Belum Mencair

1428 Kata
Abhi mengerjap. Ia melirik jarum jam yang menunjuk pukul tiga dini hari. Abhi bangun perlahan. Seperti malam-malam sebelumnya, ia terbiasa bangun di sepertiga malam untuk salat Tahajud. Abhi melangkah keluar menuju kamar mandi. Langkahnya sempat terhenti memandangi pintu kamar Gema. Tak ada suara dari dalam. Ya, tentu saja. Gema pasti sudah tidur, pikir Abhi. Abhi membasuh muka lalu menggosok gigi. Setelah itu, dia berwudhu. Dari dalam kamar mandi, Abhi mendengar suara derap langkah dan pintu kulkas yang terbuka. Ketika Abhi keluar, ia mendapati sosok Gema tengah mengambil sebotol air mineral. Gema pun memandang Abhi yang mematung di depan kamar mandi. Lampu dapur memang dimatikan, tapi ada sorot lampu dari ruang tengah yang memberi cahaya hingga keduanya masih dapat melihat satu sama lain meski samar. Gema terpaku sejenak. Ia amati jejak air wudhu yang masih kentara. Namun, ia segera memalingkan wajahnya. Setelah menutup pintu kulkas, Gema kembali ke kamarnya tanpa menoleh Abhi kembali. Abhi melangkah gontai menuju kamarnya. Seribu tanya melintas di benak tentang karakter perempuan yang terkadang menurutnya unik. Mungkin tidak semuanya memiliki karakter yang sama dengan Gema. Namun, ia teringat akan ungkapan yang menyatakan women are always right. Apa memang wanita tidak mau disalahkan? Wanita selalu merasa benar? Wajah Gema barusan tidak begitu jelas terlihat, tapi Abhi cukup peka menatap mata Gema yang sembab. Ia yakin, Gema menangis diam-diam di kamar. Kini ia bertanya-tanya, apa kata-katanya menyinggung perasaan Gema? Ia sudah mencoba untuk bicara sepelan mungkin. Ia juga berhati-hati memilih kata. Namun, semua itu mungkin tetap melukai hati Gema. Abhi singkirkan dulu bermacam tanya yang mengusik pikiran. Ia menunaikan salat Tahajud di ruang salat. Selesai salat, Abhi berdoa banyak hal, untuk dirinya, orang tuanya, adik-adiknya, dan satu nama menambah list panjang deret nama yang ia sebut dalam doanya. Nama itu adalah Gema, gadis tomboy yang saat ini menjadi istrinya. Abhi berdoa untuk kesehatan dan keselamatannya, untuk hati yang selalu dijaga Allah dan terbuka menerima nasihat. Secara khusus ia memohon agar pernikahannya dan Gema selalu diberkahi Allah. Ia berharap dirinya dan Gema mampu membangun cinta bersama-sama dan menjadikan pernikahan ini sebagai ajang beribadah serta mencari ridhoNya. Abhi tak tidur lagi. Ia memilih menyicil pekerjaan remote yang sudah ia tekuni sejak lama. Menjadi produktif dan mencari pekerjaan sambilan adalah pilihan terbaik untuk saat ini. Sudah bukan rahasia, kesejahteraan guru di Indonesia kurang diperhatikan. Banyak guru mencari tambahan penghasilan di bidang lain karena gaji mereka masih di bawah standar kelayakan. Belum lagi tuntutan yang tinggi dan risiko pekerjaan yang juga besar. Ketika jam menunjukkan waktu empat pagi, seperti biasanya, Abhi mandi dulu sebelum ke Masjid untuk salat Subuh. Biasanya ia akan mengetuk pintu kamar Gema dulu sebelum berangkat, memastikan apakah istrinya sudah bangun atau belum. Namun, pagi ini Abhi tak melakukannya. Sepulang dari Masjid, pintu kamar Gema masih tertutup. Wanita itu belum ada tanda-tanda keluar dari kamar. Abhi melangkah menuju dapur. Ia memasak tumis kangkung dan menggoreng tempe, tahu, serta sosis. Waktu yang mepet tak memungkinkan untuk masak banyak. Ia memilih menu yang simpel saja. Abhi bertanya-tanya, kenapa Gema belum jua keluar kamar. Terpikir untuk memastikan keadaannya. Ia sedikit khawatir mengingat semalam mereka bertengkar. Selesai masak, Abhi bersiap-siap berangkat. Ia kenakan seragam dinas lalu bersiap sarapan. Ia kembali melirik pintu kamar Gema yang masih tertutup rapat. Kali ini, Abhi tak lagi bisa diam. Ia melangkah mendekat ke pintu. Ia ketuk pintu itu pelan. "Gemaaa...." Abhi menantikan respons Gema, tapi tak ada respons apa pun. Abhi mengetuk pintu sekali lagi. "Gema, aku tahu kamu udah bangun. Tolong buka pintunya!" Tak ada jawaban. Abhi tak menyerah. Ia mengetuk pintu lagi dan memanggil istrinya. "Gema.... Please, jangan kayak anak kecil. Buka nggak?" Karena tak ada reaksi, Abhi pun memutar kenop pintu. Pintu itu terbuka. Ia melihat Gema sedang duduk di lantai dan bersandar di ranjang. Tangannya memeluk boneka Pikachu. Gema melirik Abhi sekilas lalu kembali memalingkan wajahnya. Dari rambutnya yang sedikit basah dan baju yang berbeda dengan baju semalam yang dikenakan Gema, Abhi tahu jika Gema sudah bangun dari tadi dan sudah mandi. "Kamu udah bangun dari tadi ya? Kenapa diam waktu aku ngetuk pintu?" Abhi masih berdiri mengamati Gema yang bahkan enggan menatapnya. Gema tak menjawab. Ia memeluk erat bonekanya hingga menutupi wajahnya. Abhi duduk di depan Gema. Wanita itu tak jua menatap suaminya. Ia memilih untuk menunduk dan membenamkan wajahnya pada boneka Pikachu kesayangan. Ia tak mau Abhi melihat jejak tangis di matanya. Abhi menyingkirkan boneka itu dari pelukan Gema. Mau tak mau, pada akhirnya Gema menatap Abhi dengan wajah datar cenderung cemberut. Benar dugaan Abhi jika kemungkinan Gema menangis semalaman. Semua terlihat dari mata sembabnya, agak membengkak. "Are you okay?" tanya Abhi mencairkan kebekuan. "Menurut Mas gimana?" jawab Gema sedikit ketus. Abhi membasahi bibirnya. Gema masih menyimpan kekesalan terhadapnya. Semua terdengar dari nada bicaranya yang ketus. "Kamu nangis?" Abhi menatap Gema penuh selidik seakan menelisik di setiap inci wajah istrinya yang cute. Gema tak menjawab. Ia alihkan tatapan ke sudut kamar yang lain. "Okay... Aku minta maaf. Aku minta maaf kalau cara aku ngomong sama kamu itu salah dan mungkin kamu nggak terima." Abhi tahu, ia yang harus mengalah untuk menghadapi Gema yang keras kepala. Gema masih bertahan dengan kebekuannya. "Sarapan dulu, yuk. Semalam kamu belum makan, 'kan?" Gema masih awas menatap Gema hingga membuat gadis itu sedikit salah tingkah. "Nanti aja." Gema menekuk kedua lututnya. Tangannya merengkuh lututnya. Ia masih enggan untuk beranjak. Abhi menghembuskan napas pelan. Suara keruyukan di perut Gema menjadi pemecah keheningan. Abhi tersenyum sementara Gema masih membisu. "Perut kamu protes tuh. Nggak bisa nunggu nanti," ujar Abhi sembari tersenyum tipis. "Nggak, aku nggak mau makan. Nanti saja." Gema masih bersikukuh dengan pendiriannya. "Okay, yang penting jangan lupa makan. Udah siang, aku berangkat dulu." Abhi melirik arlojinya. "Kamu nggak sarapan?" tanya Gema memastikan. Hati Abhi sedikit berdesir. Pertanyaan Gema menunjukkan kepeduliannya. "Aku bawa bekal aja," ucap Abhi singkat. "Kalau ada apa-apa hubungi aku. Kalau mau pergi, tolong kabari aku." Abhi mengulas satu senyum sebelum akhirnya beranjak dan meninggalkan Gema di kamar. Gema terpekur menatap langkah Abhi yang menjauh. Ia bangun dan mendekat ke jendela kamarnya. Ia singkap tirai jendela hingga melihat Abhi yang sudah menaiki motornya. Pandangan Gema tak lepas mengawasi hingga motor itu melaju. Gema melangkah menuju ruang makan. Ada setitik rasa bersalah kala melihat hidangan yang tersaji. Abhi memasak semuanya. ***** Setiba di sekolah, beberapa rekan Abhi sudah hadir. Begitu juga dengan murid-muridnya. Abhi merasakan ada yang berbeda dari cara rekan guru maupun murid-muridnya ketika melihatnya. Belum lama ia duduk di kantor guru, tiba-tiba salah seorang rekan mendekat ke arahnya. Rekan kerja yang lebih senior darinya. "Bhi, ini istri kamu bukan? Ini lagi fyp lho, razia balap liar. Istri kamu ikut balap liar?" Suara keras Danu mengagetkan rekan-rekan yang lain. Salah satu rekan menimpali. "Iya aku juga lihat. Istrinya Pak Abhi ikut ketangkap. Gimana sekarang Pak?" Nurul pun penasaran dengan nasib Gema. Dalam hati ia mengasihani Abhi yang mendapatkan seorang istri yang bengal. "Jangan sampai murid-murid tahu, nih. Nanti kalau Pak Abhi menasihati anak-anak untuk nggak melanggar aturan, mereka bisa aja ngeles dan bilang, Pak Abhi juga nggak bisa mendidik istri," celetuk Rama, guru muda yang sering kali iri dengan pencapaian Abhi. Abhi membisu sekian detik. Dalam waktu sekejap semua orang tahu apa yang terjadi. Kekuatan media sosial benar-benar tidak bisa dilawan. "Bapak Ibu, istri saya baik-baik saja di rumah. Saya mohon maaf kalau kelakuan istri saya menambah citra buruk salah satu pengajar di sini. Dia hanya terbawa dengan kebiasaannya sewaktu belum menikah. Ini tugas saya untuk membimbingnya. Kalau nanti ada murid-murid yang menanyakan, saya akan jelaskan baik-baik." Abhi mengedarkan pandangannya ke seluruh isi ruangan. Pakaian istri adalah pakaian suami, begitu juga sebaliknya. Abhi harus melindungi Gema dari omongan-omongan negatif di luar sana. "Iya, saya paham, Pak. Tapi gimana dengan wali murid kalau tahu hal ini? Masa iya istri guru di sekolah ini ada yang ikut balap liar, ngasih contoh yang buruk." Rama kembali nyerocos. "Maaf Pak Rama, jangan terus-menerus memojokkan Pak Abhi. Saya yakin, Pak Abhi juga nggak menyangka istrinya ikut balap liar. Biarkan mereka selesaikan masalah. Ini masalah rumah tangga mereka yang masih baru." Reva mencoba bijak menyikapi. Ia melirik Abhi yang tak seceria biasanya. Ada rasa kasihan melihat pria yang saat ini masih merajai hatinya ternyata mendapat masalah karena ulah Sang Istri. "Masalahnya ini sudah menyebar ke luar. Bahkan dijadikan highlight, istri guru SMA ikut terjaring balapan liar. Banyak banget komentarnya. Banyak juga yang tahu kalau Gema istrinya Pak Abhi, putri dari pengusaha terkenal Burhan Wijaya." Danu menambahkan. Abhi menghela napas. Belum kelar urusannya dengan Gema, sekarang rekan-rekannya mempermasalahkan berita tertangkapnya Gema sebagai bagian dari citra baik sekolah. Ia akan bertanggung jawab menghadapi masalah apa pun bahkan jika kepala sekolah memanggilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN