Vanila masih terdiam. Sosok yang selama ini hanya hadir di layar ponsel kini berdiri nyata di hadapannya. Adrian berdiri di ambang pintu, dengan koper di tangan, dan senyum tipis yang tak bisa ia sembunyikan lagi. Beberapa detik berlalu tanpa suara. Hanya detak jantung Vanila yang seolah berdentum di telinganya. Adrian melangkah masuk, menutup pintu pelan di belakangnya, lalu meletakkan kopernya di sisi ruangan. Ia menatap Vanila tanpa berkata-kata, tetapi sorot matanya menyampaikan segalanya—rindu, lega, dan rasa sayang yang tak tertahankan. Vanila berdiri perlahan dari kursinya, matanya mulai berkaca-kaca. Bibirnya terbuka, seolah ingin bertanya, tapi tak ada satu pun kata yang keluar. Tenggorokannya tercekat. Adrian menghampiri. Langkahnya mantap namun pelan, seperti tak ingin membu