Grogi

1557 Kata
Abhi mengerjap, lalu melihat sekeliling ruangan. Yang paling membuatnya kaget adalah tangan Gema yang melingkar di atas perutnya. Ia lirik kepala Gema yang bersandar di dadanya. Istrinya masih terlelap. Abhi sendiri tak tahu bagaimana mereka bisa tidur berpelukan sementara yang Abhi ingat baik dirinya maupun Gema salah tingkah setelah ciuman pertama mereka dan tidur saling memunggungi. Mungkin itu tindakan refleks Gema yang memeluknya dan mungkin ia juga tak menyadari hal ini. Namun, Abhi menikmati situasi ini. Ada rasa hangat yang menyusup ke setiap ruang di hatinya. Meski ia tak bebas bergerak karena takut akan membangunkan Gema, tapi Abhi sudah cukup senang. Interaksi mereka semakin dekat seiring berjalannya waktu. Ciuman pertama semalam mungkin menjadi awal yang akan semakin menguatkan hubungan keduanya. Sebentar lagi Subuh, Abhi harus bangun dan bersiap untuk mandi sebelum berangkat ke Masjid. Ia belum ingin menyudahi kebersamaannya bersama Gema, tapi ia harus bangun untuk mengejar waktu. Ia tak mau terlambat ke Masjid. Abhi mengangkat tangan Gema pelan-pelan dan meletakkannya di kasur. Ia tatap wajah polos Gema yang masih tertidur. Istri tomboy-nya ini sebenarnya begitu cantik, tapi gadis itu tak pernah menyadarinya karena ia merasa lebih keren berpenampilan seperti laki-laki. Segaris senyum melengkung di wajah Abhi. Ia amati lekat-lekat wajah istrinya. Ia manfaatkan kesempatan yang ada untuk menatapnya karena esok hari, mungkin ia dan Gema akan kembali tidur terpisah. Ia melirik jam dinding kembali. Abhi turun dari ranjang pelan-pelan agar tak bersuara. Ia berderap menuju pintu. Ia buka dengan pelan dan menutupnya kembali. Abhi melanjutkan aktivitasnya dengan mandi dan bersiap berangkat ke Masjid. ***** Ketika Abhi kembali dari Masjid, ia disuguhi pemandangan Sang Istri yang sedang mencucinya piring. Gema membalikkan badan dan menatap Abhi yang mematung mengamatinya. Keduanya tiba-tiba merasa lebih canggung dari sebelumnya. Bahkan d**a Gema berdebar tak menentu. Sesuatu yang aneh, melihat suami sendiri kenapa jadi gugup begini. Abhi pun merasakan hal yang sama. Entah kenapa ada desiran yang tiba-tiba merambat. Ingin ia bersikap sebiasa mungkin, tapi hatinya selalu bergetar setiap berinteraksi dengan Gema. Perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan ia bingung mendefinisikan. Berdebar hingga debaran itu seakan menusuk d**a, membuat perutnya sedikit mulas, bukan mulas karena ingin ke belakang atau sakit perut, tapi sesuatu yang membingungkan. Ingin Gema menyapa Abhi seperti biasanya, bersikap setenang mungkin. Nyatanya kejadian semalam masih menari-nari di benaknya. Jejak ciuman Abhi serasa masih melekat di bibirnya. Hati Gema menghangat setiap kali teringat akan sensasinya. Atmosfer terasa lebih kaku, bahkan jam dinding di dapur seperti menertawakan. Setiap detakannya seakan mencemooh, bagaimana bisa dua sejoli yang sudah sah itu tampak seperti remaja yang sedang kasmaran dan malu-malu. "Gema..." "Mas..." Abhi dan Gema bersamaan memanggil masing-masing. Tawa kecil memecah keheningan. "Ada apa Gema?" "Mas dulu nggak apa-apa, tadi Mas Abhi juga manggil aku." Gema tersenyum, sedikit kaku karena dadanya masih bergemuruh rasa yang bercampur-campur. Rasanya seperti tengah terpesona pada aura laki-laki saleh yang tampak lebih keren setiap kali pulang dari Masjid. Dan laki-laki saleh itu telah halal untuk dimiliki. Abhi tersenyum, berusaha menstabilkan sikapnya. Seribu tanya seakan bergema, bagaimana sikapnya hari ini? Apa dia terlihat gugup? Apa tampak memalukan di mata Gema karena dia benar-benar salah tingkah. "Ehm ... Kamu dulu aja...." Mendadak Abhi pun lupa apa yang ingin ia sampaikan. "Aduh ... Aku tadi mau ngomong apa, ya. Aku kok lupa." Gema sedikit menunduk. Gema merasa tak enak sendiri. Ia bahkan masih merasakan degup jantungnya yang berdegup lebih cepat. Abhi pun tersenyum. Ia bisa merasakan, Gema juga gugup seperti dirinya. Sepertinya, ia harus memulai untuk mencairkan suasana agar keduanya tak lagi kikuk. "Bagaimana semalam? Apa tidurmu nyenyak?" Abhi menggigit bibirnya dan menunduk, menyadari seharusnya dia tak bertanya tentang ini. Hal ini akan mengingatkan kembali pada momen ciuman pertama mereka. Suasana akan kembali kikuk. Pipi Gema merona. Ingatannya kembali melayang pada kecupan Abhi yang mendarat di bibirnya. Ia menunduk dan debaran itu masih merajai. "Iya, nyenyak, Mas," balas Gema pelan. "Karena hari ini aku libur, aku mau masak yang lebih spesial. Kamu suka ayam penyet kan? Aku mau goreng ayam dan bikin sambal." Abhi tersenyum cerah. Gema pun tersenyum senang. "Aku bantuin, ya." "Okay, kita siapkan dulu bahannya." Abhi begitu bersemangat pagi ini. ***** Abhi dan Gema memanfaatkan weekend sebaik mungkin untuk berinteraksi lebih intens. Di hari aktif, Abhi tak punya waktu seluang ini untuk mengajari Gema memasak. Kadang tak perlu hal-hal mewah untuk quality time bersama. Memasak bersama juga bisa jadi salah satu cara untuk mewujudkannya. "Aku mau bikin ayam goreng bumbu rempah, jadi nanti kita pakai lengkuas biar lebih gurih." Abhi menyiapkan bumbu rempah yang ingin ia gunakan. Gema menatap bahan dan bumbu yang ada di meja satu per satu. Ia masih bingung membedakan rempah-rempah. "Aku nggak hafal nama bumbunya." Gema terkekeh. Abhi tersenyum. "Biar Mas kenalin satu per satu, ya. Kalau udah kenal nanti jadi sayang. Kalau udah sayang nanti... Ehm...." Ucapan Abhi menggantung di ujung. "Kalau udah sayang, bakalan setia," sela Gema meneruskan. "Sayang saja tidak cukup. Harus ada komitmen yang kuat dan menghargai pasangan." Abhi menatap Gema tajam, tapi lembut di waktu yang bersamaan. Lagi-lagi Gema terpesona pada tatapan tajam suaminya. Pipinya kembali merona. "Mas terusin ya. Kalau udah kenal dan sayang sama bumbunya, mau masak apa aja terasa lebih mudah." Abhi menunjuk bumbu-bumbu di depannya. "Ini namanya jahe, yang ini lengkuas, dan yang ini ketumbar. Kamu bisa nyium aromanya biar bisa bedain, terutama rempah-rempah kayak jahe, lengkuas, kunyit, dan lain-lain." Abhi menjelaskan dengan nada bicaranya yang lembut. "Jangankan rempah-rempah, Mas. Ketumbar sama merica aku sering ketukar-tukar." Gema tertawa kecil. Abhi tertawa. "Nggak apa-apa, banyak kok yang gitu. Merica ini rasanya agak pedes, lebih keras juga butirannya. Kalau ketumbar lebih lunak dan lebih kecil dibanding merica." Gema mengangguk-angguk. Ia menyimak baik-baik penjelasan suaminya. Aroma parfum Abhi membuat Gema sedikit gugup dan ia sangat menyukai aromanya. Begitu maskulin. Abhi pun menyadari, istrinya sudah mandi dan menyemprotkan parfum beraroma lembut. Ia masih saja berdebar setiap kali berdekatan dengan Gema. Abhi begitu telaten menjelaskan langkah demi langkah memasak ayam goreng hingga membuat Gema paham. Gema bahkan yakin jika suatu saat nanti, dia bisa memasak ayam goreng sendiri tanpa arahan dari Abhi. Selesai memasak, keduanya makan bersama dan duduk saling berhadapan. Di meja sudah tersaji aneka hidangan yang benar-benar seusai selera Gema. Ayam goreng, sambal, lalapan selada dan timun, juga sop sayur. Gema baru menyadari jika proses memasak itu luar biasa menyenangkan. Ada rasa puas melihat menu yang sudah matang. "Makan yang banyak, ya," ucap Abhi lembut. Gema hanya mengangguk pelan dengan satu senyum tipis. Atmosfer kembali canggung, apalagi jika pandangan keduanya tak sengaja bertabrakan. Beberapa kali Abhi menatap Gema begitu lekat di kala gadis itu mengaduk nasinya. Beberapa kali juga Gema menatap balik Abhi dan keduanya pun salah tingkah. Denting garpu dan sendok seolah saling bersahutan, memecah kesunyian. Namun, tak jua bisa melenyapkan rasa canggung di antara keduanya. Abhi menatap Gema lebih dalam, menelusuri setiap incinya dan ia menyadari betapa manis dan cute seorang Gema Anindiya. Bagaimana bisa ia merasa insecure di sepanjang hidupnya dan memilih untuk berpenampilan tomboy. Abhi hargai apa pun pilihan Gema. Namun, ia yakin Gema bisa tumbuh menjadi versi terbaik dirinya. Gema berhati-hati setiap kali menyuapkan makanan ke mulutnya. Biasanya ia makan daging ayam sampai tulang-tulangnya dan lebih nyaman menggunakan tangan. Namun, kali ini ia bersikap lebih anggun dari biasanya. Ketika Gema mengangkat wajahnya, ia kembali mendapati Sang Suami tengah menatapnya lekat. Lagi-lagi Gema salah tingkah. Abhi terus-menerus menatapnya tanpa peduli bagaimana Gema salah tingkah dibuatnya. Wanita itu lebih banyak menunduk sementara dadanya berdebar-debar. Gema kembali mendongakkan wajahnya dan menatap suaminya. Kali ini ia lebih berani menatap balik Abhi yang mengerlingkan satu senyum manis. Gema membalas senyum itu. Keduanya saling melempar senyum. "Enak nggak masakannya?" tanya Abhi mencairkan suasana. Gema mengangguk sembari tersenyum. "Enak banget, Mas." "Kalau enak kok makan sedikit?" tanya Abhi lagi sambil mengamati porsi makan Gema yang sedikit. Gema melirik isi piringnya. "Oh, iya... Ehm...." "Kamu kenapa gelisah terus?" Abhi mengamati sikap Gema yang terlihat resah dan gugup. Gema membelalakkan matanya. "Ehm ... Nggak ada apa-apa, kok ... Cuma...." "Cuma apa?" tanya Abhi seraya menyipitkan matanya. "Grogi...," jawab Gema singkat tapi tepat dan mengena. Abhi tersenyum lebih lebar. Ia menggigit bibirnya dan tersenyum sekali lagi. Ia senang Gema jujur. Wajahnya terlihat memerah. Tampak benar usaha Gema menutupi kegugupannya. "Sama, aku juga," balas Abhi semata agar Gema merasa nyaman. Abhi ingin Gema tahu jika dirinya juga merasakan hal yang sama. Dengan begitu Gema tak akan merasa berjuang sendirian. Abhi pun berjuang untuk menstabilkan segala rasa yang sedari tadi bergejolak. Abhi beranjak dan membawa piringnya. Ia melangkah mendekati istrinya. Ia letakkan piring nasinya di sebelah piring Gema. "Biar nggak grogi, kita duduk sebelahan aja." Abhi menarik kursi dan meletakkannya di sebelah kursi Gema. Gema semakin gugup. Namun, senyum tak lepas dari bibirnya. Ia melirik Abhi yang duduk di sebelahnya. "Aku suapin, ya." Abhi menawarkan sesuatu yang semakin membuat Gema gugup. "Kayaknya belum afdol kalau suami istri belum pernah suap-suapan," ucap Abhi lagi. Gema pun menurut. "Boleh..." "Pakai tangan aja, biar lebih gampang," ujar Abhi lagi. Sekali lagi Gema mengangguk. Ia berusaha menetralkan debaran yang terus bertalu. Ya ampun, Gema, sama suami sendiri kok bisa gugup kayak gini, rutuk Gema dalam hati. Setiap suapan dari Abhi gelenyarkan getaran yang terus merambat. Gema merasa begitu disayangi. Abhi begitu lembut memperlakukannya. Abhi menatap Gema dengan pendaran rasa sayang yang rasa-rasanya sudah terbangun sejak awal pernikahan. Ia tahu, ke depan akan banyak jalan berkelok, menanjak, atau menurun curam. Namun, ia yakin bersama Gema, ia mampu melalui semuanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN