First Date (part 2)

1602 Kata
Abhi terkejut melihat kedatangan Reva. Gadis itu seakan menghantui. Setiap kali ia dan Gema jalan berdua, selalu menemukan dirinya. "Lho, Reva? Lagi ke toko buku juga? Sendirian?" Abhi balas menyapa. Sesekali ia melirik Gema yang membisu tanpa ekspresi. "Iya, Mas. Kebetulan banget ketemu di sini." Reva melirik Gema dan tersenyum padanya. Gema membalas senyum itu. Ingin ia bersikap biasa, berpura-pura tidak tahu menahu jika antara Abhi dan Reva pernah ada kisah meski tidak terikat dalam status. Namun, ia tak bisa secuek itu. Isi surat Reva masih terngiang-ngiang. Untuk alasan yang menurutnya wajar, Gema tak mau berbincang akrab dengan Reva. Ia kurang menyukai gadis itu. Reva melirik dua buku yang dipegang Abhi. "Buku apa itu, Mas?" tanya Reva lagi. "Ini buku Semangkok Mie Ayam Sebelum Mati sama satu lagi buku motivasi. Kamu nyari buku apa?" Abhi mengamati Reva yang belum memegang satu pun buku. "Aku masih bingung milih buku. Niatnya mau beli buku religi yang bagus untuk self improvement. Kira-kira Mas Abhi ada saran tidak, buku apa yang recommended?" Reva tahu Abhi suka membaca. Selera bukunya pasti bagus. Gema sedikit cemberut. Abhi menoleh ke arahnya dan menyadari hal itu. "Banyak kayaknya yang bagus. Kamu bisa milih di rak buku bagian religi atau self improvement." Abhi berusaha untuk tetap sopan meski ia tak enak hati melihat Gema yang cemberut. "Googling saja, pasti banyak kok review buku yang bagus." Gema yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Ia gemas sendiri melihat sikap Reva yang pandai memanfaatkan situasi dengan sengaja bertanya pada Abhi. Reva tersenyum tipis. "Oh, iya, ada google. Cuma kalau Mas Abhi bantu pilihin langsung, mungkin lebih mudah. Review langsung dari yang udah pernah baca bakal bantu banget." Gema melirik Abhi dan ingin melihat bagaimana sikap Abhi menyikapi tingkah Reva. Meski sebenarnya ia ingin menanggapi ucapan Reva. "Maaf, Reva, aku sama Gema udah mau ke kasir soalnya kita ada acara habis ini." Abhi bicara dengan hati-hati agar Reva tidak merasa tersinggung. Gema tersenyum tipis. Ia tatap Abhi dengan binar mata yang seakan mengatakan bahwa dirinya begitu bangga pada suaminya karena mampu bersikap tegas. "Oh, maaf kalau gitu. Aku malah jadi ganggu acara kalian. Selamat bersenang-senang, pengantin baru." Reva mengulas senyum untuk menutupi rasa kecewanya. "Makasih, Reva," balas Abhi. Dia menggandeng tangan Gema dan menuntun istrinya berjalan menuju kantin. Reva mencelos melihat sikap Abhi yang benar-benar menjaga jarak setelah menikah. Dulu setiap ada kesulitan, terutama dalam pengoperasian komputer, Abhi sigap membantu. Sekarang, ia lebih bersikap pasif dan tidak tergerak membantu. Padahal Abhi memiliki kemampuan IT yang bagus. Reva sadar diri, mungkin Abhi ingin menjaga perasaan istrinya. Ia kembali melangkah menuju rak buku untuk memilih buku yang ia cari. ***** Abhi menggandeng Gema berjalan menuju area parkir. "Kita ke Masjid dulu ya, udah adzan. Setelah itu kita duduk-duduk di taman aja sambil nunggu filmnya tayang." Abhi tersenyum menatap Gema yang juga tersenyum menatapnya. Gema mengangguk dan menatap Abhi dengan senyum manisnya. Merasa ada yang aneh dari sikap Gema, Abhi pun mengernyitkan alisnya. "Kamu kenapa? Lihatin aku sambil senyum-senyum?" Gema tersenyum sekali lagi. "Nggak apa-apa." "Nggak apa-apa gimana? Senyum kamu menyimpan sesuatu." Abhi tersenyum lebar dan mengamati wajah Gema yang masih tersenyum seperti sedang merasakan kebahagiaan yang besar. "Aku cuma seneng aja lihat cara Mas Abhi membalas Reva. Mas menolak dengan halus. Sikap Mas Abhi secara nggak langsung memberi peringatan untuk cewek itu kalau Mas Abhi itu udah nikah. Nggak sepantasnya dia mepet-mepet sama suami orang." Gema menjelaskan panjang lebar. Dia cukup greget melihat perempuan yang masih saja berusaha untuk akrab atau dekat dengan laki-laki yang sudah menikah. "Ehm, sudah lega, 'kan? Aku sempat lihat kamu cemberut. Kamu nggak salah pilih suami, Gema. Aku suami yang peka. I know, you're jealous." Abhi tersenyum begitu manis. Ada rasa bahagia mengetahui Gema cumburu padanya, itu artinya sudah tumbuh rasa di hati Gema. Gema tertawa kecil. "Mas Abhi yakin banget aku jealous? Emang aku kelihatan cemburu." Abhi tersenyum tipis dengan mata elangnya yang tajam. Ia menatap Gema lebih lekat dan berhasil membuat Gema sedikit salah tingkah. "Kelihatan banget. You don't need to be jealous. You're the only one I see." Abhi menegaskan kata-katanya seakan meyakinkan Gema bahwa hanya Gema satu-satunya pemenang hatinya. Pipi Gema merona. Abhi selalu saja bisa membuat hatinya meleleh hanya dengan berkata manis. "Ya, udah kita Masjid sekarang, terus duduk-duduk di taman." Gema tersenyum lebih lebar. "Okay, dipakai dulu helmnya." Abhi menyerahkan satu helm untuk Gema. Keduanya melaju menuju Masjid yang dekat dengan area GOR untuk salat Zuhur dulu sebelum melanjutkan aktivitasnya. Selesai salat, Gema dan Abhi duduk di taman dekat Masjid sejenak. Ingin ke Balai Kemambang, tapi takut kurang bisa menikmati karena waktunya yang sedikit. Melihat ada penjual arumanis atau permen kapas (cotton candy) yang memarkirkan gerobaknya tak jauh dari tempat mereka duduk, Gema nyeletuk. "Pengin permen kapas." Dengan sigap Abhi membelikannya. Gema tersenyum senang seperti anak kecil yang baru saja mendapat hadiah. Keduanya berbincang sembari menikmati manisnya permen itu. "Waktu aku kecil aku suka banget makan permen ini. Sekarang ya jarang banget. Tapi hari ini aku ingin memakannya. Kadang kangen sama jajanan masa kecil." Gema menyubit satu potongan permen dan memasukkan ke mulutnya. "Kalau aku dulu suka permen yang bentuknya kayak ceker kaki. Sampai sekarang masih ada sih permennya." Abhi ikut mencubit permen kapas itu dan memakannya. "Oh, permen yang itu. Aku juga suka," balas Gema. "Kayaknya mending ke bioskop sekarang. Lebih baik datang lebih awal dibanding telat." Abhi melirik arlojinya. "Iya, boleh." Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju bioskop Rajawali. Beruntung setiba di sana, kondisi tidak terlalu ramai. Antrian tiket tidak begitu panjang. Namun, yang mengejutkan Abhi adalah dia bertemu dengan murid-muridnya di sana. "Wah, Pak Abhi mau nonton film juga?" Dhara, murid yang dikenal cerewet itu berbinar melihat gurunya datang bersama istrinya. Sontak, teman-teman Dhara yang lain menoleh ke arah Abhi dan Gema. "Ah, Pak Abhi mau nonton Demon Slayer juga. Diam-diam Pak Abhi suka anime juga." Afika tersenyum lebar. Ia melirik Gema sekilas. Penampilan istri gurunya ini memang tomboy. "Iya, mumpung masih libur. Refreshing dulu sebelum masuk kerja lagi." Abhi tersenyum menatap kelima muridnya satu per satu. Suasana yang begitu awkward. Ingin menjalani momen romatis bareng Gema, tapi malah bertemu dengan kelima muridnya dan nanti mereka akan masuk ke studio yang sama. "Romantis banget ya, Pak Abhi. Nonton bareng istrinya." Zahfran tersenyum dan mengangguk pada Gema. "Ya, iyalah bareng istrinya. Kan udah menikah. Kita yang masih pada jomblo, nontonnya ramai-ramai gini," celoteh Hasya. Teman-teman lainnya tertawa. Abhi merasa tak enak hati. Apalagi saat mereka memasuki studio. Murid-muridnya persis duduk di belakangnya. Selama film diputar, Abhi berusaha menikmati film itu meski tidak begitu menyukai anime. Adegan pertarungan dalam film itu cukup menarik perhatiannya. Sesekali ia menoleh Gema. Wanita itu begitu serius memperhatikan filmnya. Abhi melirik murid-muridnya di belakangnya persis. Mereka pun tampak serius menonton jalannya film. Durasi selama ini cukup membosankan untuk Abhi. Ia melirik Gema sekali lagi. Ingin mencuri kesempatan untuk mencium pipi Gema, di belakang berderet murid-muridnya yang seolah seperti kamera cctv. Hal terbaik yang ia lakukan adalah menggerakkan jari-jari tangannya dan mencari tangan Gema. Posisi tangan Gema sangat mendukung untuk disentuh. Abhi memberanikan diri menggenggam tangan Gema erat hingga gadis itu pun menyadari jika Abhi mencari kesempatan untuk melakukan kontak fisik dengannya. Ini bukan pertama kali Abhi menggenggam tangannya. Namun, rasanya sama saja menggetarkan. Gema berdebar tak menentu. Ia menoleh ke arah Abhi yang juga menatapnya lekat-lekat. Dalam cahaya remang-remang, ia bisa melihat segaris senyum di bibir Abhi. Hanya Abhi yang sanggup mengalihkan perhatiannya dari anime favoritnya sekalipun. Abhi mengeratkan genggamannya. Gema semakin deg-degan. Apa kencan pertama seperti ini rasanya? Sepanjang menonton film, ada rasa hangat yang menelusup. Genggaman tangan Abhi seolah menghantarkan impuls lembut yang berdenyut. Impuls itu terus merambat melalui sela-sela jari hingga memuncak menuju jantung. Gema merasakan degup jantungnya seakan berloncatan. Dunia di sekitarnya seolah melambat. Yang Gema rasakan hanya debaran yang tak kunjung usai. Hingga film itu selsai diputar, Gema masih saja berdebar. Hatinya terasa hangat. Ia merasa begitu aman dan terlindungi. Abhi merasakan hal yang sama. Genggaman tangan mungkin terlihat sederhana, tapi nyatanya memberikan efek yang luar biasa. Sampai mereka pulang dari bioskop, keduanya masih terbawa suasana romantis dalam bioskop. Keduanya masih saja salah tingkah ketika tak sengaja berpapasan di dalam rumah atau saat makan bersama. Termasuk saat ini, ketika mereka berbincang di ruang tengah. "Kamu senang kan hari ini?" Abhi bertanya sekali lagi, memastikan Gema benar-benar merasa senang. Gema mengangguk dengan satu senyum. "Ya, Mas. Makasih untuk hari ini." "Apa yang paling berkesan saat tadi nonton film?" tanya Abhi lagi. Gema kembali deg-degan tatkala Abhi melayangkan tatapan lembutnya. Ingin menjawab jujur jika genggaman tangan Abhi yang paling berkesan, tapi Gema malu mengakui. "Semua berkesan," satu jawaban netral dari Gema. "Is there something specific?" Abhi belum puas dengan jawaban Gema. Ia ingin Gema bisa lebih terbuka dan tak malu mengungkapkan apa yang ia rasakan. Gema membisu sekian detik. Ia mengerti ke arah mana pertanyaan Abhi. "Kalau Mas Abhi gimana?" Gema bertanya balik. Abhi tersenyum lembut. "Yang paling berkesan itu..." Abhi menatap Gema dengan tatapan tertajamnya, "kamu..." Gema menatap Abhi dengan seribu tanya di benak. Apa yang diucapkan Abhi serius? "Aku?" Gema memicingkan matanya. Abhi mengangguk dengan senyum tipisnya yang menawan. Gema tersenyum. Hatinya kembali menghangat dan bergetar. Atmosfer seakan dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran dan hangatnya musim semi. Keduanya kikuk, kehilangan topik pembicaraan, tapi yang diinginkan keduanya hanya kebersamaan yang akan terus ada tanpa akhir. Keduanya saling menatap tanpa suara, seakan mata yang berbicara. Rasa itu mulai tumbuh dan dua hati itu tak ingin menepisnya. Abhi menggeser posisinya dan duduk lebih dekat dengan Gema. Gema semakin gugup. Ia berusaha menetralkan segenap rasa yang menjungkirbalikkan dunianya. Jatuh cinta... Sesuatu yang sebelumnya asing kini menjadi cerita baru yang menguasai hatinya. Degup jantung Gema semakin bertalu ketika Abhi semakin memangkas jarak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN