat adalah Etos. Hanya saja, detik berikutnya keadaan yang awalnya tenang, sontak berubah ramai dengan satu orang yang berbicara keras bahwa dia Eros. "EROS!" Eros melirik satu gadis dengan rambut sebahu berteriak. Ada apa memang kalau ada Eros? Kenapa harus berteriak sekeras itu? Kenapa mulit toa-nya tidak dapat d kontrol sampai membuat orang-orang menjadi ikut heboh. Eros hanya bisa berdecih pelan, resiko berangkat siangan ya gini, pikirnya. "Ros, astaga, fans lo ngejerit keras banget. Untung gue nggak kaget." Adu Beni, karena gadis itu tadi memang memekik cukup keras tepat ketika motor Beni lewat. Eros diam saja. Tak berniat menanggapi. Dan membiarkan orang-orang yang juga saling berbisik saat ini. Tiba di parkiran khusus motor dan Beni sudah mengehentikan kendaraan yang mereka tumpangi, Eros buru-buru turun dari sana. Dan langsung melepas helm yang dia pakai kasar. Ia ingin segera pergi dari sana. Tapi saat Eros melepas helm, gadis-gadis aneh yang melihatnya malah saling menjerit lagi. Jujur saja sudah cukup lama Eros tak merasakan suasana seperti ini, jadi ia merasa sangat tak nyaman. Eros memberikan helm yang dia pegang ke pada Beni, dan Beni menyambutnya. "Ben, gue pergi dulu ya," Eros berpamitan, melihat Beni yang sibuk memarkirkan motor. Sudah di bilang kan, Eros ingin segera pergi. Tapi nyatanya, Beni tidak memberi izin. Dan mencegah Eros untuk pergi lebih dahulu. "Tunggu ..., Barengan napa," "Ya udah ayok!" Sedikit tidak tau diri memang, sudah nebeng tapi malah hendak pergi dahulu. "Iya iya, bentar ..." Beni pun memarkirkan motornya cepat-cepat, agar Eros tidak meninggalkannya Eros berdiri diam, merasa tak nyaman dengan sekitar, apalagi sudut matanya yang melihat orang-orang yang juga menatapnya, Eros pun segera memasang tudung hoodienya untuk menutupi kepalanya. Setidaknya dengan cara seperti ini ia lebih merasa aman. "Yok." ucap Beni tiba di samping Eros. "Hm," Eros dan Beni berjalan beriringan dengan Beni yang merangkul bahu Eros santai. Beni merasa menang melihat orang-orang yang melihat Eros mupeng _muka pengen_ itu karena telah merangkul temannya. Sebenarnya Beni bukan gila popularitas atau ingin viral, tapi ternyata menjadi teman yang ternyata juga tidak terlalu buruk. Beni tidak tau Eros ini anak yang introvert atau tidaknya. Tapi melihat dia yang selalu menutup diri dari sekitar, membuat Beni merasa khawatir dengan Eros saat ini. Beni juga merasa bersalah hari ini karena telah membuat Eros menjadi pusat perhatian. Padahal ia tidak berniat seperti itu tadi. Panggilan alamnya sulit di tahan, apalagi dia memang memiliki kebiasaan boker yang lama pake banget. Kalau boker dengan wc jongkok bisa dibilang kaki Beni sampai keram semutan bukan main, maka dari itu Beni adalah tim wc duduk dari pada wc jongkok yang merepotkan. Eros memasang wajah datarnya, bukan di sengaja, tapi hari ini dia sudah terlanjur hilang mood. Sepanjang perjalanan Eros dan Beni menuju kelas, mereka juga terus menemukan para siswi yang jejeritan. Salahkan tinggi Eros yang memang bisa dibilang cukup tinggi untuk ukuran anak SMA, yakni 183 sentimeter, sehingga membuatnya cukup mencolok ketika berjalan. Tapi siswa siswi di sini sebenarnya juga memiliki tinggi badan yang lumayan-lumayan. Mungkin karena efek dari gizi yang terpenuhi, juga gen kalangan atas yang tidak dapat di tutupi. Saat sampai di depan koridor kelas 12, mata Eros menangkap ada sekelompok orang yang juga tengah melihatnya. Dan Eros masih ingat betul jika salah satu dari banyak orang itu adalah orang yang memukulnya kemarin. "Ros, kita putar arah aja gimana?" bisik Beni pelan, bukan merasa takut, tapi saat ini dia hanya sendiri dengan Eros, apalagi orang-orang di depan sana melihatnya dengan tidak santai. Takut-takut mereka memang ingin mencari masalah. Dan Beni tidak seberani Rio dan Aden menghadapi sendiri. Eros menggeleng, "Nggak usah." Lagu pun untuk apa putar arah. Kelas mereka ada di depan sana, akan sangat merepotkan dan makin membuang waktu jika harus berputar-putar. "Tapi Ros ..." "Nggak papa Ben, mereka nggak bakal ngapa-ngapain." Mendengar Eros sendiri sudah berkata seperti itu, alhasil mau tak mau Beni juga menerima saja. Dan benar ketika mereka bedua mencoba cuek walau terus di amati, salah satu dari gerombolan itu tetap melakukan aksinya. Dengan cara memajukan satu kakinya berniat membuat Eros terjatuh. Tapi karena memiliki insting kuat dan gerak reflek, dengan cepat Eros menghindar dengan melangkahkan kaki lebih tinggi, jadi dia tidak terjatuh, bahkan Beni tidak sadar jika Eros baru saja di jahili. Eros tau jika yang melakukan itu adalah Andi juga, orang yang memukulnya di kamar mandi. Tapi Eros mencoba tidak menggubris dan malah memberi kode Beni agar mereka mempercepat langkah. Bug ... Tiba-tiba suara keras berasal tepat dari belakang Eros itu sukses membuat Beni terkejut dan menoleh. Beni bahkan sampai melebarkan mata, rupanya punggung Eros terkena lemparan sebuah sepatu besar seseorang. Beni tau lemparan itu pasti menyakitkan, tapi Eros tidak bereaksi apa-apa. Para gadis yang melihat Eros di perlakukan seperti itu hanya bisa saling panik tanpa bisa melakukan apa-apa. "Ros," Beni khawatir karena Eros diam saja setelah menghentikan langkah tadi. "Nggak papa, ayok lanjut." Eros tidak ingin ada keributan di pagi hari seperti ini, oleh karena itu Eros memilih melupakan dan mengajak Beni untuk melanjutkan perjalanan menuju kelas, tanpa memperdulikan orang-orang bodoh di belakang sana. "Kabor lo cupu! Huu!" Teriakan dari belakang tersebut sukses membuat kedua langkah Eros dan Beni terhenti kembali, ralat Beni hanya mengikuti Eros yang berhenti. "Ros," Beni menoleh mengamati reaksi Eros. Dan tiba-tiba Eros malah memutar badan seratus delapan derajat dengan gerakan super pelan. Tatapan Eros sulit di artikan, bukan hanya di pandangan Beni, namun semua orang termasuk Andi sekalipun. Eros nampak tak marah, tapi matanya menyorotkan sesuatu. "Apa lo? Berani lo sama gue?" Andi nampak tak terima dengan sikap Eros seperti meremehkannya itu, walau hanya sebuah tatapan tapi Andi merasa tersinggung. Eros tak mau menjawab. Dia bukan berniat melihat Andi, melainkan menatap seorang yang berjalan dari kejauhan _di belakang Andi_. "b*****t!" Baru selangkah maju, Andi langsung saja mengurungkan niatnya itu ketika telinganya mendengar suara gadis dari belakang. "Minggir!" ucapan dengan nada dingin dan tegas tersebut mau tak mau membuat semua orang menoleh mencari siapa gerangan sosok yang tiba. Andi menoleh cepat, tak asing dengan suara gadis, sebab suara itu berasalah dari gadis pujaan hatinya yang selama ini membuatnya kalang kabut dan rela melakukan apapun demi dia. Lili! Gadis itu, malah dengan santai memaki Andi yang hanya membalik badan, tanpa bergerak menuruti perintah Lili untuk menyingkir. "Anjink, gue bilang minggir!" Andi dan teman-temannya, khususnya Andi memang menghalangi koridor, tak heran jika Lili marah. Andi menuruti perintah Lili tanpa berusaha membantah sepatah kata pun, si b******k macam Andi bisa tunduk se tunduk tunduknya kepada Lili. Dan begitu Andi menyingkirkan, Eros dapat dengan jelas melihat Lili penuh. Tatapan Eros tertuju pada Lili, begitupun Lili yang juga menatap Eros datar. Ketukan suara langkah kaki Lili terdengar seperti ngebass di telinga orang-orang, begitu pun Eros. Entah kenapa, Lili berjalan nampak begitu elegan, dengan wajah yang sangat cantik nan fresh. Bahkan hembusan angin kecil yang menyapu rambut-rambut badai Lili, membuat dia nampak seperti para gadis di iklan sampo. Cantik! Tidak dapat di pungkiri. Seperti di hipnotis, Eros sama sekali tak bergerak dari tempatnya walau Lilo sudah melanjutkan langkah dan hampir sampai di depannya. Padahal Beni saja sudah menyingkir untuk memberi jalan Lili seperti yang lain. Mata tajam Eros tak berkedip, di tambah alis tegasnya, membuat Eros terlihat seperti menatap penuh intimidasi. Padahal tidak begitu ceritanya. Meski begitu, Lili sama sekali tak terkecoh. Dia tak perduli dengan Eros. Hingga sampai di depan Eros yang diam kaku, Lili kembali mengeluarkan kata yang sama seperti yang dia katakan tadi. "Minggir!" Lili pikir Eros akan langsung menyingkir seperti Andi. Tapi ternyata tidak sama sekali, pria ini _Eros_ masih saja tidak bergerak dengan mata yang tertuju pada mata Lili. "b***k! Gue bilang minggir s****n!" ucap Lili sedikit kerat. Meski di sisi kanan dan kiri masih ada jalan yang kosong, jelas Lili tidak sudi harus mengalah dan berjalan lewat samping hanya untuk pria yang viral ini. Oh, jangan kira setelah Lili dan Eros bertemu beberapa kali dan membantunya _sedikit_. Lili akan terima di perlakukan semena-mena oleh pria ini. Ingat! Lili tetaplah Lili! Si dewi malam yang angkuh dan keras kepala. "Jangan sampe gue ulang kata untuk ketiga kalinya!" desis Lili tajam nan dalam. Akan tetapi Eros seolah tutup mata dengan ancaman Lili. Padahal semua orang, termasuk Andi saling menatap tidak percaya Eros, mungkin mereka begitu takjub dan heran dengan Eros yang berani berlaku seperti itu terhadap Lili. Andi pasti berfikir jika penolakan Eros terhadap Lili sudah di level tinggi, sampai dia berani begitu dengan Lili? Sebab nyatanya, tidak ada satu orangpun yang berani terhadap Lili, karena kalau berani, artinya mereka siap babak belur. "Satu ..." Beni yang merasa panik, dan kasian terhadap Eros pun langsung bergerak maju dan menarik tubuh Eros untuk menyingkirkan di pinggir, agar Lili dapat melanjutkan perjalanan. Walau sulit, karena tubuh Eros sangat kaku, tapi akhirnya Beni berhasil menyingkirkan Eros. Lili melirik tajam nan tak suka Eros yang sudah berada di pinggir. Lalu dengan gerakan masih sama elegannya, Lili berjalan kembali seperti semula. Eros menoleh menatap punggung kecil itu dan mengikuti setiap gerakan Lili sampai kejauhan dan menghilangkan di telan jarak. "Ros, kenapa lo tau, astaga gue mau gila kalo lo nggak nyingkir tadi. Bisa-bisa bonyok lo udah." Beni masih merasa frustasi dengan Eros yang santai-santai saja seperti tidak terjadi apa-apa. Baru di bicarakan, dan ucapan Beni sudah teruji kevalidannya. Eros sama sekali tak perduli, dan pria itu saat ini malah melanjutkan langkah menuju kelas dengan gerakan santai. "Ros! Ah elah!" Beni pun mau tak mau menyusul teman sebangkunya itu. Menantang! Tidak! Eros sama sekali tak berniat menantang Lili. Dia tidak tau apa yang telah ia lakukan, dia bingung dan linglung. Mungkin memang bukan pertama kali Eros melihat Lili, tapi entah kenapa hari ini Lili begitu berbeda. Padahal kemarin saat di cafe, Eros tidak sebegininya. Atau saat di minimarket, Eros juga masih baik-baik saja. Akan tetapi kali ini, Eros sangat berbeda. Seberbeda itu sampai itu beberapa kali harus menyentuh dadanya yang berdegup hebat. Ada apa dengan Eros? Sakit apa yang telah Eros! Kenapa jantungku berdetak berkali-kali lebih kencang. Arghh ... Gila! Mungkin Eros bisa gila merasakan jantungnya yang terus seperti ini hanya dengan melihat Lili.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN