Hari ini Abhi sudah kembali aktif mengajar. Abhi bangun lebih pagi dari biasanya untuk menyiapkan keperluannya. Seperti biasa ia selalu salat Subuh di Masjid dekat rumah. Gema yang sebelum menikah kadang bangun siang, setelah menikah, ia mengikuti kebiasaan Abhi, bangun lebih pagi.
Setelah salat Subuh, Gema mencuci piring, merebus air, lalu menyiapkan bahan untuk memasak. Ia tak tahu menu apa yang akan ia masak, tapi dia mengeluarkan sayuran yang kemarin mereka beli di pasar. Ia akan menunggu Abhi pulang dari Masjid, barulah ia akan memasak.
Sebenarnya Gema sudah membuka banyak channel di YouTube untuk mencari resep masakan rumahan sederhana. Namun, menghadapi aneka sayur dan bumbu dapur, ia malah bingung harus memulai dari mana.
Saat salam terdengar menggaung, Gema merasa senang karena itu artinya Abhi sudah kembali dari Masjid. Gema menjawab salam. Ia menatap Abhi yang tampak lebih tampan jika tengah mengenakan baju koko.
"Mas, aku bingung mau masak apa."
Abhi meletakkan sajadah di atas meja. Ia membuka pecinya dan melirik sayuran yang sudah dikeluarkan Gema dari kulkas.
"Kenapa bingung? Kita udah punya banyak sayur." Abhi mengamati satu per satu jenis sayuran yang ada di meja dapur.
"Kita bikin omelet aja ya, biar praktis dan cepat matang. Soalnya aku harus berangkat pagi." Abhi mengangkat kedua alisnya. 
Gema mengangguk. "Ide yang bagus. Aku iris sayurannya dulu aja."
"Okay, aku ganti baju dulu, ya." Abhi tersenyum dan melangkah menuju kamarnya. 
Selesai berganti baju, Abhi kembali ke dapur. Ia memecahkan telur lalu mengocoknya. Tiga telur sudah cukup untuk dirinya dan Gema. Ia memasukkan banyak sayur ke dalam adonan telur, karena itu ia memecahkan tiga telur.
"Kamu suka paprika, 'kan?" Abhi bertanya pada Gema yang sedang mengiris wortel.
"Suka banget. Paprika salah satu sayur favoritku." Gema tersenyum cerah. Senyum yang terlihat begitu manis di mata Abhi.
"Kita isi omeletnya dengan paprika, wortel, bawang daun, sama sawi juga boleh. Bumbunya simpel aja, pakai bawang merah, bawang putih, garam, lada bubuk, terus kalau kamu mau lebih pedes bisa pakai potongan cabai."
"Kenapa kamu pinter banget masak sih Mas?" Gema kagum mengamati cara masak Abhi yang cekatan dan ulet. 
Abhi tertawa pendek. "Ini tuh menu yang simpel banget, Gema. Kamu juga pasti bisa kalau mau mencoba."
"Next time aku mau mencoba sendiri. Tanpa arahan dan pendampingan dari Mas Abhi." Gema tersenyum tipis. 
"Boleh, nanti aku nyicipin." Abhi tersenyum cerah. Rasanya ia juga penasaran dengan rasa masakan Gema. 
*****
Gema mengantar Abhi ke teras depan. Melihat motor suami yang sudah butut, Gema merasa sedikit iba. Ia melirik motornya yang jauh berbeda dibanding motor Abhi. Bisa saja ia minta papinya untuk membelikan motor baru untuk Abhi. Ia yakin papinya tak akan menolak permintaannya. Namun, ia yakin Abhi tak akan setuju.
"Gema, aku berangkat dulu, ya." Abhi berdiri di hadapan Gema dan menatapnya dengan senyumnya yang lembut.
Gema membalas senyum itu. "Hati-hati di jalan."
Abhi masih mematung. Ia mengamati istrinya yang diam terpekur.
"Kamu nggak ingin salaman terus cium tangan aku?" Abhi menyipitkan matanya. Dulu ketika ayahnya belum pensiun, ibunya selalu menjabat tangan ayahnya sebelum ayahnya berangkat kerja. Tak lupa Sang Ibu mencium punggung telapak tangan Sang Ayah.
"Emang harus gitu?" Gema bertanya dengan polosnya, "lagi-lagi kesepakatan untuk nggak sentuhan fisik dilanggar."
Abhi tertawa kecil. "Dari kemarin udah dilanggar kayaknya." Di kepala Abhi berputar-putar kejadian sewaktu Gema memegang lengannya, saat dirinya menyentuh pipi dan bibir Gema ketika mereka berada di kamar mandi, lalu ketika mereka bergandengan menyusuri pasar.
Gema ragu sejenak. Pada akhirnya ia menjabat tangan Abhi dan mencium punggung tangannya. Ada rasa hangat yang menyergap di hati Abhi. Begitu juga dengan Gema. Meski ia begitu kikuk, tapi ada desiran yang menghangatkan.
Abhi ingin mengecup kening Gema, tapi ia tahan. Gema sudah mau mencium tangannya saja sudah sangat bagus.
"Aku berangkat dulu, ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Gema menatap motor Abhi yang melaju hingga keluar dari halaman rumah mereka. Kini ia bingung karena tak ada aktivitas berarti. Lamaran kerja yang ia masukkan ke beberapa tempat juga belum ada panggilan satu pun.
Gema memutuskan untuk menonton TV di ruang tengah. Tiba-tiba ia membaca pesan di grup w******p.
Siapa yang mau ikut balap hari ini?
Mata Gema membulat. Sudah lama ia tak ikut balap. Sungguh ia rindu dengan suasana balap dan deru motor yang bersahutan. Ia juga rindu kebersamaan bersama teman-temannya.
Ia mengetik huruf demi huruf lalu ia kirimkan di grup.
Aduh, aku kangen balapan.
Freya: Kamu ikut aja. 
Gema: Suamiku pasti nggak ngizinin.
Ray: Dia kan lagi ngajar. Sebelum suamimu selesai ngajar, balapnya udah selesai.
Danar: Ayolah Gema, udah lama kita nggak kumpul.
Asti: Iya, Gema. Asal kamu pulang tepat waktu, nggak akan ketahuan suamimu. Yang penting jangan bilang ke suamimu kalau kamu abis balapan.
Gema menimbang-nimbang tawaran teman-temannya. Ia memiliki ide untuk mengirim pesan pada Abhi dan mengatakan jika ia ingin ke rumah orang tuanya. Dengan begitu, Abhi tidak akan curiga meski ia pulang telat.
Gema menghembuskan napas pelan. Ada sedikit ketakutan, tapi ia tak bisa lagi menahan keinginannya untuk melakukan hobi lamanya.
*****
Abhi merapikan meja kerjanya. Sudah waktunya untuk pulang. Reva yang juga tengah merapikan mejanya melirik Abhi dengan rasa yang tak terdefinisikan. Di malam pernikahan Abhi, Reva merenung di kamar dan menangis semalaman. Ia sungguh menyesal karena membiarkan Abhi menjauh tanpa tahu bagaimana perasaannya. 
Hari sudah berlalu, tapi Reva masih saja patah hati dan berusaha sekuat tenaga menghapus nama Abhi dari hatinya. Di mana lagi ia menemukan laki-laki sebaik Abhi. 
Saat Abhi menoleh ke depan, pandangan matanya tak sengaja bertabrakan dengan tatapan Reva. Abhi buru-buru menunduk terlebih ketika ia menyadari bahwa gadis itu tengah memperhatikannya.
Abhi mengucap salam pada rekan-rekannya yang lain ketika hendak berpamitan. Ia ingin segera pulang. Entah kenapa, ada rasa rindu pada Gema meski hubungan keduanya belum benar-benar seperti suami dan istri. Ia pun bertanya-tanya, apakah ia sudah mulai jatuh cinta pada Gema? Segaris senyum tipis melengkung setiap kali Abhi teringat pada Gema.
Abhi melangkah menuju area parkir dan mendekati motornya. Ia kenakan helm yang sebelumnya tergantung di setang motor. Baru saja hendak menstarter motornya, tiba-tiba ada telepon masuk dari nomor tak dikenal. Abhi mengabaikan panggilan itu. Sesaat kemudian ada pesan masuk.  Abhi membuka pesan itu dan sangat terkejut membaca isi pesan tersebut. Ia begitu terpukul dan kecewa luar biasa.
Maaf Pak Abhi, istri Anda terjaring dalam operasi sidak balap liar. Saat ini kami mengamankan istri Anda di kantor polisi.