Menurut Eros, hari ini adalah hari yang tidak seberat kemarin. Masalah keributan juga hanya terjadi tadi pagi, saat dia berangkat pagi. Untuk selebihnya hidupnya lumayan tenang.
Karena ya, Eros setelah itu tidak keluar kelas sama sekali, juga jendela sampingnya sudah di pasang gorden. Memang sejak awal di pasang sih, tapi kemarin gorden itu sedang di loundry. Sehingga para penggemar-penhhemar Eros yang berdatangan harus pergi dengan tangan kosong.
Meski begitu, kalau boleh jujur hidup Eros tidak setenang penampilannya. Okay, memang betul, jika di lihat dari casingnya Eros sudah kembali seperti Eros yang semula. Tapi di dalam diri dan hati, Eros tengah gelisah, sangat.
Bagaimana tidak gelisah, jika seharian ini dia sama sekali tidak dapat membuat nama Lili pergi dari otaknya. Okay, memang sebelumnya Eros sudah merasa memikirkan Lili, tapi bedanya hari ini perasaan itu makin menjadi saja.
Lili, gadis itu, sangat menggangu. Mengganggu pikiran juga hati Eros. Dan Eros tidak tahu alasannya.
Bahkan hanya dengan memikirkan nama Lili saja, jantung Eros berdegup kencang tak karuan.
Ah, sudahlah.
Eros melanjutkan perjalanannya menuju gerbang sekolah santai, masih dengan hoodie hitam dan earbuds menyumpal di telinga tentunya.
Tidak seperti biasanya Eros yang menunggu setengah jam atau bahkan lebih. Hari ini Eros malah sudah berniat pulang walau bel pulang baru berbunyi dua puluh menit yang lalu.
Hebat, kalau tadi pagi berangkat tercepat Eros. Kali ini adalah pulang tercepat bagi ini Eros, lumayan kan lebih gercep sepuluh menit.
Walau sudah dua puluh menit berlalu sejak bel berbunyi, tapi suasana sekolah masih cukup ramai, meski tidak seramai itu juga si, ya lumayan lah, atau satu dua tiga orang.
Ah, tidak. Rupanya Eros salah.
Mungkin benar jika selama Eros berjalan di koridor dan lapangan, Eros hanya berpapasan satu atau tiga orang saja. Tapi ternyata banyak orang nampak masih berkerumun di depan gerbang depan sana.
Masih jauh, Eros jadi tidak melihat alasan mereka berkerumun. Karena kenapa Eros berfikir demikian, para orang-orang di sana nampak menatap satu tujuan yakni gerbang bagian sisi kiri.
Eros tentu sama sekali tidak kepo. Dia juga tidak mempercepat langkah, yang ada dia malah menghindari kerumunan tersebut.
Tapi sampai Eros makin dekat dan tiba tidak jauh dari gerbang sekolah. Para kerumunan itu belum juga buyar.
Makin ke sini Eros juga penasaran dong, oleh karena itu Eros sedikit menajamkan pendengarannya ...
Dan benar saja, Eros mendengar suara Lili, gadis itu, juga suara rintihan orang kesakitan.
Ada apa ini?
Banding terbalik dengan tadi, Eros menjadi sangat kepo, tapi sana sekali tidak ada space untuknya melihat situasi di depan kerumunan.
Sampai akhirnya, kerumunan itu perlahan buyar, setelah mendengar suara u*****n keras seseorang.
"b*****t!"
Dan baru saja orang-orang buyar, Eros dapat melihat seorang pria dengan pipi membiru terduduk di trotoar depan gerbang. Jelas pipi itu baru saja terkena bogeman keras dari seseorang.
Lili ... Apakah gadis itu yang membuat karya biru pada pipi pria di depan itu?
Sepertinya iya!
"Kyaa ... Eros!"
Pekikan seorang gadis _persis seperti tadi pagi saat dia baru saja tiba di sekolah_, kali ini juga sukses mengundang para mata siswa siswa melihat ke arah Eros. Padahal tadi tidak ada yang menyadari keberadaan Eros loh.
Bisik-bisik dan pekikan heboh terdengar di iringi para gadis yang mengangkat ponsel untuk menjepret gambar Eros.
Huft, Eros hanya bisa menghela nafasnya.
Dan Eros berniat segera pergi saja. Namun matanya tidak sengaja menangkap jika pria dengan pipi biru tersebut juga menatap Eros.
Ah, Eros juga baru sadar jika di bagian seragam putih depan perut pria itu juga kotor membentuk cap sepatu. Berarti jelas, jika Lili tadi juga sempat memberikan tendangan maut terhadap dia.
Mata Eros dan mata pria itu saling beradu beberapa detik, sebelum akhirnya Eros memutus tatapan lebih dulu. Dan berlanjut melangkah pergi, menuju halte bus yang berada tidak jauh jadi sekolah.
Lili ..., Gadis itu sangat berani. Eros bahkan masih tidak menyangka ada seorang gadis yang berani melakukan hal tersebut kepada kaum lelaki. Bukan hanya secara fisik namun juga mental.
Untuk fisik, selama ini Eros hanya pernah mendengar cerita berkali-kali dari bibir Beni, Rio, atau Aden saja. Tapi kali ini dia melihat hasilnya secara langsung. Pria tadi sama sekali tidak nampak seperti habis terkena pukulan gadis. Bahkan lebih dari itu, dia terlihat baru saja mendapat bogeman mentah dari preman bertubuh gempal.
Wow ... Hebat sekali Lili ini!
Dan juga ...
Berbahaya!
Sangat berbahaya sampai Eros tidak dapat melihatnya di detik pertama. Akan tetapi walau seberapa pun berbahaya Lili, semua orang jelas tidak dapat mengindari Lili, kesempurnaan Lili begitu memikat mata dan hati.
Tidak dapat di pungkiri jika Eros juga sama halnya dengan mereka.
Langkah Eros menuju halte memelan menyadari jika seseorang yang saat ini duduk di bangku halte depan sana adalah orang yang tadi baru saja membuat keributan, baik di depan gerbang maupun di hati Eros.
Eros sampai mengerjakan matanya beberapa kali masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Sampai ketika Eros sudah berjalan makin dekat saja, gadis itu _Lili_ mulai mengangkat wajah _yang mulanya menunjuk menatap ponsel_ menjadi tertuju pada Eros yang sudah berhenti di tempat.
Seperti biasanya, wajah Lili masih sangat cantik, seolah wajah tersebut tidak pernah bisa tersentuh debu-debu yang membuat kusam, istilahnya buluk, Lili tidak pernah merasakan sisi bulunya. Semua selalu shining, shimmering, splendid.
Eros yang diam dan menatap Lili tanpa henti tersebut rupanya membuat Lili tidak nyaman, dan langsung berdecak kesal menyindir Eros. Tidak hanya itu, Lili juga segera saja mengutarakan ke tidak sukanya.
"Apa lo!" Jelas Lili mengucapkannya dengan nada nyolot yang tidak terkontrol.
Eros hanya mengerutkan dahinya itu tanpa berniat menjawab atau memutus kontak dengan Lili.
Beberapa detik berikutnya, sesi saling menatap mereka ternyata harus benar-benar terhenti, sebab bus yang mereka tunggu telah tiba. Baik Eros maupun Lili, keduanya langsung menoleh ke arah jalanan di mana Bus yang juga telah berhenti.
Lili pun bangkit dari tempatnya, untuk menghampiri bus, dan meninggalkan Eros yang berdiri di tempatnya.
Namun tidak lama dari itu, Eros juga menyusul langkah Lili memasuki Bus.
Ketika Eros baru selangkah masuk, ia malah melihat di depan pintu Lili malah yang tengah saling adu urat dengan supir bus.
"Ini. Saya kan bayar cash." suara nyolot Lili sukses menjadi pusat perhatian beberapa orang yang mengisi bus.
"Tapi saya nggak ada kembalian." Supir bus juga ikut nyolot, mungkin tak terima dengan Lili yang bersuara keras.
Lili memutar bola matanya malas dengan mulut yang berdecak. "Ck, siapa juga yang minta kembalian!"
"Tapi __"
Tanpa memperdulikan kesopanan atau apalah itu, Lili memotong ucapan si supir yang kira-kira berusia setengah abad an. "Yaudah kalo nggak mau. Nggak jadi naik juga nggak masalah."
Lili mencibir dengan mata tajam, dan dengan gerakan cepat dia memutar badan hendak kembali turun, tapi siapa sangka jika tepat di belakang Lili telah berdiri seorang pria berhoodie hitam yang tak lain tak bukan adalah Eros.
Eros menghadang jalan, sehingga Lili tak dapat keluar.
"Minggir!" Karena jarak yang terlalu dekat, Lili sampai harus cukup mendongak demi melihat wajah Eros.
Tapi Eros tak menggubris, dia malah bergerak makin maju, dan mencondongkan tubuhnya seraya sedikit menunduk ke depan, membuat Lili mau tak mau melebarkan mata terkejut.
Deg ...
Apa yang mau Eros lakukan?
Ini tempat umum! Bahkan orang-orang kini tengah menatap keduanya.
Mata Eros tak menatap Lili, tapi ke arah samping Lili. Mengabaikan ekspresi Lili, Eros tetep makin mencondongkan tubuh. Dengan Lili yang juga bergerak mundur.
Tit ... Tit ...
Suara bunyi dua kali yang terdengar sukses membuat Lili menoleh ke arah asal suara.
Eros sendiri berucap kepada supir bus yang memperhatikan, "Saya dua pak, satu lagi dia." Tidak perlu menduga lagi siapa 'dia' yang Eros maksud. Tentu saja adalah Lili.
Rupanya Eros mencondongkan tubuh hanya berniat menge-tab kan kartu naik bus yang sudah ia isi saldo ke sebuah benda di belakang Lili.
Memang bus di daerah sini sudah menggunakan teknologi macam ini. Banyak dari orang yang menggunakan kartu dari pada uang cast, sehingga supir bus juga tidak menyediakan uang receh sebagai kembalian.
Lili yang memang sangat awam dengan kendaraan umum sudah pasti tidak tau jika sistim naik bus seperti ini. Jadi jujur saat ini Lili sedikit merasa 'malu' mungkin. Tidak ... Rasa malunya sebenarnya bukan bersal dari itu saja, melainkan karena isi otaknya sempat berfikir macam-macam ketika Eros bergerak mencondongkan badan.
Si supir bus tersebut menoleh tidak suka kepada Lili. Sepertinya si supir masih memiliki rasa dendam karena sikap Lili tadi. Tapi tetap saja si supir mengiyakan ucapan Eros, "Oke kalo gitu." Lagi pun, saldo Eros sudah terlanjur keluar dua kali.
Lili yang sudah menetralkan dirinya pun juga sudah tidak memperdulikan si supir bus, dia malah menatap Eros penuh ketidak sukaan. "Apaan sih!"
Eros tak menjawab, dan hanya diam saja menatap Lili yang memasang raut penuh ancaman macam singa betina.
"Jangan sok kenal ya lo!" Lili sampai mengangkat jari telunjuknya dan menunjuk wajah Eros tajam.
Brumm ...
Tapi Eros diam saja. Sampai akhirnya tanpa aba-aba si supir bus langsung saja menjalankan bus, tanpa menunggu Eros dan Lili duduk di tempat dahulu.
Alhasil karena hal tersebut, Lili hampir saja jatuh terjengkang, kalau tidak ada tangan yang memegangnya, menahan tubuhnya tersebut.
Dan jelas, tangan tersebut adalah milik Eros.
Lili mendelik ke arah Eros. Tak ada sesi romantis macam drama korea sama sekali di antara mereka. Barang sedetik seperti saling memandang pun tidak ada.
Yang malah Lili langsung saja melontarkan u*****n kerasnya.
"s****n!"
Lili yang sadar secepat itu segera menyentak tangan Eros yang masih memeganginya, hingga tangan tersebut benar-benar terlepas.
"Berani ya lo!" Lili menatap Eros sengit, walaupun Eros hanya berniat membantu, tapi Lili tidak menyukainya, adik kelas viral ini lancang menyentuhnya. "Awas aja lo," desis Lili, dan setelah mengatakan itu Lili bergerak pergi untuk mencari tempat duduk yang kosong dan bisa dia duduki.
"Bangke,"
Eros juga masih mendengar suara u*****n pelan sebelum Lili benar-benar menjauh.
Huft ..., Eros hanya bisa menghela nafas. Harusnya memang tidak harus heran sih jika Lili seperti itu.
Tapi jujur Eros tidak tau kenapa dia melakukan semua ini, padahal dia jelas tau, jika Lili tidak akan mengucapakan Terimakasih kepadanya seperti sebelum-sebelumnya.
Mungkin ini semua karena jantung Eros. Dia tak dapan mengontrol jantungnya ketika dekat dengan Lili, jadi dia sedikit bingung dan linglung sehingga ia melakukan sesuatu tanpa berfikir dua kali.
Selepas dari semuanya. Eros tak dapat memungkiri jika dirinya merasa adanya setitik kesenangan di dalam hati hanya karena menyentuh tangan Lili beberapa detik.
Dan lagi-lagi Eros tidak tau kenapa. Apa alasan di balik perubahan Eros ini. Dan pria itu sungguh tak kuasa jika terus seperti ini.
Eros menoleh ke pada Lili yang sudah duduk di tempatnya.
Lili, gadis itu ...
Seolah terpana, Eros pun mulai melangkah _menuju deretan bangku kosong_ si belakang Lili tanpa sedikitpun melepas tatapan ke arah gadis itu yang saat ini asik memainkan ponsel.
Gila! Eros sudah Gila!