6| Menghilangnya Hansel dari dunia hiburan

1865 Kata
Hansel mengintip dari balik jendela ruang tamu. Dilihatnya Aruna yang berada di depan gerbang kost ini. Aruna tampak tengah tersenyum konyol ke arah cowok yang sedang berada di atas motor. Cowok itu terkekeh sambil mengulurkan helm ke arah Aruna. Tak lama kemudian Aruna naik ke boncengan cowok itu dan akhirnya mereka pergi meninggalkan kost. “Pacarnya?” gumam Hansel menatap kepergian Aruna dan cowok itu. “Meong….” Hansel menunduk menatap kucing oranye yang saat ini berada di bawah kaki Hansel. Kucing itu menatap Hansel yang membuat Hansel melirik kucing itu sebal. “Apa lo,” kata Hansel.  Mendadak kucing itu mengarahkan kaki depannya ke arah kaki Hansel, hendak mencakarnya. “Ya… ya… ya…, ampun,” kata Hansel cepat-cepat seraya berpindah agar tidak dicakar. “Jadi kucing perasa banget sih,” gumam Hansel geleng-geleng kepala.  Kucing itu kembali mengeong. Setelah itu, hewan tersebut berlalu begitu saja meninggalkan Hansel menuju sofa yang ada di ruang tamu dan menggeletakkan tubuhnya di sana. Kucing itu tampak seperti bos yang menguasai sofa itu. “Kucing dan Aruna sama buruknya,” omel Hansel seraya berjalan menuju ruang makan, berniat untuk menyantap sarapannya.  Ponsel yang berada di saku Hansel berbunyi. Segera ia mengangkat panggilan yang ternyata dari Abas. “Ya?” tanya Hansel seraya menjatuhkan pantatnya ke kursi meja makan.    “Gimana keadaan lo? Lo baik-baik saja kan?” tanya Abas kepada Hansel. “Kalau gue bilang nggak baik, apa lo akan memindahkan gue dari rumah ini?” balas Hansel. “Nggak, sih,” jawab Abas cuek.  Hansel menghela napas kasar. Basa-basi yang tidak berguna. “By the way, lo kehilangan kontrak iklan minuman soda dan sepatu.” Ini bukanlah kali pertama Hansel kehilangan kontrak kerjasama dengan brand tertentu. Sejak mencuatnya kasus pelecehan terhadap Pamela Collins beredar, Hansel mulai kehilangan kontrak kerjasama satu per satu. Yang tentu saja hal itu membuatnya rugi besar.  “Apa tidak ada kabar baik?” tanya Hansel. “Masih ada tawaran endorsement yang masuk buat lo. Meskipun beberapa di antaranya adalah pil pelangsing dan pembesar pay--” “Gue nggak mau Mengiklankan produk nggak jelas,” potong Hansel.  Abas terkekeh. “Iya, Hansel. Beres,” katanya. “Dan soal kasus lo sama Pamela, mungkin dalam waktu dekat lo harus memberi klarifikasi biar beritanya nggak ke mana-mana.” “Setuju,” balas Hansel. “Gue sudah muak diberitakan yang nggak-nggak.” “Tapi, kita belum benar-benar tahu kebenarannya kayak gimana, Hansel. Gue hanya takut kalau Pamela punya bukti yang mengatakan sebaliknya. Andai saja … andai lo nggak pergi sama dia dan mabuk, semua ini nggak akan terjadi.” “Percaya sama gue, gue pun mengutuk diri gue sendiri gara-gara pergi sama Pamela.” Ya, Hansel sungguh menyesal pergi ke kelab malam itu bersama dengan Pamela. Seharusnya Hansel menolak ajakan Pamela bagaimanapun caranya. Padahal Hansel sudah mempunyai perasaan yang tidak enak mengenai sosok Pamela. Terdengar helaan napas dalam dari ujung telepon. “Ya udah kalau gitu, lo jaga diri baik-baik di sana.” “Bas,” panggil Hansel sebelum managernya itu memutuskan sambungan telepon mereka. “Ya?” “Gue masih akan memerankan tokoh Darryl kan?” “Sejauh yang gue tahu, lo masih akan memerankan tokoh itu,” jawab Abas yang membuat Hansel menghela napas lega.  “Oke, thanks.” Kemudian Abas memutuskan sambungan telepon mereka. Mengetahui bahwa Hansel masih akan memerankan tokoh Darryl dalam film Sweet Destiny membuatnya sangat lega. Hansel takut peran itu akan digantikan oleh orang lain. Padahal Hansel sudah mengincar peran itu sejak lama.  ***  Apakah ada alasan khusus kenapa sampai sekarang HA masih bungkam? Dan di manakah HA berada sekarang?  Aruna mencebik. “Di kost gue noh,” cibirnya menatap kesal layar televisi.  Berita mengenai Hansel Archad dan Pamela Collins masih saja berseliweran di televisi. Aruna heran, apa artis lain tidak merasa sakit hati karena nama mereka pada tenggelam karena berita kontroversial yang Hansel sebabkan? Seharusnya artis-artis lain bekerja lebih giat lagi agar nama mereka juga masuk ke dalam berita gosip di televisi. Juga, biar Aruna tidak muak-muak amat melihat layar televisi. Karena, di kost dirinya sudah bertemu dengan Hansel, masak di luar pun dirinya harus mendengar berita tentang cowok itu lagi. “Kenapa muka lo bete gitu, sih?” tanya Ethan menghampiri Aruna yang sedang sibuk mengelap meja.  Saat ini pengunjung kafe sedang sepi. Jadi, mereka bisa agak lebih santai.  “Bosen gue dengerin berita soal Hansel dan Pamela,” jawab Aruna.  “Ah, berita soal pelecehan itu masih ramai, ya?” tanya Ethan. Aruna menganggukkan kepala.  “Lo percaya dengan apa yang dituduhkan Pamela?” “Iya,” jawab Aruna mantap. “Lihat aja noh, tampang Hansel m***m banget,” tambahnya menunjuk wajah Hansel Archad yang sedang tersenyum di layar televisi. Ethan terkekeh. “Tapi kan, masih belum ada bukti. Pihak Hansel juga belum ada yang klarifikasi apa-apa,” katanya.  “Jangan dibela,” kata Aruna. “Orang nyebelin kayak Hansel nggak patut mendapatkan dukungan.” “Gue hanya mengemukakan pikiran, Run. Lagian ya, Hansel kan sedang berada di puncak karirnya. Kebayang nggak sih, seberapa banyak orang yang iri dengan kesuksesan Hansel? Siapa tahu semua ini adalah berita settingan semata.” “Setuju!” sahut suara dari arah kanan Aruna. Dilihatnya Melodi, salah satu pelayan yang bekerja di kafe itu, berjalan menghampiri mereka berdua. “Gue malah curiga kalau Pamela sengaja nuduh Hansel ngelecehin dia karena Pamela pengen pansos. Pamela kan nggak ada prestasi apa-apa yang bisa bikin dia terkenal. Dia hanya menang cantik doang.” “Mana ada kayak gitu, Mel,” kata Aruna menimpali. “Orang waras mana yang mau nyebarin hal memalukan kayak gitu kecuali itu hal yang benar-benar terjadi? Kasihan tahu kalau dia emang benar-benar dilecehin Hansel tapi orang-orang kayak lo malah nggak percaya.” “Lagian Pamela nggak ada bukti,” kata Melodi. “Dia hanya modal posting story kalau dia dilecehkan oleh Hansel.” “Hansel juga nggak ada bukti sih, sebenarnya,” balas Ethan. “Kita nggak tahu apa yang benar-benar terjadi.” “Omongan Pamela adalah bukti kalau dia benar-benar dilecehkan,” ucap Aruna. “Lagian, kenapa kita jadi bahas Hansel dan Pamela,  sih? Kerja… kerja.” Aruna membubarkan diri. “Lah, dia yang mulai duluan,” timpal Melodi yang membuat Ethan terkekeh. Aruna tak habis pikir, bagaimana bisa teman-temannya malah membela Hansel? Padahal kan yang harus dibela adalah si korban, Pamela. Mau Pamela benar atau salah, Aruna tetap membela Pamela. Titik. Ponsel yang berada di saku celana Aruna bergetar. Segera ia mengangkat panggilan yang ternyata dari Aron. “Apa?” tanya Aruna sewot. “Lo di mana?” tanya Aron baik. “Kafe. Kenapa?” tanya Aruna lagi curiga. “Titipan Abang gue harus gue antar jam berapa?” Aruna mengernyitkan dahi bingung. “Titipan? Titipan apa?” “Makanan. Abang gue nyuruh nganterin makanan ke kost lo.” “Buat gue?” tanya Aruna semakin bingung. “Iya lah. Yang tinggal di kost itu kan lo doang,” jawab Aron. “Omong-omong, lo kenal sama Abang gue? Lo lagi deket sama dia?” Aruna menarik napas dalam. Sepertinya titipan makanan itu bukan untuk Aruna, melainkan untuk Hansel. Tapi, tampaknya Aron tidak tahu jika Hansel tinggal di kost itu dengan Aruna.  “Nggak deket,” kata Aruna. “Sama sekali nggak.” “Lah, terus kenapa Abang gue nitip makanan buat dikasihkan ke lo?” “Mungkin Abang lo pernah lihat gue dan terpesona dengan kecantikan gue,” jawab Aruna tersenyum lebar. Aruna mendengar suara gelak tawa dari ujung telepon. “Mana mungkin!” seru Aron. “Abang gue nggak buta, Run.” “Kurang ajar lo ya!” balas. “Awas nanti kalau ketemu gue tonjok beneran.” “Ya udah, nggak gue kasihin ke lo titipan Abang gue,” kata Aron terkekeh. “Ya udah, terserah. Gue juga nggak butuh.” Setelah itu Aruna langsung memutuskan sambungan telepon mereka. Lagian, Aruna pun tidak peduli Aron akan mengantarkan makanan itu atau tidak. Karena, toh itu bukan untuk Aruna. Melainkan untuk Hansel. Jadi, yang akhirnya kelaparan tetap saja Hansel. Aruna tidak rugi. Sama sekali tidak rugi. ***  Lagu milik BTS yang berjudul Butter mengalun di telinga Aruna. Sambil ikut menyanyikan lagu itu, ia berjalan menyusuri gang menuju arah kostnya. Tadi Ethan mengantarnya sampai jalan raya yang ada di depan gang. Cowok itu terlihat buru-buru yang membuat Aruna tidak berani memintanya untuk mengantarkannya sampai kost. Lagian jarak jan raya dan kost Aruna tidak begitu jauh. Aruna tidak keberatan.  Di depan kost Aruna, ia melihat seorang cowok yang sedang nangkring di atas motornya. Tatapan cowok itu mengarah pada kost Aruna. Cowok berjaket kembung itu tampak mencurigakan. Meskipun begitu, Aruna tidak takut ataupun terkejut melihat cowok itu. Karena Aruna tahu betul bahwa cowok itu tidak berbahaya sama sekali. Aruna menarik lepas headset dari telinganya dan memasukkannya ke dalam kantong jaketnya. Ia berjalan mengendap-endap ke arah cowok yang berada di depan kostnya.  “Dor!” kata Aruna mengagetkan cowok itu dengan memukul punggungnya. Cowok itu berteriak karena terkejut sambil menoleh ke belakang, ke arah Aruna. “Dasar rese!” omelnya menatap Aruna kesal. Aruna mendenguskan tawa pelan. “Dasar Aron dunguu,” ledeknya. “Ngapain lo ke sini?” Aron mengambil bungkusan dari dalam tasnya lalu menyerahkannya kepada Aruna. “Titipan Abang gue,” katanya. “Dia bilang, baik-baik di sini.” “Ya,” balas Aruna malas seraya mengambil bungkusan itu.  Sebelum Aruna membuka gerbang untuk masuk ke dalam halaman kost, tiba-tiba saja Aron menarik jaket yang dikenakan Aruna yang membuat gadis itu berhenti mendadak. “Apa lagi?” tanya Aruna menoleh ke arah Aron. “Apa benar lo sendirian di kost?” tanya Aron terdengar sedikit ketakutan. Aruna menatap arah kost lalu menganggukkan kepala. “Iya, kenapa emangnya?” tanyanya menoleh ke arah Aron. “Lo jangan takut ya,” kata Aron seperti sedang memberi peringatan. Aruna mengernyitkan dahi menunggu Aron berbicara. “Gue tadi lihat kayak ada orang yang ngintip dari balik tirai ruang tamu,” lanjut Aron. Aruna menganggukkan kepala. “Iya. Ada setan di rumah ini. Lo baru tahu?” tanyanya. Aron membelalakkan mata. “Gue nggak bercanda, Run,” katanya. “Apa wajah gue kayak orang lagi bercanda?” tanya Aruna balik memasang ekspresi serius. “Makanya lo jangan seenaknya masuk ke kost ini tanpa permisi. Apa lagi kalau sampai nitipin barang atau pacar,” omelnya. “Udah, sana balik. Gue mau istirahat. Gue capek.” Setelah mengucapkan itu Aruna langsung berjalan meninggalkan Aron untuk masuk ke halaman. “Run, gue serius!” seru Aron dari balik gerbang. “Hmm,” balas Aruna dengan gumaman tidak minat. Lalu, tanpa mempedulikan Aron lagi, Aruna langsung masuk ke dalam rumah yang ternyata pintunya tidak dikunci. Aruna berdecak. Bukankan Aruna sudah bilang ke Hansel untuk mengunci pintu? Aruna berjalan memasuki ruang tengah dan mendapati Hansel tengah duduk di sofa dengan Jeruk yang berada di sampingnya. Cowok itu menoleh sekilas ke arah Aruna. “Dari Abas,” kata Aruna menjatuhkan bungkusan makanan yang tadi diberikan oleh Aron ke sofa. “Itu tadi siapa?” tanya Hansel menoleh ke arah Aruna yang sudah berjalan menaiki tangga. “Si d***u Aron,” jawab Aruna tidak peduli. “Jangan lupa kasih makan Jeruk,” tambahnya.  Aruna sangat capek. Ia butuh istirahat. Selain itu, ia juga enggan untuk berlama-lama berada di satu ruangan dengan Hansel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN