“Haruskah aku mengubah Tuan Yang Mulia menjadi Tuan Yang Cantik mulai sekarang?”
─Darian─
***
“Menentangku?”
Gavin menelan ludah. "Ya-Yang Mulia..."
Helen tidak suka mengulang perintah dua kali.
Srat
Helen langsung menebas kaki Gavin, tidak dengan kekuatan penuh, tapi mampu membuat sang pengawal berlutut. Saat pandangannya jatuh pada belakang Gavin, Helen membeku. Meski dihalangi sekitar sepuluh sipir, dia masih bisa melihat Darian yang hanya mengenakan pakaian dalam, dengan tubuh penuh luka dan jarinya yang mengeluarkan darah.
"Menyingkir," kata Helen. Dia perlu memastikan penglihatannya.
Helen menggeret pedang berdarah itu ke arah para sipir, menciptakan suara horor dari pedang yang beradu dengan lantai.
Sipir gemetar ketakutan. Kaki mereka menjadi lemah, dan otomatis semuanya jatuh berlutut. Dalam penglihatan mereka, seolah malaikat maut bertopeng perak sedang dalam proses mengambil nyawa mereka.
Napas Helen tercekat melihat kondisi mengerikan Darian secara langsung. Tiga kuku jari anak itu lepas, dan masih mengeluarkan darah. Darah... Kini Helen melihat banyak darah. Pemandangan di depannya pun menjadi tumpang tindih. Sesekali dia melihat kondisi tragis Darian, di detik berikutnya terlihat gambaran ayahnya mengeluarkan banyak darah dari mulut, ada pula gambaran para tamu yang dibantai dengan kejam oleh prajurit pengkhianat, lalu terakhir, wajah ibunya yang menangis karena berusaha menjangakau tangan Helen sekalipun terus muntah darah.
Tiba-tiba seperti ada bisikan di telinga Helen, "Kau tidak akan pernah bisa melindungi orang-orang yang kau sayangi. Serahkan kepadaku. Aku akan membunuh semua musuhmu."
Helen memegang kepalanya yang mendadak sangat sakit seolah terbelah oleh sebilah pedang.
"Arrrghhh!" teriakan Helen menyadarkan semua orang yang tegang.
Srat
Srat
Srat
Srat
Srat
Sebelum para sipir bahkan mampu bergerak untuk kabur, kepala mereka telah terpisah dari badannya. Helen bergerak sangat cepat meski tubuhnya lemah. Dia menyeringai menyeramkan ketika lima kepala sipir terpisah dari tubuh mereka, dan jatuh bergelimpangan di sekitar kakinya. Helen tidak merasa jijik atau kotor, malah terlihat bersenang-senang.
Sisa lima sipir lagi tidak punya motivasi untuk melawan kengerian Helen. Mereka hanya ingin melarikan diri dari iblis ini.
Gavin mengambil pisau yang jatuh di dekatnya, mencoba menghalangi Helen yang ingin membunuh para sipir. Sekarang, malah dia yang ingin dibunuh oleh Helen.
"Yang Mulia, sadarlah! Kondisi Anda belum stabil karena tabib hanya menekan penyebaran racun! Penawarnya masih dibuat! Jika Anda terus bergerak seperti ini, racun akan bereaksi dan Anda bisa mati!"
Gavin sepertinya tidak memerhatikan luka di lengan kiri Helen yang sudah kembali terbuka, dan darah merembes keluar membasahi lengan baju itu. Dia hanya terus berteriak untuk membuat sadar gadis itu.
Helen seolah tidak mendengar. Dia hanya ingin membunuh semua orang yang dilihatnya.
Dari sepuluh sipir, lima telah tewas, dua terluka ringan di tangan dan sedang meringkuk ketakutan di sudut penjara, dua sekarat dengan luka tebasan di d**a, dan satu berhasil kabur.
Gavin yang kakinya terluka, mencoba yang terbaik untuk membuat Helen berhenti menggila, setidaknya sampai Darian bisa keluar dari sini. Tapi saat melihat pelayan kecil itu malah terdiam karena syok, dia menjadi terpuruk.
"Tidak bisakah kau bergerak?!" teriak Gavin kepada Darian. "Apa kau ingin tuanmu mati?"
Darian yang syok akibat perilaku mengerikan Helen kini tersentak karena teriakan Gavin. Dia masih bertanya-tanya kenapa tuannya bisa hilang kendali seperti itu? Meski kebingungan, dia tetap berusaha berdiri dan mencoba mengenyahkan berbagai pikiran tentang kengerian tuannya. Fokus pelayan itu pada perkataan Gavin tentang Helen yang bisa mati jika terus di luar kendali. Maka, dengan bodohnya, pelayan kecil ini malah berjalan ke arah Helen yang sedang mengamuk.
"Pergi ke luar!" teriak Gavin, yang napasnya terengah-engah karena masih melawan Helen. Apa yang dipikirkan pelayan bodoh ini? Kenapa malah berjalan ke sini? Apa dia ingin mati karena tidak tahan dengan penyiksaan Karlos?
Darian tidak peduli dengan perintah Gavin. Dia hanya terus berjalan ke arah Helen, memanggilnya, "Tuan ... Yang ... Mulia..."
Helen tampaknya menanggapi panggilan itu karena aksi berpedangnya agak melambat.
Gavin memerhatikan ini, membuatnya sedikit mengernyit.
"Tuan ... Yang ... Mulia..."
Helen langsung menjatuhkan pedang. Dia memijat kepalanya yang agak pusing, lalu merasakan tubuhnya sangat sakit. Menoleh, dia melihat pelayan kecilnya hanya mengenakan pakaian dalam dengan kondisi mengenaskan. Siapa yang berani melukai pelayanku?!
"Tuan ... Yang ... Mulia..."
Darian tidak mampu lagi berjalan.
Helen tidak sempat mengamuk lagi karena lebih mengkhawatirkan kondisi Darian. Dia tepat waktu menangkap pelayan kecil itu, dan membawanya ke pelukan.
"Tuan ... Yang ... Mulia..." rengek Darian, memeluk Helen erat, menangis histeris, takut kehilangan Helen.
"Tuan Yang Mulia..."
Helen memeluk Darian meski pandangannya juga mulai buram. Dia menepuk-nepuk punggung pelayan kecilnya, berkata, "Hemm... Tuanmu di sini..."
Darian malah semakin menangis, mengingat kembali penderitaannya selama di penjara. Pelecehan pada tubuhnya, siksaan, dan kata-kata kotor Karlos. Tidak itu saja, dia bahkan ingat hinaan orang-orang tentang kelahirannya yang tidak jelas, tentang dia hanya anak seorang b***k, bahkan tidak sedikit mendapat perlakuan tidak adil karena statusnya. Semua yang telah dia alami bagai cambuk yang menyakiti hati, jiwa, perasaan dan tubuhnya.
Helen merasa sakit untuk rengekan putus asa Darian. Dia menggigit bibir bawahnya sampai berdarah, lalu memejamkan mata, terus menepuk-nepuk punggung pelayan kecilnya, terus membisikkan, "Tuanmu di sini..."
Darian semakin menangis saat mengingat betapa hangat tinggal di sisi Helen. Betapa menyenangkan melihat Helen tertidur di bawah pohon Tabebuya. Betapa bahagia ketika dia bisa makan bersama Helen, bisa melihat senyum kecil Helen, bisa membeli topeng, bisa melepas lentera, bahkan bisa tertawa di depan Helen.
Baginya, Helen lebih dari seorang tuan yang harus dia layani. Baginya, Helen seperti temannya, juga seperti keluarga. Seperti seorang kakak yang dengan gagah melindunginya, dan dia harus menghormatinya. Terkadang Helen seperti seorang adik yang lugu dan polos, yang membuatnya gemas dan berdebar. Setelah ibunya, Helen adalah segalanya bagi Darian. Dia tidak ingin Helen juga meninggalkannya seperti ibunya.
Darian sangat ketakutan kalau tidak bisa bertemu Helen lagi, kalau tidak bisa merasakan hangatnya lagi. Tapi kemudian dia sangat ketakutan kalau semua ini hanya ilusi, kalau yang hangat itu hanya fatamorgana, dan kenyataannya adalah dia seorang b***k yang selalu disiksa dan dilecehkan. Kalau kenyataaannya, dia hidup dalam mimpi buruk. Kalau kenyataannya, dia masih di rumah p********n, menunggu seorang tuan membawanya pergi... Dia sangat ketakutan.
"Aku memiliki tuan yang sangat baik, itu ... itu bukan mimpi, kan? Lentera, permen, topeng, kursi di bawah pohon ... itu semua ... itu semua bukan mimpi, kan?"
Helen dengan sabar menjawab, "Itu nyata... Tuanmu di sini..."
Darian masih menangis sedih, tapi secara bertahap tubuh lelahnya mendominasi, dan dia jatuh pingsan.
Helen sebenarnya sudah hampir kehilangan semua kekuatannya juga, tapi masih bisa mendudukkan Darian, dengan hati-hati memeluknya di satu lengan sambil melepas pakaian luarnya sendiri. Dia pakaikan pakaiannya ke tubuh telanjang Darian. Saat mencoba mengangkat anak itu, dia kehilangan kekuatannya.
Gavin tangkas menangkap keduanya yang hampir jatuh ke lantai sel yang dingin.
Gavin akhirnya bisa bernapas lega saat Helen tidak mengamuk lagi. Dia memeluk dua bocah itu erat-erat, tatapannya menyorotkan kesedihan.
Siapa yang menduga kalau Helen si pemarah akan memiliki ekspresi terluka untuk pelayan kecilnya? Gadis yang menunjukkan wajah datar di pemakaman ibunya, malah sedih karena penderitaan pelayan kecil itu. Sedikitnya Gavin bisa mengerti kalau Helen mengalami perasaan senasib dengan Darian yang sebatang kara, dan karena anak itu lemah, sisi ingin melindungi dalam diri Helen pun muncul.
Dalam dua bulan belakangan, Gavin tahu kalau Darian bisa menyembuhkan Helen. Tapi, di sisi lain, anak ini pula yang kini menjadi pemicu munculnya 'sakit' Helen. Darian bagai pedang bermata dua.
***