Vanila menatap ke dalam cermin besar di kamar mereka sambil membenarkan daster tipis yang ia kenakan. Bahan satin selembut kabut itu nyaris tak menutupi apa pun, tapi ia merasa nyaman memakainya di hadapan Adrian. Malam ini ia memang ingin memberikan sesuatu yang berbeda—lebih dari sekadar pelukan atau ciuman biasa. Langkah kaki Adrian yang masuk perlahan membuat Vanila menoleh cepat. Pria itu telah melepaskan blazer dan kemejanya, tubuh tegap dan maskulinnya hanya diselimuti celana tidur longgar yang tidak banyak menutupi. “Aku pikir kamu sudah tidur,” gumam Adrian serak, matanya menyapu tubuh istrinya dari atas ke bawah tanpa menyembunyikan hasrat yang membara. “Aku nunggu kamu...” bisik Vanila, mendekat sambil menyentuh d**a bidang Adrian dengan lembut. “Mas... aku masakin sesuatu, t