Bab 7

794 Kata
“Kalau ternyata kalian berdua memang tidak ada hubungan apa pun, Papa mau kalian tetap bersandiwara di hadapan publik sebagai pasangan kekasih. Hanya sampai proyek film yang sedang mulai syuting ini menyelesaikan masa promosinya.” Vanya langsung berdiri dan menatap Papanya dengan ekspresi syok. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Papanya itu. “Papa mau gunain aku buat ngamanin proyek film Papa?” tanya Vanya dengan nada kesal. “Apa aku ini cuma alat buat Papa?” lanjutnya tajam. Dimas tentu saja sedikit terkejut melihat reaksi keras dari putrinya. “Duduk dulu, Vanya. Biar Papa jelasin ke kamu.” “NGGAK!” tolak Vanya penuh tekanan. “Aku nggak mau dengerin penjelasan apa pun soal jalan pikiran Papa sekarang. Yang pasti, aku nggak setuju sama ide Papa buat bersandiwara menjalin hubungan dengan seseorang. Apalagi orang itu dia.” Ia menunjuk Samuel yang masih duduk santai di sofa. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan kegelisahan ataupun terganggu dengan perdebatan antara Dimas Salvadora dan putrinya. “Papa sama sekali nggak pernah berpikir buat memperalat kamu, Vanya. Hanya saja, saat ini tidak ada pilihan lain selain solusi itu. Ini bukan cuma menyangkut reputasi film Papa yang akan rilis, tapi juga menyangkut banyak orang yang sedang mempertaruhkan nasib mereka, Nak.” Perkataan sang Ayah membuat Vanya sedikit tenang, walau kini kebingungan mulai menguasai pikirannya. “Banyak orang? Maksud Papa gimana sih?” “Nggak ada salahnya kalau kamu duduk dulu dan dengerin penjelasan Papa kamu, Vanya.” Ucapan Samuel membuat Vanya langsung menatapnya tajam. Walau kesal, akhirnya ia mendengus pelan dan dengan terpaksa duduk kembali di sofa untuk mendengar apa yang akan dikatakan Papanya. Melihat putrinya sudah mau mendengarkan, Dimas Salvadora menghela napas lega. Ia menatap dua insan muda di hadapannya bergantian, lalu mulai berbicara. “Papa tahu kamu mungkin merasa risih dan nggak mau melakukan sandiwara ini. Tapi ternyata, berita tentang hubungan kalian sangat berpengaruh terhadap pandangan publik tentang Samuel. Kalau kalian membantah hubungan itu, skandal lama Samuel bisa kembali mencuat, dan itu akan berdampak buruk terhadap reputasi film yang akan tayang.” Dimas menatap Vanya dalam-dalam. “Kalau film itu sampai gagal, bukan hanya Papa dan Samuel yang dirugikan, Sayang. Semua kru dan orang-orang yang sudah bekerja keras akan terkena imbasnya juga. Mereka semua cuma pekerja biasa yang mengandalkan proyek ini untuk menghidupi keluarganya. Apa kamu tega, semua usaha mereka sia-sia?” Vanya langsung terdiam. Ia tahu betul, sejak kecil sering menemani Papanya ke lokasi syuting dan mengenal banyak kru yang bekerja untuk sang Ayah. Ia cukup akrab dengan mereka dan tahu seperti apa kehidupan masing-masing. Gadis berusia 26 tahun itu mulai merasa bimbang. Kenapa harus dirinya yang terjerat gosip dengan Samuel Jonathan? Bukankah masih banyak aktris cantik yang bisa jadi pasangan pura-pura pria itu? “Kalau cuma mau buat setting-an buat naikin pamor dia, kenapa nggak pakai cewek sesama aktris aja, Pa? Kan lumayan bisa naikin nama mereka berdua.” Samuel terkekeh kecil mendengar usulan Vanya. “Kalau kamu klarifikasi kita nggak punya hubungan, terus besoknya muncul gosip aku sama wanita lain, publik bakal langsung nebak kalau itu cuma setting-an,” jelas Samuel santai. “Yang Samuel katakan benar, Vanya. Sekarang ini, kalau bukan kamu yang digosipkan, hubungan apa pun yang muncul setelahnya pasti dianggap rekayasa,” timpal Dimas. Pembicaraan itu membuat kepala Vanya terasa berat. Kenapa setelah lima tahun ia harus kembali berurusan dengan Samuel Jonathan? Bahkan sampai harus kembali menjadi kekasih pria itu, walaupun hanya dalam sandiwara. ***** [Kilas Balik] Vanya tampak asyik mencuci piring di wastafel sambil bersenandung kecil, ditemani alunan musik dari ponselnya. Wajah gadis itu berseri-seri, senyum tidak lepas dari wajahnya. Di tengah aktivitas itu, sebuah tangan tiba-tiba merangkul pinggang ramping Vanya dari belakang. Ia sempat terkejut, namun segera tersenyum ketika mengenali aroma parfum seseorang di belakangnya. “Kamu udah pulang? Gimana syutingnya, lancar?” tanya Vanya antusias. Ia bisa merasakan seseorang menyandarkan kepala di bahunya, menjawab dengan anggukan kecil. “Kamu udah dari tadi di apartemen aku?” bisik suara lelaki itu lembut di telinganya. Vanya membalikkan badan dan melingkarkan tangannya di leher pria yang memeluknya. Siapa pun yang melihat sorot matanya pasti tahu, itu adalah tatapan cinta yang tulus. “Aku datang setelah selesai kuliah tadi. Oh iya, aku juga masakin kamu makanan, loh,” ujarnya manja. Pria itu tersenyum lebar. “Beruntung banget seorang Samuel Jonathan punya pacar kayak kamu. Dia pasti cowok paling tampan, sampai pacarnya secinta ini.” Vanya tertawa mendengar kepercayaan diri Samuel yang memuji dirinya sendiri. Tawanya terhenti saat Samuel tiba-tiba mengecup bibirnya singkat. Keduanya saling menatap dalam diam, sebelum akhirnya entah siapa yang mulai duluan, bibir mereka kembali bertemu. Jantung Vanya berdegup kencang saat merasakan kelembutan bibir Samuel yang menyesapnya pelan. Awalnya lembut, namun perlahan gerakan mereka semakin dalam dan cepat, seolah meluapkan rindu yang tertahan seharian karena kesibukan masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN