Di meja makan, Aji tetap duduk tenang. Ia melanjutkan makannya perlahan, tanpa buru-buru. Ia tahu, membiarkan Sari sendiri saat ini adalah pilihan terbaik. Bukan untuk menghukum, tapi agar istrinya punya ruang untuk berpikir... dan akhirnya mengikhlaskan. Dalam hatinya, Aji hanya berharap, Sari mau membuka hati sebelum semuanya terlambat. Suara langkah kaki perlahan terdengar mendekat ke arah meja makan. Aji sontak menoleh, dan alisnya langsung terangkat kaget. “Selamat pagi, Pa,” sapa Devan sambil tersenyum tipis. “Apa kabar?” Aji segera berdiri dari kursinya, wajahnya berubah hangat penuh rindu. “Pagi juga, Van,” jawabnya sembari memeluk Devan erat. “Kabar Papa baik. Lama sekali kita nggak duduk bareng begini.” Devan mengangguk pelan, menepuk punggung ayahnya dengan penuh hormat. S

