Vanila berdiri terpaku di balik pintu kamar. Jarak antara dirinya dan ruang tamu hanya beberapa langkah, tapi suara-suara itu terdengar begitu jelas, seolah dinding rumah ini sengaja diciptakan untuk memperdengarkan luka yang selama ini coba disembunyikan.
Suara pertama yang ia dengar adalah kemarahan yang membakar.
“Apa hak lo ngelaporin Viola ke polisi? Lo pikir karena sekarang lo jadi bos gede lo bisa semena-mena? Jangan lupa siapa lo, Adrian. Lo cuma anak haram. Anak dari perempuan simpanan.”
Tubuh Vanila seketika menegang. Tangan kirinya meremas sisi gaun dengan kuat, seolah itu satu-satunya hal yang bisa ia genggam untuk tetap berdiri tegak. Ia menahan napas, merasa matanya panas, meskipun bukan dirinya yang dihina malam itu.
Tapi hatinya sakit.
Adrian. Lelaki yang selama ini se
