Mulai Sadar Batal Nikah

730 Kata
Evelyn datang dengan wajah ceria, senyum lebar menghiasi bibirnya. Ia mendekati meja Dokter Devan dan langsung meminta maaf. "Maaf, Dokter Devan, aku telat sedikit. Tadi sempat ada yang bikin aku lama di rumah." Dokter Devan tersenyum ramah. "Tidak apa-apa, Evelyn. Yang penting kamu datang. Silakan duduk." Evelyn menarik kursinya dan duduk dengan antusias. Ia merapikan rambutnya sedikit lalu melanjutkan bicara. "Tadi aku diantar sopir, Ayah nggak ikut. Aku bilang ke Ayah, aku mau ngobrol sendiri sama Dokter," katanya dengan nada bangga. Dokter Devan hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Tanpa Evelyn sadari, Fandi sebenarnya ada di sana. Ia duduk di meja lain yang tidak terlalu jauh, cukup dekat untuk bisa mengawasi Evelyn, tetapi cukup jauh agar putrinya tidak merasa terganggu. "Baiklah, Evelyn. Jadi, apa yang ingin kamu ceritakan?" tanya Dokter Devan dengan nada lembut. Evelyn mengambil napas dalam, lalu berkata dengan penuh keyakinan, "Aku ingin menikah dengan Billy, Dokter. Dan aku ingin tahu bagaimana caranya supaya pernikahan kami langgeng!" Dokter Devan tetap tersenyum, menyesap tehnya sebentar, lalu menatap Evelyn dengan tenang. Ia tahu, percakapan ini akan menjadi panjang dan hati-hati. Ia tersenyum lembut, lalu berkata dengan nada menenangkan. "Evelyn, pernikahan yang langgeng tentu menjadi impian banyak orang. Tapi kamu tahu? Kadang, rencana kita sebagai manusia tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Ada sesuatu yang lebih besar, lebih indah, yang telah Allah rencanakan untuk kita." Evelyn menatap Dokter Devan dengan dahi sedikit berkerut. "Maksud Dokter?" tanyanya penasaran. Dokter Devan meletakkan cangkirnya, lalu berkata dengan nada lembut, "Allah adalah penulis skenario terbaik untuk hamba-Nya. Kadang kita ingin sesuatu dengan sangat kuat, berpikir itulah yang terbaik, tapi Allah tahu mana yang lebih baik untuk kita. Kita hanya perlu percaya dan bersabar." Evelyn terdiam sejenak. Ia menggigit bibirnya, mencoba memahami kata-kata Dokter Devan. Namun, keyakinannya pada pernikahannya dengan Billy masih begitu kuat. "Tapi, aku dan Billy memang ditakdirkan bersama, Dokter. Aku yakin itu. Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar," ujar Evelyn dengan penuh keyakinan. Dokter Devan tersenyum lagi, lalu berkata dengan lembut, "Kalau begitu, kita coba bicara lebih dalam, ya? Aku ingin tahu lebih banyak tentang kisahmu dengan Billy." Evelyn mengangguk penuh semangat. Ia merasa Dokter Devan benar-benar memahami dirinya. Namun, tanpa ia sadari, di meja lain, Fandi yang mendengar percakapan itu hanya bisa menghela napas pelan, berharap putrinya perlahan bisa menerima kenyataan. Dokter Devan menatap Evelyn dengan tenang. Dan meminta Evelyn menyesap tehnya lebih dulu, “nikmati teh nya dulu Evelyn. Biar lebih rileks.” Evelyn pun mengangguk dan ia menyesap tehnya. Setelah Evelyn meletakan kembali cangkir itu dokter Devan bertanya dengan nada lembut, "Evelyn, menurutmu, seberapa penting kejujuran dalam sebuah hubungan?" Evelyn menjawab tanpa ragu, "Tentu saja penting, Dokter! Aku gak suka orang yang bohong. Hubungan itu harus didasari kepercayaan." Dokter Devan tersenyum kecil, lalu bertanya lagi, "Kalau begitu, apa Billy pernah berbohong padamu?" Evelyn terdiam sesaat. Matanya berkedip beberapa kali, seolah mencari jawaban di dalam pikirannya. "Kapan terakhir kali Billy berbohong?" tanya Dokter Devan dengan nada hati-hati. Evelyn terdiam lebih lama kali ini. Pikirannya mulai mengingat kembali momen-momen terakhirnya dengan Billy. Matanya berkabut saat satu ingatan menyeruak dalam benaknya—pesan dari Billy yang mengatakan bahwa ia sedang berada di Bali dan sedang ada pekerjaan di sana. Tapi keesokan harinya, Evelyn justru melihatnya di rumahnya, dan saat itu Billy berkata... "Aku sudah tidak menyukai Evelyn." Tubuh Evelyn menegang. Dadanya terasa sesak. Mata yang tadi hanya berkabut kini mulai menggenang air mata. Lalu, seolah baru menyadari semuanya, ia berbisik, "Bang Billy berbohong..." Tangisnya pecah. Evelyn menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya terguncang. "Bang Billy berbohong..." ulangnya lirih, seolah tak percaya. Seketika, semua ingatan yang selama ini tertahan mulai kembali. Ia batal menikah. Dekorasi pernikahannya sudah dibongkar. Sanak saudara pergi. Billy mengkhianatinya. Dokter Devan tetap duduk tenang, membiarkan Evelyn meluapkan emosinya. Ini adalah langkah awal baginya untuk menerima kenyataan. Sementara di meja lain, Fandi yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan mengepalkan tangannya, hatinya perih melihat putri semata wayangnya akhirnya menyadari kebenaran yang menyakitkan. Dokter Devan tetap duduk dengan tenang, lalu dengan gerakan lembut, ia menyodorkan segelas teh hangat ke hadapan Evelyn. "Minumlah sedikit, Evelyn. Ini bisa membantumu merasa lebih tenang." Evelyn yang masih terguncang perlahan menerima gelas itu dengan tangan gemetar. Ia menyesapnya perlahan, merasakan hangatnya mengalir di tenggorokannya. Namun, air mata tetap mengalir di pipinya. Sesaat setelah meletakkan gelas itu kembali ke meja, Evelyn menundukkan kepalanya dan kembali menangis. Suaranya bergetar ketika berkata, "Kenapa Bang Billy tega sekali sama Eve, Dokter?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN