Chapter 14

1706 Kata
Niatan awal dengan apa yang dilakukan memang sering kali tidak sinkron maksudnya itu selqlu melenceng dari pada niatnya. Apalagi untuk manusia manusia yang sering kali memiliki pemikiran berubah-ubah mendadak. Plin-plan sudah seperti motto hidup saja kan. Begitupun Lili. Gadis itu yang awalnya sudah sangat-sangat niat pergi ke club tadi, tapi saat di tengah perjalanan dia malah berubah pikiran, begitu cepatnya sampai dia langsung banting stir menuju pelataran sebuah cafe yang lumayan sepi. Untung itu hanya Lili yang berada di mobil, kalau ada Ellie atau yang lain sudah di pastikan akan panik bukan main. Kalau di lihat-lihat sebenarnya outfit dan vibes Lili saat ini sama sekali tidak cocok jika di tujukan pada cafe. Kalian tahu sendiri bagaimana, terlalu menor dan terbuka. Tapi namanya juga Lili, gadis itu fine fine saja, nampak tidak peduli dengan persepsi orang sekitar. Asalkan dia nyaman dan senang itu sudah cukup menurutnya. Walaupun saat ini Lili telah menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung yang datang, juga staff yang bekerja di sana, Lili tetap santai menyantap makanan seraya sesekali memainkan ponsel. Asial, Lili sih santai bukan main, tapi pengunjung laki-laki, ya sudah jelas jika mereka saling melotot memandangi sosok Lili. Tontonan gratis mungkin pikirnya begitu. Lili sendiri asyik mengeskrol pesan-pesan percakapan yang teman sekelasnya kirimkan di grup kelas. Biasanya Lili tidak pernah mengkepo masalah grup kelas loh. Tapi kali ini _lagi, lagi, dan lagi_ entah kenapa dia malah membukanya. Mungkin karena pembahasan yang muncul di notifnya cukup menarik perhatian? Mungkin saja. "Ck," Bibir Lili mengeluarkan decakan pelan beberapa kali, sadar jika grup kelas sama sekali tidak nampak seperti grup kelas, bisa dibilang malah mirip grup rumpi, dengan mengabaikan sebagian kaum adam yang mencak-mencak tidak terima grup kelasnya terkontaminasi dosa perghibahan siswi perempuan. Entah bisa di katakan dosa atau tidak, tapi di grup itu tengah membicarakan kebaikan saja. Yups, lebih tepatnya puji-pujian di tujukan kepada Eros, pria itu siapa lagi. Astaga Lili mulai jengah jika para wanita di sekitarnya membahas Eros dan Eros terus terus. Apa mereka tidak bosan? Padahal Eros tidak ada bagus-bagusnya kecuali nilai plus dalam wajahnya. Apapun yang terjadi, Lili benar-benar tidak akan menargetkan si Eros itu, walaupun dia good boy kalem kalau kata Ellie. Lili juga tidak suka berpacaran dengan dengan orang terkenal atau memiliki popularitas cukup tinggi. Okay lupakan Eros. Tapi sebenarnya, adanya kehebohan tentang Eros sedikit membuat Lili melupakan masalahnya tadi. Hanya sedikit, dan Lili tidak akan mau mengakuinya. Lili menekan tombol home, keluar dari aplikasi chating itu. Sudah malas, pembahasan teman sekelasnya mulai jauh. Apalagi di sana mereka juga saling mengirim foto-foto hasil jepretan candid Eros ..., LAGI!, mulai dari Eros yang memejamkan mata, Eros yang membaca buku, Eros yang berjalan, Eros yang menatap kamera, dan lagi juga Eros yang sedikit tersenyum sambil berbicara dengan teman sebangkunya. Ck, bagaimana bisa orang-orang itu mengambil gambar sampai seperti paparazi profesional. Apalagi pria itu seolah tidak terganggu dengan gadis gadis yang memotret. Sedikit ajaib, sebab yang bersikap cuek di perlakukan seperti itu di SMA Andara hanya lah Lili, tidak ada yang lain. Vanie saja yang gila popularitas tetap akan marah dan berteriak kesal saat di ganggu oleh jepretan terus menerus. Lili akui si adik kelas Eros benar-benar hebat. Se-hebat itu juga, karena semua gambar yang di ambil tidak ada yang menampakkan sisi jelek dari Eros. Semua pas tampan sesuai porsi. Padahal kalau di fikir-fikir poni depan klimis style rambut Eros itu sangat norak dan kuno, tapi kenapa jika dipasangkan pada Eros, semua nampak begitu indah? Sial ..., Lili jadi iri sendiri, ditambah dengan wajah itu yang mulus. Apa mungkin pria itu memang memakai produk kecantikan pada wajahnya, hingga sampai semulus itu. Sudahlah, hari ini Lili terlalu sibuk dengan orang lain dari pada dirinya sendiri. Ting ... Terdengar suara notif pesan singkat yang sengaja Lili pasang untuk kontak-kontak tertentu itu berbunyi, salah satunya pada kontak teman sebangkunya, Ellie. Dan karena sudah yakin dengan siapa si pengirim pesan, Lili mengambil kembali ponsel yang sempat dia letakkan sebentar di atas meja. Benar seperti dugaan bukan, jika yang mengirimi pesan singkat adalah Ellie. Lili membuka kembali aplikasi pesan singkat berlogo telefon warna hijau itu cepat. Ellie: 'Tadi gimana? Kesorean?' Membaca pertanyaan yang Ellie ajukan. Lili langsung saja mengetikkan balasan. Anda: 'Nggak jadi,' Mungkin sebagian dari kalian penasaran, sebenarnya tujuan Lili hari ini itu kemana, apalagi Lili sampai harus sedikit cek cok dengan papanya itu. Yups, Lili sejujurnya berniat akan pergi ke pemakaman dan berziarah kubur. Siapa yang meninggal dunia? Dia adalah kakak perempuan Lili yang meninggal sekitar enam tahun yang lalu. Dan setiap tahunnya Lili selalu berziarah sendiri, tanpa sosok Mama maupun papanya. Kalau mama mungkin Lili dapat sedikit memaklumi, tapi kalau Papa, hm, sepertinya Lili tidak perlu memperjelas lagi tentang ke-bullshit an papanya. Dari sekian banyak hal tentang Lili, gadis itu hanya memberi tahu Ellie tentang hari peringatan kakaknya saja. Karena biasanya setiap hari peringatan, Lili akan mentraktir Ellie atau paling tidak keesokan harinya akan mentraktir. Lili juga tidak memberi tahu jelas kepada Ellie, hanya sekedar jika di tanggal sama enam tahun yang lalu, kakak yang di sayangi Lili telah berpulang ke sisi tuhan Yang Maha Esa. Ting ... Suara dentingan pesan masuk, seketika membuyarkan lamunan Lili. Ellie 'Eh serius nggak jadi?' Anda: 'Iya,' Pagi tadi memang Lili sempat di ingatkan oleh Ellie, dan Lili juga berniat akan berziarah sepulangnua. Tapi saat pulang sekolah tiba, entah kenapa Lili jadi lupa ingatan, sampai saat Bi Iyem berbicara pun Lili tidak paham. Mungkin ini karena laki-laki itu Eros yang sedikit membuatnya tak nyaman ketika bertemu di minimarket. Dan lagi, sebenarnya Lili juga sedikit heran, bagaimana bisa Ellie ingat segala sesuatu tentang Lili. Terlebih hanya hari kematian kakak Lili. Ingatan Ellie memang patut di acungi jempol empat. Ting ... Ellie: 'Gue nggak bakal tanya alasannya. Tapi gantinya, gimana kalo besok gue temenin.' Anda: 'Hm. Boleh.' Sepertinya bukan ide yang buruk. Walaupun Lili tidak pernah merasa sedekat itu dengan Ellie. Tapi membawa gadis itu untuk berziarah akan sedikit menyenangkan setelah enam tahun ini selalu ziarah sendirian. Ting ... Ellie: 'Terus sekarang di mana? Rumah?' Lili buru-buru mengetikkan balasan lagi. Anda: 'Nggak.' Ting ... Ellie: 'Terus di mana? Jangan bilang lagi di club?' Sebuah sentum tercetak di bibir Lili, seraya mengetik. Anda: 'Nggak.' Balasan Lili baru saja terkirim. Tapi layar ponselnya sudah berganti dengan sebuah panggilan masuk yang juga berasal dari teman sebangkunya itu, Ellie. Drttt ... Drttt ... Karena sudah seperti ini, mau tak mau Lili segera menggeser tombol hijau yakni menerima panggilan tersebut. Lalu meletakkan ponsel di samping telinga. "Kenap ___" Belum juga Lili melanjutkan ucapannya, Ellie sudah lebih dulu bersuara. "Huft, gue pikir lo lagi clubing. Tapi suara di sana nggak berisik, jadi sudah di pastiin nggak ke club." Lili tidak menjawab, dia malah balik bertanya. 'Tumben lo kepo?" Memang aneh menurut Lili, selama dua tahun lebih mereka menjadi teman sebangku, Ellie tidak pernah bertanya macam-macam tentang kegiatan Lili di luar sekolah, jadi hal seperti ini sedikit aneh menurut Lili. "Bukan gitu, ini hari penting buat kakak lo. Yakali Lo clubing, bukannya berdoa buat kakak lo." Benar, alasan Lili batal clubing salah satunya itu. Dia tidak mungkin bisa bersenang-senang juga di sana, di sana rasa bersalah akan menggerogoti. "Hm, ya ya, dah gue tutup." "Okay ..., Em, btw ... jangan benci gue ya," Tiba-tiba lagi? ... Makin aneh sekali Ellie ini. Dan entah kenapa suasananya juga menjadi berubah mellow. "Hm?" "Karena gue udah kepo. Jangan benci, gue cuma khawatir," Ellie terdengar tulus ketika mengucapkannya. Apa mungkin Ellie selalu menahan diri selama ini agar tetap menjaga batasan yang memang Lili sengaja bangun ya? "Ya. Udah gue tutup." ucap Lili karena malas berlanjut mellow-mellow lagi. "Ok __" Tut ... Sambungan telepon pun terputus dengan Lili yang mengakhiri lebih dulu. Huft ... Ellie itu baik, sangat baik menurut Lili. Hanya saja Lili saja yang tidak mau melihat dan memulainya. Merasa sedikit tidak enak pada hatinya, Lili bangkit dari tempatnya hendak menuju kamar mandi. Lagi pun, kantung kemihnya juga terasa penuh, jadi ia ingin mengeluarkan cairan di dalamnya. Tapi saat Lili baru bangkit, dia malah gagal fokus dengan suara deru keras motor dari luar. Lili menoleh cepat melihatnya, rupanya ada sebuah motor hitam besar di tumpangi oleh seorang pria yang memakai helm full face. Padahal hal seperti ini sudah sangat biasa dalam hidup Lili, apalagi pacar-pacar dan mantannya selama ini juga banyak yang memiliki motor besar, baik Fahmi mantan yang putus tadi sore itu. Tapi entah kenapa kali ini Lili juga masih saja penasaran. Ah, sudah lah ... Merasa sudah tidak perlu membuang waktu dengan berkepo ria, Lili berjalan pergi meninggalkan tempat dan menghampiri kamar mandi khusus perempuan di sana. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit bagi Lili menuntaskan diri di kamar mandi. Dan setelah itu dia kembali ke tempatnya. Hanya saja ketika dia baru menginjakkan kaki di luar area kamar mandi, matanya malah tidak sengaja menangkap sosok laki-laki yang begitu banyak di bicarakan orang-orang hari ini. Yups ..., Pria itu Eros. Si adik kelas yang saat ini memakai jaket bomber dan celana jeans. Sungguh Lili tak dapat memungkiri, jika Eros nampak begitu berbeda ketika berada di sekolah. Mungkin juga efek rambutnya yang tidak serapi ketika di sekolah, atau malah mederung sedikit berantakan. Wow ..., Mungkin jika para perempuan di dari sekolahnya melihat penampilan pria itu, pasti semua akan menjerit. Hm, haruskan Lili memotret dan menyebarkan ke grup. Bodoh ... Lili bodoh ... Memang untuk apa dia repot-repot memotret. Lili merutuki pemikiran konyol yang sempat terlintas di otaknya itu. Eros duduk menyamping dan sedikit menunduk, jadi pria itu tidak melihat jika ada sosok Lili juga si cafe itu. Lili mengerutkan kening, ketika sadar rupanya pria itu _Eros_ datang kemari untuk bertemu seseorang. Dan orang itu baru saja tiba berlanjut duduk di kursi tepat di depan Eros. Pria dewasa yang mungkin berusia empat puluhan itu memakai kemeja polos warna biru muda, dia saling bercakap santai dengan Eros, walaupun wajah Eros terlihat tidak begitu berminat. Ck ... Lili merutuki dirinya kembali, karena tidak sadar telah memperhatikan juga kepo dengan sosok Eros. Kesal, Lili pun melanjutkan langkahnya menuju tempatnya tadi, harusnya Lili memang tidak bersikap seperti ini lagi. Lili berjanji sikap bodohnya ini untuk yang terakhir kali, dan ke depannya dia akan bersikap seperti Lili yang biasanya. Tanpa Lili sadari ketika gadis itu sudah melangkah pergi, tiba-tiba mata Eros malah berganti melirik Lili, berlanjut melihat sampai Lili tiba di tempatnya yang berada di pojok ruangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN