Bab 18

1357 Kata
Mobil yang dikendarai Samuel terlihat melaju pelan di jalanan kota Jakarta. Suasana di dalam mobil nampak begitu sunyi dibandingkan sebelumnya. Vanya terlihat fokus memperhatikan pemandangan jalan raya di luar jendela mobil, sedangkan Samuel memilih berkonsentrasi mengendarai mobil miliknya itu. Jika saat berangkat tadi hanya ada kesunyian di antara mereka, maka saat ini selain kesunyian ada suasana canggung dan ketegangan yang meliputi keduanya. Perlahan mobil Samuel berhenti di depan lampu lalu lintas yang berubah warna jadi hijau. Di tengah mobil yang berhenti, tetap saja tidak ada pembicaraan sama sekali diantara kedua insan yang berada dalam satu mobil itu. Jujur saja Vanya merasa sangat tidak nyaman dengan situasi antara dirinya dengan Samuel saat ini. Di tengah kegelisahannya, pandangannya tanpa sengaja tertuju pada penjual yang berada di pinggir jalan dekat mobil berhenti. “Kamu mau beli itu?” Pertanyaan Samuel akhirnya memecahkan keheningan yang menyerang mereka sejak tadi. Vanya tentu saja cukup terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba yang diajukan oleh pria yang duduk di sampingnya saat ini. Gelengan kepala dengan gerakan yang lumayan cepat diberikan oleh Vanya sebagai jawaban atas pertanyaan Samuel. “Di usia sekarang, ngapain masih beli jajanan kaya gituan,” ujarnya sambil tersenyum mengejek. “Aku bukan tipe orang yang terjebak di masa lalu dan masih melakukan kebiasaan-kebiasaan di masa lalu itu.” Perkataan Vanya membuat Samuel langsung terdiam dan dengan cepat memalingkan wajah dari wanita itu. Ia kembali fokus menatap ke depan mobil dan langsung menginjak gas ketika lampu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau. Begitu mobil sudah kembali berjalan pelan, Vanya diam-diam kembali melirik ke arah penjual kaki lima yang ia lihat tadi. “Kamu nggak bosen apa makan permen kapas mulu. Perasaan setiap kali kita ngedate kamu selalu minta dibeliin ini deh,” gerutu Samuel melirik Vanya yang tengah asyik menikmati permen kapas yang abru dibeli olehnya. Perkataan Samuel sama sekali tidak dihiraukan oleh gadis itu. Ia malah asyik menikmati permen kapas yang berada di tangannya dengan begitu nikmat. Membuat pria yang berjalan di sampingnya langsung mencubit gemas hidungnya. “Iiiiiihhhh Sam, sakit hidung aku,” gerutu Vanya sambil memasang wajah cemberut menatap Samuel. “Diajakin ngomong malah diem aja sih.” “Biarin lah. Orang aku lagi asyik makan permen kapas ini kok. Kamu tuh ganggu aja tahu nggak.” Vanya memilih kembali fokus menikmati permen kapas yang dipegangnya. Samuel tidak bisa menyembunyikan senyumannya di tengah rasa gemas melihat tingkat Vanya. “Kata anak kecil aja sih,” gerutu Samuel. Walau mengejek Vanya seperti itu, Samuel tetap merasa sangat bahagia melihat gadis yang berjalan di sampingnya ini. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Vanya, berjalan bersama menelusuri taman tempat mereka menghabiskan waktu senggang berdua setelah menyelesaikan rutinitas kuliah yang melelahkan. ***** Terlalu asyik melamun, Vanya tidak menyadari bahwa mobil yang dikendarai oleh Samuel sudah berhenti tepat di depan rumahnya. Melihat Vanya yang terdiam dengan pandangan mata yang nampak kosong tentu saja membuat Samuel kebingungan. Ia sudah berusaha memanggil gadis itu beberapa kali, namun sama sekali tidak ada jawaban dari Vanya. “Vanyaaaa.” Kali ini Samuel memanggil lebih keras sambil menepuk pelan bahu Vanya. Menyadarkan gadis itu dari lamunannya yang entah tentang apa. “Astagaaaa.” Vanya tentu saja terkejut dengan panggilan Samuel. Begitu sadar dari lamunannya, ia semakin dibuat bingung karena mendapati mobil sudah tidak melaju lagi. “Udah sampai?” Tanya Vanya kebingungan. Samuel memberikan anggukan sebagai jawaban. “Baru aja sampai.” Mendengar jawaban Samuel membuat Vanya langsung mengalihkan pandangannya untuk melihat keluar mobil. Saat itulah baru ia menyadari bahwa ternyata mobil Samuel sudah berhenti tepat di depan teras rumahnya. “Makasih udah nganterin aku pulang.” Sambil mengatakan hal itu Vanya segera mengarahkan tangannya untuk membuka sabuk pengaman yang ia kenakan saat ini. Namun, keningnya mengkerut bingung ketika usahanya untuk membuka sabuk pengaman tidak berhasil. “Ada apa?” tanya Samuel yang menyadari Vanya terlihat cukup lama membuka sabuk pengamannya. Tangan Vanya terus berusaha untuk membuka sabuk pengaman yang entah kenapa tiba-tiba macet dan tidak bisa dibuka itu. “Nggak tahu nih kenapa. Sabuk pengamannya nggak bisa kebuka,” ujar Vanya menjelaskan kesulitannya pada Samuel. “Mana, biar aku yang coba buka.” Samuel segera mencondongkan tubuhnya ke arah Vanya dengan tangan yang mengarah ke bagian yang macet pada sabuk pengaman yang dikenakan oleh Vanya. “Nggak usah, aku bisa co…..” Perkataan Vanya langsung terhenti sebelum benar-benar diselesaikan olehnya. Beberapa detik yang lalu tanpa sengaja Vanya yang tadinya sedang menunduk karena berusaha membuka sabuk pengaman tiba-tiba mengangkat wajahnya. Ia tidak mengetahui bahwa jarak wajah Samuel saat ini sudah berada cukup dekat dengan kepalanya, sehingga ketika ia mengangkat wajahnya, tanpa sengaja ujung hidung keduanya langsung saling bersentuhan. Suara debar jantung tiba-tiba bisa terdengar jelas dalam pendengaran Vanya. Ia bahkan bisa merasakan detakan yang semakin keras ketika hembusan nafas Samuel mulai menerpa wajahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari wajahnya. Menyadari posisi mereka yang cukup intim saat ini, Vanya dengan cepat langsung bergerak menjauhkan dirinya, bersamaan dengan itu sabuk pengaman yang ia kenakan berhasil dibuka oleh Samuel. “Ma..ma…maka..makasih,” ucap Vanya terbata-bata. “Kalau gitu aku masuk dulu,” lanjutnya. Tanpa menunggu jawaban Samuel, Vanya langsung membuka pintu mobil dan berlari cepat memasuki rumahnya. Wanita itu sama sekali tidak berbalik ke belakang untuk sekedar melihat Samuel. Melihat kepergian Vanya, Samuel hanya bisa tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. Ia kemudian merapikan posisi duduknya seperti semula dan kembali menyalakan mesin mobilnya. Benda besi berwarna putih itu perlahan mulai berjalan pelan meninggalkan pekarangan rumah Dimas Salvadora. Dari dalam rumah, Vanya ternyata belum benar-benar masuk. Gadis itu masih berdiri di balik jendela rumahnya dan memperhatikan mobil Samuel yang sudah berjalan keluar dari gerbang rumahnya itu. Posisi salah satu tangan Vanya nampak memegangi dadanya saat ini. “Lo harus kurang-kurangi keluar berdua sama dia Vanya,” gumamnya mengingatkan diri sendiri. Setelah mobil Samuel sudah benar-benar menghilang dari pandangannya, Vanya segera melanjutkan langkahnya memasuki rumah menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Begitu masuk ke dalam kamarnya, Vanya langsung melepaskan sepatu yang ia kenakan dan berjalan cepat menuju ranjang lalu melemparkan tubuhnya ke atas benda empuk yang sudah sangat ia rindukan itu. “Akhirnya aku punya waktu rebahan di hari minggu ini,” ujar putri Dimas Salvadora itu dengan penuh rasa bahagia. Ia menari bantal guling yang ada di sampingnya dan memeluknya erat sambil tersenyum nyaman. Mengingat sesuatu Vanya segera meraih tas miliknya dan mengeluarkan ponsel yang ada di dalam sana. “Kira-kira dia udah balas pesanku nggak ya?” gumam Vanya bertanya-tanya sambil membuka ponselnya. @Bintang : Mana mungkin aku berhenti baca buku yang kamu rekomendasikan. Selera kamu itu patokan untuk aku dalam memilih buku loh. Kalau kamu suka, pasti aku yakin aku pun akan menyukai buku tersebut. Tapi, dengan penuh penyesalan aku harus jujur ke kamu kalau untuk buku yang kemarin aku baru baca setengah karena pekerjaan aku cukup padat saat ini. Setelah berhasil menyelesaikan buku itu, aku janji bakal langsung membuka forum diskusi dengan kamu ya ^_^ Vanya tersenyum lebar membaca pesan balasan yang ia dapatkan itu. Tanpa ragu ia langsung mengetik balasan untuk pesan tersebut. @AnyaRia : Kasihan banget yang sibuk kerja L. Aku bakal tungguin forum diskusi kita nanti. Setelah mengirim pesan tersebut, Vanya nampak menghela nafas pelan. “Sayang banget dia belum selesai baca bukunya. Padahal aku mau chatan panjang sama dia buat ngalihin pikiran aku dari cowok rese itu,” gumamnya. Beberapa detik kemudian terdengar notifikasi balasan. Vanya segera kembali menatap layar ponselnya dan menemukan balasan dari teman onlinenya itu. @Bintang : BTW aku nemuin buku yang menarik loh beberapa bulan yang lalu. Karena kebetulan aku punya dua copyan bukunya. Gimana kalau aku kasih satunya ke kamu? Kayanya butuh review dari kamu sebelum aku baca buku itu. Vanya tidak bisa menahan tawanya membaca pesan tersebut. @AnyaRia: Nemuin buku yang menarik? Pasti buku itu udah pernah aku baca lebih dulu dari kamu. Nggak mungkin kamu bisa nemuin lebih dulu buku baru dibandingkan aku. @Bintang : Mau taruhan??? Kirim alamat kamu, nanti aku paketin dan kirim bukunya. Kalau ternyata kamu belum pernah baca buku itu, maka kamu harus kasih nomor pribadi kamu ke aku. Membaca pesan tersebut membuat Vanya terdiam nampak memikirkannya sebentar. Beberapa detik kemudian ia tersenyum dan segera mengetikkan balasan pada teman onlinenya itu. @AnyaRia: Oke. Siapa takut!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN