Gagal Fokus

1152 Kata
Senin yang membosankan! Dari pagi aku sudah disibukkan dengan berbagai hal. Bantuin mama beres-beres, bersihin rumah, ditambah Anggi rewel banget pagi ini. Alhasil, aku juga yang bikin sarapan pagi ini. Dan masuk ke sekolah, upacara rasanya berjalan berjam-jam. Ugh! Panasnya! Bikin ngantukku tambah parah deh pas masuk kelas. "Put, lo kok lemes gitu sih?" Aku menggeliat pelan lalu menyandarkan kepalaku ke atas meja. "Hoam...! Ngantuk, Lis!" "Lah, lo mah, masih pagi juga!" "Salah siapa Bapak Kepala yang terhormat itu ngasih wejangan lama amat, berasa dikasih dongeng mau tidur kan jadinya?" jawabku sambil memejamkan mata. Sesaat ingatanku melayang pada kejadian reuni Papa hari Minggu kemarin. Widih, kebayang wajah ganteng Pak Heri yang tertawa melihatku. Berasa di surga kalau kayak gitu. Duh, jadi kangen deh! "Kangen siapa kamu?" "Ha?" Aku bangun dari tidurku. "Kamu bilang kamu kangen kan, sama siapa? Sama pelajaran saya?" Busyet dah! Kejadian lagi! Aku mimpi sampe kebawa nyata ini. Pak Deden, guru matematik, sudah berdiri tegap di depan kursiku. Haduh, jadi horor begini ya? Anak-anak juga yang biasanya nyorakin aku malah pada diam. Ya sih, aura Pak Deden memang sangat menyeramkan. Mengalahkan seramnya kuburan di malam jumat kliwon. "Ngapain kamu bengong?" Bentak Pak Deden lagi. Duh Pak, tambah serem aja. Belum lagi itu lapangan bola di kepala bapak kok ya makin licin aja? Berasa dihakimi algojo siap mati kalo kayak gini. "Saya... saya... ah, iya. Kangen sa-sama pelajaran Bapak kok, hehe beneran Pak!" Pak Deden menggelengkan kepalanya. Lah, marah dia! "Bagus kalau kamu kangen pelajaran saya! Berarti kamu sudah mengerjakan PR dari saya kan?" Anjir! k*****t! PR aku belum! Salahkan saja reuni mengandung rasa manis itu! Jadinya aku gak ingat PR. Ya, jujur saja, setelah reuni Papa bubar, malamnya aku ngayal pacaran beneran sama Pak Heri sampai kebawa mimpi. Otakku sudah penuh dengan imajinasi tentang Pak Heri. Mana ada ingatan PR yang nyelip sedikit pun! "Jawab Putri! Jangan cuma bengong! Dan iler kamu tuh! Bersihkan! Jijik saya melihatnya!" "Srluupp... ehehe, iya, Pak. Maaf!" "Ihww!" Terdengar beberapa suara teman-temanku. Ditambah tatapan jijik mereka. Bah! Kayak gak pernah tidur saja mereka! Gak pernah lihat iler bidadari apa?! Aku yakin, secantik apapun cewek di dunia ini, kalau tidurnya ngangah sih pasti ngiler juga kan? Semua menatapku. Bodo amat! "Ayo, Put! Kerjakan di depan!" bentak Pak Deden lagi. "Hehe, anu, Pak. Semalam adik saya rewel." "Oh, jadi kamu yang nyusuin dia gitu?" "Hahahaha," gelak tawa langsung terdengar. "DIAM! SIAPA SURUH KALIAN TERTAWA?!" Jep. Semua diam lagi. Suara Pak Deden lebih angker kayaknya. Wah celaka! Alamat aku yang kena hari ini! Ah gak ding, emang biasanya juga aku selalu kena omelnya. Hadeuh, nasib jadi siswi beken ya gini, jadi pusat perhatian mulu. "Kerjakan sekarang, Putri!" "I-iya, Pak," jawabku sambil segera mengambil buku paket beserta alat tulisnya. "Heh! Siapa bilang saya nyuruh kamu ngerjain di sini?" "Ha?" tanyaku dengan wajah bengong. "Hu-ha hu-ha aja kamu! Kerjakan di luar! 15 menit! Jangan masuk kalau belum selesai! Mengerti?!" "Eh, iya, Pak! Siap!" Weh, Bapak gak tahu ya? Saya malah senang disuruh keluar. Kan bisa nyari bantuan tuh! Ehehehe. Di luar sangat sepi. Yaelah, minta tolong ke siapa ya? Weh, ada Kak Bima tuh! Samperin ah! "Kak, dari mana?" "Lho, Putri ya? Tumben keliaran saat jam pelajaran kayak gini? Kamu kemana saja, kok aku baru lihat?" Duh, hati tuh sebenarnya merasa berdosa. Berasa jadi pengkhianat cinta deh! Biasanya sebelum Pak Heri datang, aku suka ngintilin Kak Bima kemana-mana. Biasalah, aku kan penggemarnya. Tapi setelah ada Pak Heri, aku pindah haluan, maaf ya... "Aku ada kok, Kak. Cuma jarang ke wilayah kelas 3 aja. Hehe." "Itu kamu bawa apa? Lagi ada tugas ya?" Aish, tahu aja deh Kak Bima! Minta tolong gak apa-apa kali ya? "Iya nih, Kak. Aku tuh lagi sedih. Semalam bantuin jagain adik aku sampe bergadang. Eh jadi lupa gak ngerjain PR deh." "Oh, kamu kena hukuman gitu?" "Ya semacam itulah. Mana dikasih waktu cuma 15 menit lagi. Duh, bingung banget jadinya." Kak Bima diam sejenak. Lalu melirik jam di tangannya. "Ah, begini saja. Berhubung jam ini guru mapel lagi gak hadir, dan aku udah ngerjain tugasnya, kayaknya aku bisa bantu kamu!" "Wih, beneran, Kak?" "Iya, bener!" Wah, senang bukan main aku! Kak Bima mengajakku untuk duduk di samping kelasnya. Aku sedikit melirik kelasnya. Tenang banget ya? Padahal gak ada guru. Beda ya kalau kelas unggulan mah. Aromanya otak Einstein semua. "Sini duduk!" "Ah, iya, Kak!" Kak Bima mulai menjelaskan soal pertama. Sial! Rumus itu bagai air di daun kelor bagi otakku. Licin dan gak ada yang nyangkut. Hadeuh! "Ngerti nggak?" "Ah, itu. Hehe, coba gimana isinya?" "Ck, kamu kebiasaan ya? Biar aku saja yang nulis, kamu dengerin dan perhatiin gimana jalannya. Oke?" "Yaps, pasti Kak. Aku dengerin kok!" Ah, daripada otakku tambah ngebul, mending aku lihatin wajah keren milik Kak Bima. Hm, putih. Tapi masih nenarik Pak Heri sih, lebih maskulin gitu! Oke, hidungnya! Mancung. Walau Pak Heri jauh lebih porposional. Pas banget buat wajahnya itu. Nampak dewasa kalau Pak Heri. Kak Bima sih lebih ke imut. Bibirnya... hm, merah dan menawan. Tapi Pak Heri jauh lebih seksi! Aish! Otakku sudah teracuni sama Pak Heri kayaknya! Bersihkan! Bersihkan! Tanganku memukul-mukul pelan ke kepala. "Kamu kenapa, Put? Sakit?" "Ah, e-enggak kok!" Sial! Aku bukan sakit! Tapi bayangan Pak Heri gak mau hilang dari otakku! "Kamu pusing sama rumus-rumus ini?" tanya Kak Bima dengan nada khawatir. "Iya kayaknya, Kak!" ucapku asal. "Waduh, maaf ya, penjelasannya bikin kamu pusing ya? Kamu tenang aja, biar aku kerjain semua, Ok?" Nah, dari tadi dong! Aku kan gak kebanyakan ngayal Pak Heri jadinya! "Oke, makasih ya, Kak!" "Ya, sama-sama!" "Hei! Ngapain kalian di sini? Kok gak belajar?" Kami menoleh ke sumber suara. Alamak! Sang Pujaan hati telah datang! Lho, bukannya dia gak ada jadwal ya hari ini? Ah, atau jangan-jangan pak kepala sekolah sudah bikin perubahan jadwal? Wah, aku harus cepat-cepat melihat jadwal lagi nih! Biar ada persiapan gitu. Jadwalnya ada Pak Heri ke sekolah kan harus lebih rapi dan wangi. Gitu. Aduh, ilerku tadi udah bersih belum ya? Tanganku sibuk mengusap-usap pipi bekas iler yang kubersihkan. "Anu, Pak. Ini Putri lagi ada tugas. Kebetulan saya jam ini gurunya gak hadir. Jadi saya bantu dia!" Pak Heri menggelengkan kepalanya dan menatapku kesal. "Putri! Kamu dihukum lagi ya?" "Iya, Pak!" Jawabku lesu. Duh, ketahuan jelek di hadapan pujaan tuh gak enak banget. Kayak lagi nikmat makan duku yang manis tetiba gigit bijinya yang pahit itu. Kan asem! "Bima! Biarkan dia kerjakan sendiri! Ayo Put! Kerjakan di ruangan saya! Kebetulan saya butuh bantuan kamu!" Aku mendongak. Ha? Gak salah denger nih? Wih, daku dibeginikan bukan berasa dihukum, Pak! Tapi berasa dikasih anugrah! "Baik, Pak! Nih, Put!" Kak Bima menyerahkan bukuku lagi. Aku menerimanya dengan sukacita. Pak Heri berjalan duluan di depanku. Widih, kalau begini caranya, mana bisa aku fokus! Cowok ganteng di depan mata. Daripada melototin soal yang bikin sakit kepala, mending lihatin surga dunia kan? Yihaawww!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN