Halu Terlarang

1277 Kata
Merasa degup jantungnya berdesak-desakan, Eve memejamkan matanya. Bayangan terlarang akan kehangatan bibir Alexei menyentuh bibirnya membuat seluruh tubuhnya lunglai, menyerah pada momen yang ditunggu-tunggu ini. Detik terasa berlarut, membentang menjadi keabadian yang penuh antisipasi manis. Dalam gelapnya pelupuk mata, ia sudah membayangkan sensasi lembut yang akan menyergapnya bahkan hingga membuatnya lupa jika dirinya milik sah pria lain. Namun, sentuhan yang dinanti Eve tak kunjung tiba. Alih-alih rasa hangat di bibir, yang ia rasakan justru sebuah sapuan yang sangat lembut, hampir seperti angin yang menyentuh helai-helai rambutnya di sekitar pelipis. Sebuah sentuhan yang sama sekali tidak ia duga. Penasaran dan bingung, mata Eve membuka secara perlahan, masih enggan percaya. Dan di sana Alexei masih berada tepat di hadapannya, wajah tampannya hanya terpaut sejarak beberapa jari. Namun, ekspresinya bukanlah hasrat yang ia bayangkan, melainkan sesuatu yang lebih netral, bahkan sedikit tertarik. "Aku lihat ada sesuatu di rambutmu," ujar Alexei suaranya rendah namun jernih, memecahkan kesunyian yang menggantung. Di antara jari telunjuk dan jempolnya, ia mempertunjukkan sebuah benda kecil. "Ini sehelai bulu. Sepertinya bulu burung." Eve terdiam, matanya terpaku pada bulu halus berwarna nyaris semuanya hitam yang dengan mudah terlepas dari jemari Alexei. Panas membanjiri pipinya dengan cepat, membakar hingga ke telinga. Oh, tidak, Eve malu setengah mati. Jantung yang tadinya berdegup kencang karena nafsu, kini berubah menjadi drum yang memukul irama rasa malu yang memekakkan. Seluruh khayalan indahnya—hasrat, gairah, dan keintiman runtuh berantakan dalam sekejap, digantikan oleh realitas yang sangat canggung dan memalukan. Ia baru saja terlarut dalam lamunannya sendiri, berkhayal jauh sementara Alexei hanya ... membersihkan sesuatu dari rambutnya. Dengan gerakan kikuk, Eve menyela rambutnya dan mengalihkan pandangan, berusaha mati-matian menyembunyikan kepanikan dan kegugupannya yang tiba-tiba menjadi-jadi. "Ah,i-ya? Terima kasih," gumamnya terbata, suaranya nyaris seperti desisan angin. Dalam hatinya, ia berharap bumi terbelah dan menelannya bulat-bulat pada saat itu juga. "Tunggu ... kau tidak berpikir aku akan menci—" "Hentikan!" sela Eve memotong, tubuhnya berinisiatif berpindah dengan cepat ke belakang Alexei. "Apapun itu, aku tidak seperti yang kau pikirkan, Tuan Dorante. Itu hanya situasi semata." Alexei lantas menyeringai puas merespon Eve yang meluruskan tingkahnya barusan. "Ekhem. Dengar Tuan. Aku akan tetap pada pendirianku. Mengirim ASI perah tanpa harus menyusui langsung." "Bagaimana jika aku menawarkan kesepakatan?" tawar Alexei yang seketika menbuat kening Eve berkerut. "Kesepakatan?" "Ya, aku akan membayar 10 kali lipat gaji profesimu sebagai guru olahraga jika kau mau menjadi ibu s**u Zach." "Apa?! Sepu-luh kali lipat!" Eve terperangah tak percaya diiringi mulut yang terbuka dan lalu di tutup oleh telapak tangannya. Otaknya mulai menghitung perkalian gajinya dan penawaran Alexei. Gaji sebulan 3 juta kini bisa menjadi 30 juta jika Eve menjadi ibu s*su baby Zach. Jumlah uang tersebut fantastis mengingat Eve juga memiliki rumah penampungan bagi anak didik yang kurang mampu. Setiap setengah gajinya ia sisihkan untuk kebutuhan mereka. Namun, sesuatu membuatnya spontan terkesiap, "Tunggu! Darimana kau tau aku seorang guru olahraga?" "Mudah bagiku untuk mencari data seseorang." "Ergh, aku lupa kaum kalian menghalalkan segala cara." Eve memutar bola mata dengan malas. "Uangmu memang menggiurkan, tapi tetap saja, aku masih menginginkan ketenangan. Kau harus mulai mencari ibu su*u baru." Matilah kau, Eve. Kau sedang menolak bos mafia, batin Eve yang sebenarnya ketakutan. Sementara itu, mendengar penolakan untuk ke sekian kali sebenarnya cukup membuat Alexei geram. Alexei yang biasanya tempramen mungkin sudah mengintimidasi siapapun yang tidak patuh padanya. Anehnya tidak dengan Eve, ia seperti menjadi pribadi yang berbeda. Faktanya, semua Alexei lakukan demi permintaan Erika dan juga Baby Zach yang terlanjur disus*i oleh Eve seorang. "Istriku ... dia wanita yang cerdas. Beberapa hari sebelum mengalami kecelakaan, dia bahkan kepikiran memintaku mencarikan ibu s**u untuk Zach jika terjadi sesuatu padanya," ujar Alexei suaranya datar, terkesan sumbang, tapi seakan menyimpan luka yang sangat dalam danr di saat bersamaan sukses mengetuk pintu pertahanan Eve. "Aku bukanlah pengemis, Evelin. Aku bahkan berani membayar lebih jika kau merasa kurang." Tak ingin larut dalam kesedihan, Alexei menyerahkan kartu namanya. "Setidaknya pikirkan sampai kau pulang dari rumah sakit." Kedua pasang netra itu sejenak kembali saling bersitatap seraya Eve mengambil uluran kartu nama milik Alexei secara perlahan. Tak ada tittle bos mafia di kartu identitas itu. Warna kartunya hitam legam dengan tulisan tinta emas. Hanya nama Alexei Dorante dan tulisan Dorante Enterprise dibawah nama sang pria. Alexei lantas melenggang pergi dari ruang rawat itu, meninggalkan Eve mematung di tempat. Oh, Tuhan. Sekarang hatiku benar-benar bingung. Setelah mendengar sisi menyentuh Alexei, pikiran Eve berubah 180 derajat. Bukan demi uang, tapi kemanusiaan. Bisa saja wanita lain yang terpilih sebagai ibu su*u Baby Zach, tapi semesta telah memilihnya yang mungkin memiliki maksud mengobati kepedihan Eve akan kepergian Baby Damian. Namun, satu masalah yang kini mengganjalnya, yakni izin suaminya. Eve mungkin akan sekalian menajdi pengasuh Baby Zach sembari menjadi ibu su*u. Tentunya Eve akan jarang pulang. "Besok Thomas datang, aku akan bicara padanya." *** Mansion Dorante. Sesuai perintah Alexei, Nick saat ini sedang mengorek informasi dari sang perawat gadungan yang memiliki nyali kuat menculik putra calon pewaris Mafia Black Magma. Interogasi saat ini sedang berlangsung di sebuah tempat yang berada di ruang bawah tanah. Tempatnya dingin, lembab dan remang, mirip penjara bawah tanah dengan beberapa sel tahanan untuk menampung para musuh dan pengkhianat. Bukan dengan interogasi biasa, tapi ala mafia. Ya, tidak ada interogasi seperti di ranah hukum biasa yang hanya bermain kata, melainkan siksaan bertubi-tubi yang sang perawat gadungan itu dapatkan. Mulai dari dipukul, dihantam benda hingga disayat. Sayangnya, perawat gadungan itu tetap belum membuka suara, meski tubuhnya sudah berlumuran darah seraya berteriak meminta ampun setiap kali siksaan itu menghantam tubuhnya. "Oh, kau tetap bebal, ya? Baiklah ... aku tau cara agar mulut busukmu bicara," cemooh Nick. "Bob, cepat cari dan seret seluruh anggota keluarga baj*ngan ini. Dan saat mereka tiba, kita akan mulai menginterogasinya sembari memperlihatkan betapa pisau yang kupegang ini akan menari seraya menyayat kulit mereka perlahan," perintah Nick terdengar psyco pada anak buahnya bernama Bob. "Ti-dak ... Jang-an ... Kumohon!" lirih sang perawat terdengar ketakutan dan juga kesakitan. "Aku ... akan mengatakan siapa dalangnya." "Ch! Apa susahnya dari tadi bekerjasama, huh? Cepat katakan siapa yang menyuruhmu!" "Yang memerintahku adalah—" DOR! Satu peluru tak terduga berhasil melesat tepat di kepala sang perawat gadungan dari arah luar jeruji. Tenggorokan Nick mendadak tercekat, dengan mata melotot tak percaya. Informasi penting yang hampir didapat kini tenggelam bersama mayat tak berguna sang perawat gadungan. Emosi Nick lantas berapi-api dan langsung menuju sang pelaku penembakan di luar jeruji. "WHAT THE F*CK, ALISON!" murka Nick pada sang penembak yakni Alison, adik sambungnya. Ya, tanpa siapapun menduga Alison berhasil menyelinap ke ruang bawah tanah dan langsung menembakan peluru ke arah perawat yang hampir membocorkan rahasia jika Alison dalang dibalik penculikan Baby Zachary. "Aku kesal dan marah, Nick. Dia menculik keponakanku, bukan!" kilah Alison mulai bersandiwara. "Tapi aku tau cara mafia tidak begini, Ali. Kau mengacaukan segalanya! Lexei pasti akan murka jika yang diinterogasi mati sebelum mendapatkan informasi!" Gigi Nick menggertak geram di hadapan Alison. "What! Maafkan aku, Nick. Aku terbawa emosi. Aku marah." Alison memasang sikap pura-pura menyesal agara Nick melemah. Sayangnya, bagi Nick sikap Alison kali ini malah memunculkan kecurigaan. Terlebih, Nick tahu betuh perasaan adik sambungnya terhadap Alexei. "Cut the bullsh*t, Ali! Sikapmu membuatku curiga bahwa kau ada hubungannya dengan semua ini. Aku tahu perasaanmu untuk Alexei belum selesai. Jangan memaksaku menyelidiki ke arah sana," bisik Alexei mengancam Alison tepat di telinga. Bukannya merasa terintimidasi, Alison malah berdecih mencemooh lalu menoleh ke arah Nick dan berkata pelan, "Kau pikir kau suci dan loyal, hah? Haruskan aku melaporkan pada Alexei berapa kali kau kedapatan mengobrol berdua dengan Erika saat di Italia? Atau mungkin seberapa sering kupergoki kau memandang Erika dengan tatapan dalam? Ah ... perlukah kuselidiki seberapa jauh yang terjadi antara kau dan Erika?" DEG!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN