Desakan Jadi Ibu Sus*
"AARGGGGH!"
Sosok pria tinggi besar mengenakan tuxedo lengkap dengan tato yang menyembul di leher marah-marah di ruang operasi bahkan mengacungkan senjata pistol, menodongkannya ke arah dokter dan para perawat.
"Keduanya harus selamat!" hardik suara bariton tegas sang pria, sementara dokter yang bertanggung jawab sebagai kepala bedah berusaha menenangkan dengan kata bijak meski kedua tangannya sedang terangkat di udara imbas ketakutan ancaman todongan senjata.
"Lex, kau jangan gila! Mereka sedang menyelamatkan istri dan calon putramu! Ayo keluar!"
Beruntung, sepupu Alexei bernama Nickolas atau Nick berhasil meredam emosi pria bernama lengkap Alexei Dorante, sang pemimpin Mafia Black Magma yang terkenal kejam dan berkuasa.
Tubuh Kekar Alexei pun sukses digiring Nick keluar ruangan bedah.
"Siapa yang membuat istriku pendarahan, Nick! Apa sudah kau temukan pelakunya!" geram Alexei sesampainya di luar ruang bedah.
"Belum Lex. Investigasi sementara istrimu diduga terjatuh."
"Tidak mungkin. Istriku cerdas dan tidak seteledor itu," bela Alexei tak terima. "Cepat segera investigasi ulang! Akan kuhabisi jika nyatanya ada yang mencelakai dengan sengaja Erika dan putraku!" titah Alexei pasa Nick.
"Siap, Lex." Selain sebagai sepupu, Nick juga merupakan tangan kanan alias orang kepercayaan sang Bos Besar Mafia.
Sementara itu, tak hanya di depan ruang bedah, penjagaan ketat oleh anak buah mafia Alexei pun dilakukan di radius 1 km meter lantai tersebut. Orang sembarangan dilarang melintas.
"OWEEEEE ..."
Tak lama kemudian, suara khas tangisan bayi menguar dari ruang operasi. Seketika itu juga, kecemasan Alexei berganti dengan rasa yang campur aduk. Bahagia, terharusl sekaligus rasa syukur. Ia lantas memeluk Nick penuh sukacita.
"Selamat, Lex. Putra pertama keturunan Black Magma telah lahir," ujar Nick pada Alexei.
"Terima kasih, Nick. Akan kupastikan Zachary Dorante lebih hebat dan bersinar sebagai calon penerus Black Magma," janji Alexei mantap.
Tak ingin membuang waktu lagi, Alexei dan Nick langsung memasuki ruang operasi untuk melihat malaikat kecil yang baru saja lahir itu.
Dokter dengan segera menyerahkan bayi mungil sehat berjenis kelamin laki-laki ke pangkuan ayahnya.
"Lihat, Nick. Dia sehat sekali," cetus Alexei memamerkan baby Zachary.
"Kau benar. Dia mirip Erika dibandingkan kau. Lex," timpal Nick tak kalah gembira.
Mendengar nama istrinya disebut spontan Alexei bertanya pada dokter bagaimana keadaan wanita yang bertahta di hatinya itu, ibu dari bayi yang sedang digenggamnya.
"Maaf ... Tuan. Kami masih berusaha dengan memukihkan Nyonya Erika. Kondisinya masih kritis dan akan segera dibawa ke ruang ICU untuk diobservasi."
"Erika ...." Alexei bergumam sendu, berharapa pada semesta bahwa istrinya akan segera pulih.
Tak lama setelah pernyataan dokter, seorang suster meminta Bayi Zachary untuk diberi s**u formulai terbaik pertama karena sang mama tidak bisa memberi ASI langsung
"Tidak!" sentak Alexei menolak.
Pria itu masih ingat betul pesan istrinya saat mereka berbincang suatu hari. Situasi berbahaya di dunia mafia membuat Erika tersadar sebagai seorang ibu. Ancaman bahaya bahkan tak hanya datang dari luar melainkan dari dalam organisasi suaminya, alias musuh dalam selimut. Erika lantas berpesan dengan sangat pada Alexei jika sampai terjadi sesuatu padanya saat sang bayi lahir agar mencari ASIP (Air s**u Ibu Perah) melalui bank ASIP atau jika bisa memakai jasa seorang ibu s**u daripada putranya diberika s**u formula.
"Hanya ASI murni yang boleh dikonsumsi putraku!" tegas Alexei.
"Uhm, rumah sakit kami ... memang memeliki bank ASI. Tapi, mungkin hanya beberapa kantung yang tersisa yang hanya cukup persediaan beberapa menit saja terlebih jika bayi anda ... type peminum kuat," terang suster canggung, takut salah bicara dan berakhir ditodongkan senjata seperti tadi.
Alexei pun berpikir keras dan tak lama melayangkan pertanyaan, "Adakah wanita yang baru melahirkan dan menyusui? Aku akan bayar berapapun."
"Kebetulan ada 2 pasien yang baru melahirkan. Satu pasien sedang lemah dan satu pasien bayinya baru saja meninggal dan masih dirawat."
Ini memang ide nekad, tapi Alexei tetap ingin mendapatkan ASI murni sesuai pesan istrinya.
Setelah menyerahkan Baby Zachary untuk diberi ASIP yang tersisa hanya sedikit, Alexei pun mendesak meminta diantar ke ruangan wanita yang bayinya baru saja meninggal.
Di sisi lain.
"Bayiku ... hiks," lirih seorang ibu muda di atas brankar.
Bau disinfektan yang pekat masih menusuk hidung, menggenang di ruang rawat itu bagaikan kabut yang tak mau sirna. Aroma itu seakan mengiringi setiap tarikan napas berat Evelin Xavier, seorang ibu muda yang jiwanya baru saja dihantam badai paling dahsyat dalam hidupnya. Bayi pertama yang baru ia lahirkan beberapa jam lalu telah pergi untuk selamanya.
Masih mengenakan baju khas pasien bernuasa putih motif titik kecil, tubuh Eve lemas tak berdaya dalam posisi duduk setengah berbaring. Pandangannya kosong, menatap hampa ke arah dinding putih di depannya. Sesekali, wajahnya meringis kesakitan, seakan mencoba mengusir kenangan pahit yang memaksanya kembali ke momen nahas itu.
"Maaf, Nyonya Xavier. Bayi Anda mengalami situasi prematur di mana organ paru-paru belum tumbuh sempurna sehingga dengan sangat menyesal, kami harus mengatakan jika Tuhan berkehendak lain."
Setiap kata dari dokter itu masih bergema nyaring di kepalanya, tajam dan menusuk. Seiras itu, air matanya kembali tumpah ruah, membasahi pipi yang sudah sembab. Ia tidak lagi memiliki tenaga untuk menahannya.
Namun, luka di hatinya bukan hanya berasal dari kepergian sang bayi. Ada sayatan lain yang lebih dalam. Saat ia memberanikan diri menelepon suaminya, Thomas yang sedang dinas di luar kota, harapannya akan sebuah kehangatan dan kata-kata penghiburan justru berubah menjadi mimpi buruk. Alih-alih memberi dukungan, pria yang dinikahi selama dua tahun itu malah menyalahkannya. "Sudah kuduga kamu tidak bisa menjaga kandungan dengan benar, Eve!" hardiknya.
Thomas tak tahu dan mungkin tak peduli, betapa hancurnya hati sang istri di ujung telepon itu. Kata-katanya justru menjadi garam yang diusapkan pada luka yang masih perih.
BRUAK!
Tiba-tiba, suara pintu ruang rawat Eve dibuka kasar menyibak kesunyian ruangan. Sesosok perawat yang wajahnya dipenuhi kepanikan muncul di balik pintu.
"Maaf, Nyonya, saya ada keperluan mendesak. Apa boleh saya bicara?" ujar perawat itu dengan suara terburu-buru, masih mencoba mengatur napas.
Eve menoleh dan langsung bersikap defensif. Hatinya sudah terlalu lelah untuk menerima siapa pun. "Sudah kubilang aku tidak ingin diganggu, Suster. Bukankah belum lama kalian memeriksaku?" suaranya parau, penuh dengan penolakan. Ia hanya ingin sendiri, tenggelam dalam kesedihannya yang tak terobati.
"Menyingkirlah!" Sosok tinggi besar mendorong pelan tubuh suster lebih masuk lagi ke dalam ruang rawat Eve.
"Nyonya Evelin, aku tau ini kurang etis. Aku turut berduka cita. Tapi aku membutuhkanmu untuk menajdi ibu s**u dari putraku!"
Pernyataan tak terduga yang keluar dari mulut Alexei memang termasuk cukup sopan, tapi rancu dan jauh dari empati. Eve pun kesal. Terlebih, Alexei adalah sosok asing yang datang-datang hanya ingin memanfaatkannya.
"Pergilah, aku tidak mau."
Kacamata hitam yang dikenakannya pun dibuka kesal imbas penolakan Eve. Akan tetapi, demi Baby Zach, ia berusaha mati-matian menahannya.
"Dengar, jangan menguji kesabaranku, Nyonya Xavier. Turuti aku dan aku akan bayar berapapun yang kau mau sekarang agar kau menyusui putraku."
"Memangnya kau siapa berani mengancamku? Pergilah! Aku tidak mau." tegas Eve melayangkan tatapan geram pada Alexei.
Sayangnya, hal yang dilakukan Eve menyulut sebuah konsekuensi buruk.
CLEK!
Dengan ringan tangan, Alexei menodongkan senjata pistol tepat di kepala Eve.
Meski harus dalam hati harus Alexei akui, Eve adalah wanita dengan kecantikan mempesona, yang mungkin akan beda cerita jika Alexei belum berstatus menikah—pertemuan mereka akan dipastikan berakhir bermain panas di atas ranjang.
Namun, jiwa kejam mafia Alexei tidak memiliki simpati sedikitpun saat ini pada Eve karena hanyalah Erika adalah wanita yang bertahta di hatinya dan bayinya membutuhkan ASI dari Eve.
"Kau masih mau hidup atau menjadi ibu s**u anakku?" ancam Alexei terdengar mengintimidasi.
Sementara itu, menyaksikan Alexei menodongkan senjata, suster di sana seketika pingsan seketika karena ketakutan sedangkan Evelin masih adu pandang tak gentar meski pistol Alexei bisa kapan saja meledakan kepalanya.