"What the f*ck, Alison! Aku hampir menodongkan pistol karena kukira kau ornag asing yang mengendap masuk ke kamarku," decak Alexei emosi pada sosok bernama Alison Morte, adik sepupunya, Nickolas Morte.
"Pakai kembali coath-mu! Jika tidak nanti kau akan kedinginan," titah Alexei datar.
"Aku tak akan kedinginan selama didekap tubuhmu, Lex." Alison yang tak mengindahkan kata-kata Alexei kini mulai bergelayut manja dengan kedua tangannya ditempatkan pada leher beton sang bos Mafia.
Namun, tak sesuai harapan, Alexei dengan segera melepaskan pertautan tangan Alison lalu medorongnya pelan. "Perlukah kuingatkan berkali-kali jika aku telah beristri, Ali? Aku bahkan sudah memiliki putra sekarang."
Bibir Alison pun dikerutkan pertanda merajuk, "Tapi, kudengar dari Nick jika Erika tidak sadarkan diri. Aku hanya ... ingin sekedar menghiburmu," kilah Alison mengeluarkan jurus puppy eyes.
"Pasti Nick juga yang memberikan kunci dengan alasan ini, kan?"
"Aku serius, Lex. Aku tidak ingin kau larut dalam kesedihan. Izinkan pelukanku menenangkanmu."
Alison datang seolah menawarkan penghiburan, tapi pada kenyataannya Alexei tahu betul niat gadis berambut gelombang highlight kecokelatan sedad* itu.
Sebuah sejarah kedekatan pernah terjadi antara Alison dan Alexei sebelum pria itu dijodohkan dan menikah dengan Erika. Keduanya pernah menjalani hubungan tanpa status, lebih tepatnya bed friend.
Alison bukankah adik kandung Nick melainkan adik sambung karena ibu Nick–adik dari ayah Alexei dan juga seorang janda dinikahi ayah Alison bernama Carl Morte. Keluarga Morte sendiri terkenal sebagai broker senjata di dunia gelap sekaligus partner mafia Black Magma dalam menjalankan bisnis dan juga sebagai keluarga.
Tapi sayang, takdir berkata lain pada Alison yang sangat mencintai Alexei yang bahkan terobsesi menjadi mafia Queen pendamping sejati Alexei. Sang bos Mafia yang tidak berniat berkomitmen dan harus menjalani tradisi pernikahan dengan Mafia tandingan, membuat Alison geram dan tersayat hingga menyimpan dendam sekaligus obsesi lebih parah hingga saat ini, tanpa diketahui Alexei.
"Aku akan selalu mendukungmu, tapi aku juga akan menunggumu, Lex," tutur Alison berucap dalam jarak dekat, bibirnya nyaris bersentuhan belah ranum Alexei. "Aku berhak medapat kesempatan, bukan?" imbuhnya lagi.
"Ali—"
"Maaf bukan maksudku berharap Erika tidak pulih," sela Alison yang tubuhnya mundur satu langkah, mengambil taktik pura-pura merelakan.
"Ali sudah kukatakan beberapa kali momen kita hanya sebatas bed friend dan kita setuju untuk itu. Kau dan Nick bahkan adalah keluarga."
"Jangan begitu, Lex. Kau tau kita bukan keluarga. Aku ... masih menyimpan perasaan itu. Aku akan tetap mendoakan Erika dan bayimu. Tolong jangan menjauh dariku, hmm?"
"Ali—"
"Stop, Lex. Aku akan ke kamarku dan kau bisa memanggilku jika kau butuh, hmm?"
Alison terpaksa mengalah dan berinisiatif keluar kamar Alexei, sembari berharap aktingnya dapat mempengaruhi mental sang bos mafia.
Tak lama setelah keluar kamar, raut wajah sendu Alison berubah datar lebih ke arah kesal.
Ia lantas mempercepat langkahnya menuju kamar hotel yang telah disewanya tepat di ujung lorong, lantai yang sama dengan kamar Alexei.
Dad*nya yang geram dan panas berefek membanting tas cluth nya ke sofa sesaat setelah masuk ke dalam kamar.
"AARRGGGH! geramnya sembari bergelagat frustrasi dan tak tenang.
Wajah Alison terlihat jelas sedang kesumat, urai lehernya menegang kuat. "Mengapa mereka tidak mati!? Dasar pelac*r sial*n!" umpat Alison mengacu pada Erika.
Tak ingin membuang waktu, Alison mengambil ponselnya dan cepat-cepat menghubungi seseorang.
"Halo, Bos."
"Mereka masih hidup, Bre**sek!"
"Maaf, kami sudah melakukan seolah terjadi kecelakaan. Tapi ... hasil bukanlah kami yang menentukan, Bos."
"Kal!u begitu bereskan! Aku mau dimulai dari bayinya yang harus segera disingkirkan."
"Tapi ... rumah sakit sedang dijaga ketat, Bos. Anak buah Alexei dimana-mana?"
"Mulailah gunakan otak tol*lmu itu! Aku akan membayar double."
"Baa-ik. Akan kukerjakan malam ini."
Panggilan pun berakhir. Sunggingan licik terbit dari sudut bibir Alison yang ranum setelahnya.
Hanya keturunanku yang akan menjadi penerus mafia Black Magma. Tunggu mafia queen-mu ini, Lex.
***
"Pulanglah, Kak. Aku bisa sendiri. Banyak suster berjaga jika aku butuh sesuatu."
"Apa kau yakin? Thomas baru pulang besok. Tapi, dia bilang akan langsung kemari. Juga ... dengan ayah dan ibu." Ayah dan Ibu yang dimaksud Kenan adalah mertua Eve.
"Jangan berbohong demi menghiburku, Kak. Jelas-jelas ayah dan ibu tidak jadi datang karena ... cucu mereka tiada imbas kesembronoanku." Suara Eve melemah karwena mengetahui fakta pahit kedua mertuanya.
Mendengar kalimat barusan, Kenan yang duduk di sisi brankar segera mendekat. "Hey, itu tidak benar. Mereka hanya sedikit kecewa saja, Eve. Kau sudah melakukan yang terbaik. Kau wanita yang kuat," hibur Kenan tulus pada sang adik ipar.
Sebelum pecah ketuban dadakan, kedua orang tua suaminya alis mertua rajin berkomunikasi dengan Eve melalui ponsel Kenan dikarenakan keduanya tinggal di pinggir kota sedangkan Kenan tinggal di dekat apartment Eve dan Thomas.
Eve sendiri sudah berstatus yatim piatu semenjak dijodohkan dengan Thomas. Dengan kata lain, hanya Kenan yang menemani Eve sesaat sebelum proses lahiran berlangsung sementara sang suami sedang dinas di luar kota.
Eve mungkin masih percaya Thomas akan datang menjenguknya besok, tapi tidak dengan kedua mertuanya. Mereka terdengar kecewa saat dikabari jika buah hati Eve alias cucu pertama mereka meninggal dunia. Seketika, mereka berubah pikiran, memutuskan untuk tidak jadi datang.
Lebih parahnya, di saat Eve butuh penghiburan dari sosok orang tua, malah hujatan yang Eve dapat dari mertuanya.
"Bagaimana bisa kau sampai melahirkan prematur dan cucuku sampai meninggal, Eve? Kau sangat teledor apa bagaimana, hah? Dasar menantu payah. Kami tidak jadi datang kalau begitu. Kenan yang akan mewakili."
Tanpa mereka bertanya keadaan Eve yang sedang down, perkataan mertuanya serupa pisau yang sukses menghujam jantung Eve.
"Baiklah, kau menang. maaf Aku berbohong," sesal Kenan
Di sisi lain, tak ingin terkesan bucin, Kenan harus tetap menunjukan sikap wajar agar Eve tidak tidak curiga dan tetap nyaman saat berada di dekatnya.
Meski masih ingin menemani, bahkan menginap di ruang rawat malam ini, Kenan terpaksa pulang sesuai permintaan Eve. "Kalau begitu, aku pulang dulu. Telpon aku kapan pun, hmm?"
Eve latas menganggukan kepalanya. Seiras itu, satu kecupan didaratkan oleh Kenan ke kening Eve.
Rasanya terkesan aneh. Walau begitu, Eve tidak memiliki energi untuk memperdebatkan. Eve menganggap kecupan tadi hanyalah sebagai penguat sesama anggota keluarga saja.
Tengah malam menjelang, Eve tak kunjung dapat memejam mata karena banyak hal yang hinggap di benaknya. Penasaran akan identitas Alexei, pria misterius beraura powerfull dan bengis hingga antusias menunggu menyusui Baby Zachary lagi kini sedang memenuhi pikirannya.
"Bukankah tengah malam biasanya bayi menangis? Mengapa suster belum memanggilku? Apa ... air sus*ku masih ada sisa stok?" Eve menerka-nerka sembari bergelagat gelisah.
Menyusui Baby Zach rupanya sudah mulai menjadi candu karena dengan begitu rupanya Eve bisa mengenang rasanya menjadi seorang ibu terutama setelah kepergian bayi pertamanya, mendiang Baby Damian.
Tak bisa lagi menahan resah, Eve lantas berinisiatif menuju ruangan bayi dimana Baby Zach berada. Meski dijaga oleh anak buah Alexei, Eve salah satu yang diberi akses karena telah resmi menjadi ibu sus* putranya.
Saat sudah berada di area dekat ruangan bayi, anehnya Eve merasa bahwa tidak ada penjagaan sama sekali. Padahal, tadi cukup banyak beberapa anak buah Alexei yang berjaga di sana.
Eve lantas mencoba menghiraukan dan segera msuk ke dalam ruangan khusus bayi. Untuk baby Zach sendiri, box bayinya sudah ditempatkan terpisah dan menyendiri di salah satu sudut ruangan tersebut sesuai permintaan Alexei.
Hal aneh atau lebih tepatnya janggal kembali dirasakan Eve saat melihat sekitar area ruang bayi sama sekali tak ada suster yang menjaga. Tak lama saat matanya masih mengedar, Eve malah memergoki seorang perawat pria mengenakan masker medis sedang menggendong baby Zach.
"Permisi," sapa Eve yang langsung membuat tubuh perawat pria itu sedikit mengerjat terkejut. "Mau dibawa kemana Baby Zach?" tambah Eve bertanya.
Untuk sesaat, tak ada jawaban dari sang perawat melainkan hening yang menggantung di udara. Perawat itu hanya membelakangi Eve. Sementara sang wanita kini mulai khawatir.
DEG!
Benar saja, saat dirasa Eve lengah, perawat pria itu kabur dan berhasil keluar membawa Baby Zach keluar ruangan.
"Hey! Kembalikan Baby Zach!" Eve secara spontan memekik dan langsung mengejar sang perawat.
Aksi kejar-kejaran pun terjadi intens, sayangnya langkah kaki Eve tidak secepat sang perawat karena baru saja melahirkan tadi siang.
Di sisi lain, dari kejauhan Eve dapat melihat sosok Nick yang sedang menelpon tak jauh dari lorong rumah sakit.
"NICK! PERAWAT ITU MEMBAWA LARI BABY ZACH!" teriak Eve sembari masih berlari kepayahan.
"Oh sh*t!"
Nick kalang kabut berlari mengejar target yang Eve maksud.
Di sisi lain.
Setelah membersihkan diri di kamarnya, Alison kembali ke kamar Alexei.
Meski sudah diperingati jika Alexei banyak kerjaan alias sibuk, Alison tetap merajuk berdalih ingin ditemani Alexei minum.
"Baiklah, tapi hanya beberapa gelas saja."
"Iya, aku janji," ujar Alison bernada manja.
Alexei akhinya minum wine bersama dengan Alison. Selain tak tega pada sepupu angkatnya yang baru saja tiba dari Italia, Alexei rupanya butuh mood booster alkohol untuk sedikit meringankan beban hidup.
Tak lama keduanya terlarut dalam obrolan santai mengenang masa lalu dan juga profesi dunia mafia. Hingga ... tiba-tiba anak buah Alexei menginterupsi, menelpon sang bos mafia.
"Ada apa?"
"Ada situasi darurat, Bos. Bayi Anda diculik seseorang dan kami sedang melakukan pengejaran. Target terpojok tapi ... Bayi Anda sedang digendongnya."
"APA!"