Malam turun dengan tenang di rumah Berliana. Hembusan angin dari celah jendela hanya menggerakkan tirai sedikit demi sedikit. Di kamar tamu yang disiapkan khusus untuk Vanila, suasana begitu hening. Lampu tidur menyala redup, menebar cahaya lembut ke seluruh ruangan. Vanila baru saja menutup layar ponselnya setelah menerima pesan terakhir dari Adrian. Lelaki itu baru saja tiba di Jakarta, dan langsung dijemput untuk mengikuti rapat internal perusahaan. Wajah Vanila sempat mengulas senyum kecil—lega karena Adrian sampai dengan selamat, tapi juga tertekan karena harus berpisah dalam waktu yang tak singkat. Di atas tempat tidur yang empuk, ia mencoba memejamkan mata. Namun pikirannya terus berkelana. Badannya letih, tapi hatinya terlalu gaduh untuk ditenangkan. Ia bangkit. Berjalan pelan k