Chapter 16

2457 Kata
"Kenapa Eros?" Pria dewasa di depan Eros itu sontak bertanya, melihat Eros yang biasanya jarang sekali menunjukkan ekspresi lebih di depannya kali ini malah terlihat seperti orang yang antara marah atau kesal begitulah. Padahal seumur-unur bisa di bilang Eros hanya akan diam saja, mungkin pernah sedikit berekspresi marah, tapi rata-rata ya tetep menunjukkan ekspresi andalan, yakni wajah datar. Mendengar pertanyaan yang di lontarkan terhadapnya Eros pun langsung saja mengakhiri sesi melirik seorang gadis yang duduk di pojokan sana seraya asyik menyantap makanan dengan santai. Eros ber-dehem sejenak untuk menetralkan perasaannya yang entah kenapa itu, tapi yang jelas terasa tidak nyaman. "Bukan apa-apa ...," "Kita langsung ke intinya saja," lanjut Eros dengan raut wajah yang tak berekspresi. Pria dewasa dengan nama lengkap Antono atau yang biasa di panggil Eros Om Anto itu, mengangkat alisnya sebelah. "Tidak mau memesan makanan atau minuman dahulu?" Eros menggelengkan kepala pelan sebagai jawaban. "Enggak perlu, nanti saja," bukan Eros tidak berniat menghargai pemilik cafe dengan tidak memesan apapun, tapi sungguh Eros sedang tidak ingin berlama-lama di sini, ah ralat, tapi tidak ingin berlama-lama duduk semeja dengan orang di depannya itu. Merasa setuju dengan pilihan anak SMA ini, Anto pun ikut mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Om, akan langsung ke inti ..., Sebentar ..." Om Anto nampak sibuk membuka tas tentengnya dan mencari sesuatu di dalam sana. Eros sendiri hanya menunggu dalam diam. Dan setelah berlama-lama merogoh isinya, Om Anto menarik sebuah benda pipih terbuat dari ketas di dalam sana. Yups, itu adalah map. "Ini," Om Anto menyodorkan map kertas itu di atas meja sampai di depan Eros yang tak mengeluarkan reaksi apa-apa, kecuali mengamati dalam diam. "Em ..., Beberapa hari yang lalu aku mengunjungi Norman," lanjut Om Anto berusaha menjelaskan, karena saat memberikan itu Eros tak bertanya apa-apa. Eros bereaksi kok, hanya saja di dalam hati ia tak menunjukkannya secara langsung. Di hati Eros begitu cepat, berharap ini bukan sesuatu yang ... "Asisten dia menitipkan ini, kamu bisa membacanya sendiri," ucap Om Anto lagi. Dan setelah itu Eros baru mau mengeluarkan sepatah kata, yang mana malah tidak sesuai harapan, yakni sebuah penolakan. "Aku tidak mau, bawa saja pergi!" Eros mendorong kembali map itu dari tepat di depannya menuju sisi Om Anto lagi. Hanya saja, Om Anto malah menahannya di tengah meja, sambil menatap Eros nanar. "Eros ...," "Sudahlah. Om bawa pergi, aku akan meninggalkannya di sini kalau tetap memaksa." Eros tidak main-main dengan ucapannya. Ia tidak akan perduli dengan kertas tidak berguna ini. Ia sungguh tidak akan sudi membawanya jika pria dewasa di depannya itu terus memaksa. "Kamu bahkan belum membacanya Eros," Om Anto masih berusaha membujuk Eros, bagaimana pun caranya, Eros memang perlu berfikir dahulu sebelum memutuskan. "Tidak perlu membaca!" Keputusan Eros sudah seperti tidak dapat di ganggu gugat. Tatapan Om Anto memelan, agar Eros juga tidak kaku seperti ini. Usaha membujuk harus tetap berhasil bukan. "Ku mohon bawa dulu. Kamu bisa mempertimbangkannya di rumah." Om Anto menyingkirkan tangan Eros dari atas map itu perlahan. Lalu mendorong kembali mapnya hingga sampai di depan Eros lagi. "Om ...," Walaupun Eros mengucapkannya seperti orang frustasi, tapi kenyataannya Eros tetap kekeh dengan ekspresi datarnya itu. "Eros ..., Tolong kamu bawa dulu." Sebelumnya Anto sudah menebak l bagaimana tanggapan Eros setelah di beri map, tapi penolakan secara langsung seperti ini benar-benar di luar ekspektasi. "Eros ..., Dengarkan Om, kalaupun kamu tidak ingin kamu bisa menolaknya nanti. Tapi tidak sekarang ..." Tatapan penuh permohonan dari om Anto membuat Eros mengetatkan rahangnya. Dia seperti tidak di izinkan menolak, haha ... "Okay," Lihat ..., lagi, lagi, dan lagi, Eros kembali menyetujuinya. Entah bagaimana penolakan yang sudah valid tadi bisa berubah saat ini. Om Anto tersenyum lega, Eros menyetujuinya. Dia tidak perduli Eros nanti bagaimana, tapi penawaran untuk bisa menolak setelah di pertimbangkan akan lebih baik dari pada menolak secara langsung seperti ini. "Kalau begitu Eros. Om pamit dahulu. Om sudah memberi tahu kalau sedang lembur kan," "Hm," walapun tanggapan Eros begitu kentara jika sedang tidak berminat, tapi Om Anto terus saja tersenyum pada Eros. "Jaga dirimu baik-baik," ucao Anto seraya bangkit dari posisi duduknya. "Ya," "Kalau sampai rumah jangan lupa mengabari Om." Jelas Anto tau itu hanya sekedar berbasa basi dan tidak mungkin pria muda Eros itu akan mengabarinya. Sungguh tidak akan. Jadu karena tidak ada tanggapan dari Eros, Anto mulai membalik badan dan bergerak pergi meninggalkan Eros dalam diamnya bersama sebuah map di atas meja. Tidak tau apa hasil yang akan di terima nanti, yang pasti Anto sudah mencoba. Setelah itu Om Anto benar-benar pergi dan sosoknya sama sekali sudah tidak terlihat di pandangan Eros. Pria itu malah menghembuskan nafasnya kasar, mungkin sebagai bentuk pelampiasan. Tatapan Eros tertuju fokus pada map di atas meja, tangannya yang berada di samping map juga sudah terkepal begitu Erat. Eros menahan diri, dia ingin sekali meremat kertas itu sampai tidak berbentuk, tapi tidak mungkin, jadi Eros menahannya. Alasan kenapa Eros tidak mau sekedar mengecek dan malah ingin menghancurkan, ya karena dia sudah feeling tidak enak, meski hanya sekedar feeling, tapi Eros mempercayai betul setiap Feeling-nya. Jadi Eros duga kertas ini tidak hanya berhubungan dengan pria itu _Norman_, tapi juga ada hubungannya dengan 'dia'. Brakk ... Lamunan Eros sontak ter buyar, ketika telinganya mendengar suara keras yang terdengar tiba-tiba dari arah samping. Kepalan tangan Eros, rahang yang mengetat, dan urat-urat yang bermunculan, juga sudah saling mengendur. Tidak seperti tadi. Eros menoleh cepat, menuju arah asal suara. Dan benar saja, saat Eros menoleh, dia dapat menangkap jelas jika suara keras itu berasal dari seorang pria pelayan yang saat ini terbaring tidak berdaya di lantai, sepertinya dia tadi sempat membentur meja, sebab meja di belakang pelayan sudah terjatuh tidak berbentuk. Tidak perlu bingung mencari alasan kenapa pria pelayan bisa seperti itu. Karena kenyataannya sosok gadis yang berpakaian minim itu berdiri santai di depan pria itu, sudah jelas sebagai jawaban. Bukan hanya Eros yang berfikir demikian, tapi orang lain pasti juga sama halnya. Lili, gadis dengan pakaian minim dan wajah cantik berlapiskan make up tebal itu berdiri angkuh, dengan tangan yang di lipat di depan tubuh bagian atas. Walaupun Eros yakin Lili pelakunya, tapi Eros juga yakin jika gadis itu tidak aka berani bertindak seperti itu, kecuali ada pancingan dari sang korban. Eros tak berniat bergerak untuk menghampiri, dia memilih mengamati dahulu seperti yang orang-orang lakukan. Lagi pun, siapa Eros berani menghampiri seorang Lili? Keadaan yang hening karena semua fokus tertuju pada Lili juga pelayan yang masih terbaring itu, membuat semua orang dapat mendengarkan kalimat demi kalimat lantang yang Lili lontarkan. "f**k! Makanya punya tangan itu di jaga, jangan suka nemplak nemplok sana sini se enak jidat!" Walaupun Lili berucap dengan santai dan malah cenderung sindiran, tapi Eros tau betul jika dari sorot matanya terlihat ada sebuah kemarahan yang mendera. "Sentil lagi nih," Waw, gial ..., Apa Lili berfikir, jika itu perlakuannya terhadap pelayan tadi hanya sebuah sentilan? Sentilan yang sampai membuat si pelayan terbaring tidak berdaya dan tidak kunjung bangkit dari posisinya. Seorang pria dengan kemeja itu bergerak menghampiri Lili dengan terburu-buru. "Maaf-maaf ini ada apa ya?" pria yang mungkin baru berumur pertengahan dua puluhan itu nampak begitu panik, apalagi karyawannya tengah tidak berdaya, mungkin takut juga terjadi apa-apa dengan dia. Lili tersenyum miring, dan melepaskan lipatan tangannya tanpa mengurangi sedikit saja aura angkuhnya itu. "Tolong ajarkan sopan santun untuk karyawan nya ya pak. Saya customer loh, pembeli, tapi dia memperlakukan saya seolah saya jalang..." Penjelasan Lili begitu mantap si setiap katanya, dia juga menunjukkan senyum sinis di akhir kalimat. "Main pegang-pegang aja. Di pikir saya apa." Lanjut Lili masih dengan senyuman sinis yang tidak mau luntur Mungkin benar merasa bersalah, pria tersebut sama sekali tidak meragukan ucapan Lili, dan langsung menunduk empat puluh lima derajat, "Maaf mbak atas kelalaian saya, dan telah membiarkan karyawan saya berlaku seperti itu. Saya pastikan dia akan mendapatkan hukuman yang setimpal." "Cih," Lili hanya berdecih sebenarnya dia tidak sekali dua kali di lecehkan, Lili sadar diri jika itu juga dari cara berpakaiannya. Tapi memang salah Lili menggunakan pakaian apapun? Lihat di Bali banyak orang yang hanya memakai bikini tapi biasa saja tidak di lecehkan, berarti harusnya tetap ada kesadaran diri pada lelaki, mereka juga harus pandai menjaga diri dan burungnya itu agar tidak masuk lubang sembarangan. Terkadang pelecehan juga bukan salah si wanita sepenuhnya yang mengundang, melainkan karena sebagian besar pelecehan malah terjadi pada korban yang tertutup nan alim, sudah seperti itu saja tetap di lecehkan. Yang paling parah jika dalam dunia pendidikan pesantren tetap terjadi masalah pelecehan, apalagi pelakunya itu tokoh ulama agama sendiri. Miris kan. "Salah sendiri pake baju udah kayak mau ngelonte. Kalo nggak mau di lecehin ya sadar diri." Walau bisikan itu terdengar begitu kecil, tapi Lili dapat mendengar jelas suaranya. Lili sontak menoleh menatap si mbak-mbak yang juga berpakaian seperti pria kurang ajar terkapar di lantai itu. Lalu menatap meremehkan dengan senyum miringnya. "Heh mbknya. Pakaian itu urusan si pemakai lah. Apa urusannya sama situ. Kalau pelayan aja berani lecehin pembeli, berarti hm ... Agak ngeri juga ya tempat ini." Merasa tidak ingin masalah ini semakin panjang, apalagi para pengunjung lain nampak mengangkat ponsel untuk merekam keadaan, si penanggung jawab atau pemilik cafe ini berucap kembali. "Maafkan kami, kami akan bertanggung jawab atas kerugian yang anda terima ..." Lili mendengkus meremehkan, "Tidak ... Terimakasih," Si owner nampak panik karena Lili tidak mau setuju, dia sudah berfikir macam-macam seperti Lili yang akan melaporkan pelayan juga pihak cafe ke pihak yang berwenang. Tapi kenyataannya tidak seperti itu, Lili malah berbalik melangkah menuju tempatnya tadi untuk mengambil ponsel juga kunci mobil dengan gerakan cepat. Si owner yang begitu cemas, langsung saja Lili jelaskan. "Cukup ajarkan dia dengan bener aja. Jangan di pecat, takutnya malah melakukan tindakan yang sama di tempat lain." Bukan, Lili bukan pemilih hati selapang ini untuk menerima perlakuan buruk. Tapi Lili juga sudah merasa cukup dengan memberi si pelaku pukulan dan tendangan maut, "Permisi." Mendengar ucapan Lili, si pria owner nampak melongo tidak percaya, jadi dia sampai hanya diam saja menatap punggung Lili yang mulai menjauh. Eros sendiri juga sama halnya dengan yang lain. Dia diam saja, tak berminat melakukan apapun. Tapi ketika mata Eros menatao ke arah tempat duduk bekas Lili tadi, Eros malah tidak sengaja menangkap sebuah benda berwarna hitam di kursi tempat Lili duduk. Itu sebuah dompet. Dan kemungkinan besar adalah dompet milik Lili. Karena hal itu, Eros yang awalnya tidak berminat untuk melakukan apapun, menjadi bangkit berdiri dan bergerak ke arah tempat Lili tadi. Eros berniat mengambil dompet itu. Suasana cafe sendiri juga sudah ramai kembali _maksudnya tidak hening seperti tadi_, pelaku yang terkapar telah di bantu berdiri bersamaan dengan orang-orang yang saling berbisik membicarakan sosok Lili tentu saja. Ada yang menyinyir, ada yang terkagum, dan meski mendengar semuanya Eros memilih mengabaikannya, ia tetap fokus mengambil dompet. Setelah mengangkat dompet hitam dan melihat sebuah gantungan jari membentuk metal itu Eros, langsung paham jika dugaannya memang benar, dompet ini milik Liliana, sebab ada nama dewi malam di di gantung tersebut. Eros menatap pintu, sosok Lili sudah benar-benar hilang, jadi Eros memutuskan berlari kencang ke arah luar. Saat sampai di luar, Eros terhenti untuk melihat di mana posisi Lili, tapi Eros tak menemukan siapapun di sana. Huft, seperti Lili sudah pergi. Tapi secepat ini? Eros agak terkagum dengan Lili yang hanya dalam waktu sekejap, batang hidungnya sudah tidak nampak. Eros pasrah, dan mungkin akan mengembalikan dompet ini keesokan hari atau kapan-kapan saja. Tapi baru saja Eros berbalik hendak kembali masuk ke dalam cafe _mengambil kunci mobil juga map yang tertinggal dia atas meja_, Eros malah menangkap sosok Lili yang keluar dari salah satu mobil ferari warna putih yang terparkir tidak jauh dari sana. Tatapan Lili juga Eros saling beradu sejenak, merasa tersadar Eros langsung saja mendahului dengan berlari menghampiri Lili di depan sana. Lili sendiri nampak mengerutkan dahi, mungkin bingung kenapa Eros menuju ke arahnya. Awalnya Lili menyangkal dan tidak merasa Eros menghampirinya tapi ketika hendak melengos pergi, Eros sudah lebih dulu memanggil namanya. "Lili ...," Panggilan Eros terdengar canggung, Eros sadar betul, tapi ya mau bagaimana lagi. Eros mengabaikannya dan fokus pada Lili yang sudah berhenti di tempat mengurungkan niat untuk pergi. Eros langsung saja menyodorkan dompet yang tadi dia ambil kepada Lili yang sudah ada di depannya itu tanpa mengucap sepatah katapun. Jantung Eros sendiri juga sudah berdetak tak karuan, entah kenapa, padahal dia hanya berlari kecil dari ujung sana sampai ke sini, tidak jauh lhoh. Juga tidak ada reaksi yang sama, Lili langsung saja menerima dompet pemberian Eros itu dengan gerakan cepat, LIli juga nampak sama sekali tidak berminat untuk mengucap sepatah katapun, seperti ucapan terimakasih contohnya ..., Lili tidak mengatakannya, padahal Eros sudah _sedikit_ bersusah payah. Setelah itu Lili pun berbalik hendak memasuki mobilnya kembali. Siapa sangka jika sebenarnya niatnya untuk keluar tadi adalah mengambil dompet yang tertinggal, tapi karena sudah di ambilkan Eros, Lili jadi tidak harus bersusah payah pergi ke dalam, apalagi ia pasti akan merasa malu jika kembali, dia sudah sekeren itu tadi eh malah ada yang tertinggal, bukannya sangat memalukan. "Tunggu," Panggilan Eros kembali ternyata juga membuat Lili berhenti lagi. Tidak tau kenapa Lili menuruti ucapan pencegahan dan mengurungkan niat pergi, padahal kalau mau pergi ya, langsung pergi saja, seperti Lili yang biasanya. Saat Lili menoleh, Lili sudah melihat jika Eros tengah berusaha melepaskan jaket bomber yang dia pakai. Belum juga Lili menuntaskan kebingungannya, Eros malah menyerahkan jaket itu kepada Lili yang lagi-lagi tanpa mengucap apapun. Antara Lili yang tidak faham dengan maksud Eros atau Lili yang sengaja tidak mau menerima, tapi Lili benar-benar mengabaikan jaket Eros yang menggantung di udara. "Ini," Eros mau tak mau mengeluarkan suaranya. "Nggak perlu." Lili menolaknya, berarti memang niat baik Eros tidak di sambut oleh Lili. "Pakai!" Terdengar seperti memaksa memang tapi Eros tidak perduli. Jujur saja Eros tidak tahan melihat pakaian Lili yang seperti itu, apalagi Lili sudah sempat di lecehkan, bagaimana gadis ini bisa abai begitu saja. "Gue mau pergi!" Lili tidak suka pemaksaan, wajahnya mulai menunjukan sisi tidak bersahabat sebab keanehan Eros ini. "Pakai aja!" Eros mengambil paksa tangan Lili dan meletakan jaketnya di atas tangan itu. "Anjink, kenapa sih lo." Cukup! ... Lili sudah makin tidak suka dia menyentak tangannya sehingga jaket Eros pun terjatuh di trotoar begitu saja. Dan setelah itu Lili hanya menatap Eros penuh cibiran sebelum akhirnya melanjutkan aktivitasnya kembali yang sempat tertunda, yakni memasuki mobil ferrari putih itu, dan tidak lama berikutnya, mobil itu pun melaju pergi meninggalkan Eros sendiri yang masih mematung di tempat dengan tatapan yang ternyata begitu mengamati pergerakan Lili. Saat mobil Lili sudah tidak nampak di pandangan, Eros barus tersadar dengan sikapnya tadi. Wow ..., sangat freak dan aneh bukan? Siapa orang yang akan menerima begitu saja pemberian sok gentle dari pria yang nampak seperti sok kenal sok dekat ini? Wow ..., Eros bahkan sedikit takjub dengan dirinya sendiri, sampai sampai, dia sangat malu. Begitu malu hingga Eros meninggalkan seonggok jaketnya tersebut yang masih terkapar di paving.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN