Bab 13

1545 Kata
Vanya berjalan cepat menuju pintu keluar gedung kantonya. Sepanjang perjalanan tidak berhenti ia melihat ke arah sekitar untuk memastikan tidak ada karyawan kantor yang melihatnya saat ini. Beruntung ia keluar dari kantor satu jam setelah jam pulang kantor, sehingga bisa dipastikan bahwa kondisi kantor sudah lumayan sepi saat ini. Sejujurnya Vanya sadar percuma saja ia bersembunyi seperti saat ini, karena faktanya semua orang di kantornya pasti sudah tahu berita tentang hubungannya dengan Samuel Jonathan. Hanya saja ia kembali mengingat peringatan yang diberikan oleh Mba Putri, agar bagaimanapun berita tentang hubungannya dengan Samuel tidak menyebabkan kehebohan di area kantor apalagi menganggu kinerja kerjanya. “Nggak bakal gue biarin gosip itu bikin kinerja gue sebagai seorang wartawan turun,” gumam Vanya penuh keyakinan sambil melangkah keluar dari area gedung kantornya. Ketika langkah kaki Vanya sudah akan keluar dari gerbang kantor, ia melihat beberapa orang yang mencurigakan tengah diam-diam menatap ke arahnya. Vanya tersenyum kecil menyadari bahwa ada beberapa wartawan yang saat ini sedang mencoba mengikuti dirinya. “Mereka emang nggak sadar apa kalau yang mereka ikutin ini seorang wartawan juga,” bisik Vanya seakan tengah mengejek orang-orang yang mengikutinya itu, walaupun mereka sama sekali tidak mendengar perkataannya saat ini. Vanya segera mengeluarkan sebuah masker dari dalam tasnya dan mengenakannya untuk menutupi wajahnya. Tentu saja ia hanya tengah berakting agar terlihat seperti sedang menyembunyikan identitasnya, walau sebenarnya hal itu hanyalah kamuflase. Begitu sampai di depan jalan raya dekat gedung kantornya, terlihat dari pandangan Vanya sebuah mobil Van berwarna hitam yang terparkir tidak jauh dari gerbang kantornya. Tentu saja gadis itu langsung tahu bahwa mobil tersebut pasti adalah mobil Samuel Jonathan. Dengan langkah pasti Vanya berjalan ke arah mobil itu, membiarkan wartawan yang tengah mengintainya terus mengikuti pergerakannya. Toh memang dasarnya saat ini ia sedang berakting seakan tengah diam-diam bertemu dengan Samuel, walau sebenarnya ini hanyalah rencananya agar mereka terciduk oleh kamera wartawan dan memperkuat spekulasi publik tentang hubungan mereka. Ketika sudah berdiri di samping mobil Van tersebut Vanya langsung mengetuk jendela mobil untuk memberitahukan kedatangannya. Saat itulah perlahan pintu mobil terbuka dan terlihat Samuel Jonathan yang duduk di kursi belakang mobil tengah menatap ke arahnya saat ini. “Ngapain kamu pake masker segala?” tanya Samuel nampak kebingungan. Tanpa menjawab pertanyaan pria itu, Vanya segera naik ke dalam mobil dan duduk di kursi yang ada di samping Samuel. Begitu sudah menutup pintu mobil, Vanya langsung melepaskan masker yang menutupi mulut dan sebagian wajahnya kemudian menghela nafas lega karena sudah bisa bernafas dengan bebas lagi. Samuel masih diam menatap lekat Vanya, seakan tengah menunggu gadis itu menjawab pertanyaannya tadi. “Banyak wartawan yang ngikutin gue, jadi gue terpaksa pura-pura pake masker dan seakan diem-diem menuju ke mobil lo. Biar kelihatan seakan kita masih menutupi hubungan kita ini,” jawab Vanya akhirnya. Samuel tersenyum tipis mendengar penjelasan gadis yang duduk di sampingnya. “Ternyata kamu cukup hebat ya dalam urusan bersandiwara seperti ini.” Vanya nampak memutar bola matanya dengan ekspresi kesal. “Kalau bukan karena permintaan bokap gue, males banget ngelakuin hal kaya gini,” ujarnya dengan nada ketus. Samuel sama sekali tidak terpengaruh dengan perkataan Vanya. Senyuman santai tetap terpatri di bibirnya, seakan sikap judes Vanya sudah menjadi hal biasa untuk dirinya saat ini. “Sam, ini kita anterin Vanya dulu ya, baru ke lokasi syuting?” Tanya Pria yang saat ini duduk di kursi kemudi. Pria itu adalah Putra Manager Sam yang hari ini memang menemani Samuel syuting seharian ini. “Nggak perlu, langsung ke lokasi aja,” jawab Sam. Vanya tentu saja langsung melotot karena terkejut dengan jawaban pria yang duduk di sampingnya ini. Ia baru saja pulang kerja dan sangat membutuhkan waktu untuk istirahat. Bagaimana bis apria di sampingnya ini dengan seenak jidat mau membawanya ke lokasi syuting yang entah dimana. “Lo gila ya,” ucap Vanya dengan nada kesal sambil memberikan tatapan tajam pada Samuel. “Gue baru aja pulang kerja loh. Seenak jidatnya aja lo mau bawa gue ke lokasi syuting.” “Papa kamu yang minta untuk ngajakin kamu ke lokasi syuting hari ini Vanya,” jelas Samuel dengan nada yang lebih tenang, “Kata Om Dimas, berita kita udah sedikit tersebar di kalangan publik. Jadi nggak ada salahnya kalau crew film melihat langsung kalau kita memang menjalin hubungan, untuk mencegah kecurigaan soal sandiwara dalam hubungan kita.” Vanya nampak mengacak rambutnya dengan tatapan kesal dan frustasi. “Emang harus hari ini banget apa? Gue capek baru balik kerja loh.” “Di lokasi syuting ada ruangan khusus untuk gue istirahat, lo bisa istirahat di sana nanti. Besok juga kebetulan hari minggu kan, jadi lo punya banyak waktu untuk istrahat juga.” Vanya mendengus kesal dan dengan kasar menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil lalu memalingkan wajahnya ke arah keluar jendela. “Terserah lo dan bokap gue deh. Percuma juga kan kalau gue bantah.” Melihat sudah tidak ada penolakan dari Vanya, Samuel segera melirik ke arah Putra untuk memberi kode agar bisa segera menjalankan mobilnya menuju lokasi syuting. Sepanjang perjalanan Vanya pun memilih memejamkan matanya dan tidur, berharap hal itu bisa sedikit mengisi energinya yang cukup terkuras karena bekerja seharian. ***** Vanya perlahan berusaha membuka matanya yang terasa berat. Ketika kelopak matanya mulai terbuka, ia sedikit mengernyitkan dahinya ketika cahaya mulai masuk ke dalam matanya. Setelah beberapa detik berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk, mata Vanaya akhirnya terbuka sempurna. Ia mulai merenggangkan badannya yang terasa kaku karena tidur beberapa jam sambil pandangan matanya memperhatikan area sekitar. “Ini dimana sih?” gumam Vanya yang kebingungan melihat sebuah ruangan kecil dengan berbagai pakaian yang tergantung di dekat pintu. Saat ini Vanya terbaring di sebuah sofa besar di tengah ruangan tersebut, lalu di sudut ruangan dekat jendela terdapat meja kecil berisi berbagai perlengkapan make up yang cukup lengkap. Di dekat sofa yang ia tempati terdapat meja kecil dengan berbagai macam cemilan serta makanan yang sudah disiapkan. Di tengah keadaan Vanya yang masih belum bisa mencerna dimana dirinya berada saat ini, pintu ruangan tempatnya berada tiba-tiba di buka dari luar. Saat itulah muncul Samuel dari balik pintu yang terlihat memberikan senyuman lembut padanya. “Kamu udah bangun ternyata,” ujar pria itu sambil berjalan mendekati Vanya dan langsung duduk di sofa yang di tempati Vanya saat ini. Vanya tentu saja mengerutkan alisnya menatap bingung pada Samuel. “Ini dimana?” Tanya Vanya dengan nada datar. Menyadari pintu ruangan yang tidak di tutupinya saat ini, Samuel segera mendekatkan dirinya ke arah Vanya hingga wajahnya berada tepat di samping telinga gadis itu. “Kita lagi di lokasi syuting saat ini. Di luar banyak crew yang merhatiin, jadi tolong bantuannya,” bisik Samuel. Vanya langsung melirik ke arah pintu ruangan tempat Samuel masuk tadi. Terlihat di luar banyak crew yang sedang sibuk dengan berbagai peralatan mereka. Namun, Vanya bisa melihat beberapa orang yang terus saja melirik ke arah ruangan tempat mereka berada saat ini, seakan ingin melihat langsung bagaimana interaksi mereka sebagai sepasang kekasih. “Kenapa pas masuk tadi lo nggak tutup aja pintunya?” bisik Vanya yang berusaha menahan kekesalannya saat ini. Samuel hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Vanya. Ia malah mengangkat salah satu tangannya dna membela lembut puncak kepala Vanya. “Kamu kayanya kelelahan banget, tadi tidur lumayan lama loh. Aku udah siapin makan, mau makan dulu nggak?” Vanya berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum. Dasar tukang akting, batin Vanya kesal. “Aku belum laper, Cuma masih ngantuk aja,” jawab Vanya dengan nada bicara yang berusaha terdengar manja. Lo pikir Cuma lo aja apa yang bisa akting, lanjut Vanya membantin. Samuel tentu saja sedikit terkejut mendengar nada bicara Vanya yang sudah lama tidak ia dengar itu. Tangannya yang berada di puncak kepala Vanya kemudian bergerak turun dan berhenti di pipi wanita itu, memberikan usapan lembut yang menenangkan. “Ya udah, lanjut tidur aja. Aku masih syuting beberapa scene lagi, jadi mungkin selesainya lumayan malam. Nggak pa pa kan?” Tanya Samuel memastikan. Nggak pa pa pala lo peang. Gue mau pulaaaaang, teriak Vanya di dalam hatinya sambil memberikan tatapan tajam pada Samuel. Untung saja wajahnya terhalang oleh tubuh Samuel saat ini, jadinya orang di luar ruangan tempat mereka berada tidak bisa melihat ekspresi wajahnya itu. “Nggak pa pa kok. Aku biar istirahat di sini aja sambil nungguin kamu.” Ucapan lembut dari bibir seorang Vanya Ria Salvadora yang tidak sesuai dengan isis hatinya saat ini. Mengabaikan ekspresi wajah Vanya yang berbanding terbalik dengan ucapannya, Samuel memberikan senyum lembut pada gadis di hadapannya ini. “Ya udah aku lanjut syuting dulu ya.” “Ok…..” Ucapan yang abru saja mau keluar dari mulut Vanya tiba-tiba terhenti seketika. Tubuh gadis itu nampak terdiam kaku dengan wajah bingung. Beberapa detik yang lalu Samuel dengan kurang ajar mengecup pipi Vanya lalu berjalan santai keluar ruangan, seakan tidak membiarkan Vanya untuk mencerna dulu apa yang terjadi saat ini. Begitu pintu ruangan sudah ditutup oleh Samuel, beberapa detik Vanya masih terdiam dengan tangan yang mulai memegangi area pipinya, dimana di bagian itu sempat mendarat bibir seorang Samuel Jonathan di sana. Ketika otak Vanya akhirnya mulai bekerja, dengan gerakan cepat Vanya melempar keras bantal yang berada di pangkuannya ke arah pintu. Wajahnya nampak kesal namun berusaha sekuat tenaga menahan teriakan keras yang ingin memaki Samuel saat ini. “Dasar cowok brengs3kkkkkk,” ujar Vanya dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh para crew film yang berada di luar ruangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN