bc

Beauty and the Boss

book_age16+
770
IKUTI
12.4K
BACA
office/work place
addiction
like
intro-logo
Uraian

"Apa kamu sedang merayuku?" tanya Biantara.

"Merayu tidak pernah ada dalam kamusku," ucap perempuan misterius seraya melempar senyum kecil ke arah Biantara.

***

Pertemuan Biantara dengan seorang perempuan cantik bertopeng di kelab malam membuat Biantara penasaran setengah mati. Terlebih, sentuhan perempuan cantik itu mampu membuat darah Biantara berdesir hebat. Perasaan hangat yang ditimbulkan oleh sentuhan perempuan cantik itu mampu membuat hati Biantara tenang ketika kehidupannya penuh dengan tekanan. Demi untuk bertemu dengan perempuan itu lagi, Biantara kerap datang ke kelab malam. Hanya saja ia tak selalu beruntung.

Lalu, di tempat kerjanya, Biantara yang adalah bos di perusahaannya itu, kerap kali bersinggungan dengan salah satu pegawainya yang memiliki nama cukup aneh, yaitu Kasih. Selain nama Kasih, Biantara pun merasa agak terganggu dengan sepak terjang pegawainya itu yang cukup populer di kalangan pria. Biantara merasa kewalahan sendiri dengan sosok Kasih.

Mampukah Biantara menemukan sosok perempuan misterius di kelab malam itu? Lalu, bagaimana reaksi Biantara ketika tahu bahwa perempuan itu adalah perempuan yang cukup dekat dengannya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Perempuan bergaun putih
Biantara atau yang biasa dipanggil Bian berjalan memasuki sebuah kelab malam. Sebuah topeng berwarna hitam bertengger di wajahnya, menutupi separuh wajahnya, kecuali bagian mulut. Pria itu langsung berjalan menuju meja bartender untuk memesan minuman beralkohol. Biantara mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Saat ini orang-orang tengah mengenakan topeng seperti dirinya. Setiap hari Sabtu, kelab malam ini mengusung pesta topeng. Sehingga semua pengunjung diwajibkan memakai topeng. Bahkan ada beberapa yang memakai kostum berlebihan. Tujuan Biantara datang ke kelab ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menenggak minuman beralkohol. Beberapa bulan ini rasanya begitu berat bagi Biantara. Terutama karena dirinya gagal menikah dengan kekasihnya, Gissella. Sebulan sebelum pesta pernikahan digelar, tiba-tiba saja mereka berdua bertengkar hebat. Keduanya sama-sama emosi yang membuat Gissella memutuskan pertunangan mereka. Dan akhirnya mereka gagal untuk menikah. Kini tiga bulan berselang, Biantara baru menyadari bahwa dirinya pun tak tahu apa yang dulu ia dan Gissella perdebatkan hingga membuat mereka bertengkar hebat. Dan sekarang, rasanya hati Biantara mata rasa. Dirinya pun merasa hampa. Biantara menatap arah lantai dansa. Saat ini di sana cukup banyak orang yang tengah menari dengan bebas sambil mengikuti musik yang mengalun keras. Meskipun banyak orang di lantai dansa itu, tatapan Biantara terfokus pada seorang perempuan bergaun putih yang berlenggak-lenggok di sana. Topeng berwarna putih yang melekat di wajahnya tidak mampu menyembunyikan kecantikan pada perempuan itu. Ada sesuatu pada perempuan itu yang membuatnya tampak begitu menonjol di antara puluhan orang yang ada di lantai dansa—bahkan, mungkin di kelab ini. “Cantik, kan?” Biantara menoleh ke arah sampingnya, di mana bartender tengah menyerahkan minuman pesanannya. “Itu siapa?” tanya Biantara kepada bartender itu. Bartender itu mengangkat kedua bahunya. “Nggak kenal,” katanya. “Tapi, orang-orang memanggilnya Beauty. Dan Anda tahu sendiri alasannya.” Bartender itu melempar pandangan ke arah perempuan bergaun putih yang masih berada di lantai dansa. Biantara kembali menatap ke arah perempuan itu. Ya, Biantara setuju dengan julukan itu. Perempuan itu memang sangat cantik. Sosoknya seperti bersinar di antara lautan manusia yang tampak gelap gulita. Di mata Biantara, hanya dia yang terlihat. Biantara tahu betul jika banyak perempuan cantik, seksi dengan tubuh indah di dalam kelab ini. Namun, jika dibandingkan dengan perempuan yang sedang menari itu, mereka semua seperti tidak ada apa-apanya. Pesona perempuan bergaun putih itu menguar ke sepenjuru kelab. Hampir semua mata kini tertuju pada perempuan itu, menikmati tariannya yang tampak indah. Tak sedikit pula pria yang ingin menari bersamanya. Namun, perempuan itu tersenyum sambil menggelengkan kepala, menolak siapa pun yang mendekatinya. Bahkan, beberapa kali dia mendorong tubuh pria yang mencoba menyentuhnya. Anehnya, tak ada yang perlawanan dari pria-pria itu atas penolakan perempuan bergaun putih tersebut. Seolah mereka semua menerima penolakan perempuan itu dengan suka rela. “Sejauh ini belum ada pria yang dapat menaklukkannya,” kata bartender itu kepada Biantara. “Dia menolak semua pria yang mendekatinya—bahkan wanita.” “Benarkah?” Bartender itu menganggukkan kepala sebagai jawaban. Biantara kembali menatap perempuan itu. Meskipun Biantara memang tertarik dan terpesona oleh perempuan itu, tapi, ia tidak sampai mempunyai niat untuk menaklukkan perempuan itu—bukan berarti juga Biantara mampu melakukannya. Tiba-tiba saja perempuan bergaun putih itu berjalan meninggalkan lantai dansa menuju meja bar di mana Biantara berada. Perempuan itu berbicara kepada bartender, memesan segelas minuman non alkohol. Biantara yang mendengar pesanan perempuan itu tampak sedikit bingung. Sebab, rasanya agak aneh pergi ke kelab malam tapi memesan minuman yang tidak mengandung alkohol. Perempuan itu menoleh ke arah Biantara yang berjarak sekitar dua meter darinya. Biantara yang kepergok memandangi perempuan itu tak kuasa membuang pandangan. Tatapan mata mereka bertemu. Untuk sesaat, Biantara seakan terpaku karena terhipnotis sorot mata indah perempuan itu. Hingga tiba-tiba saja perempuan itu berjalan mendekat ke arah Biantara. “Poor guy,” ucap perempuan itu terdengar begitu lembut dan penuh rasa kasihan. Dari jarak sedekat ini Biantara dapat melihat wajah yang tertutup topeng perempuan itu lebih jelas. Terdapat setitik t**i lalat di pipi perempuan itu. Bibir penuh berwarna merah tampak menggoda di mata Biantara. Perempuan itu mengenakan kontak lensa berwarna biru, sangat indah di wajahnya yang terlihat cantik. “Apa yang sudah kamu lakukan hingga hidupmu seberantakan ini?” tanya perempuan itu sambil menelengkan kepala menatap ke arah Biantara. Pertanyaan perempuan itu membuat Biantara mengernyit bingung. “Apa?” tanyanya. “Boleh aku menebak?” tanya perempuan itu lagi. “Menebak apa?” balas Biantara semakin tidak mengerti. “Kamu pasti sering bermimpi buruk, bukan? Lalu, ada beberapa hal di hidupmu yang entah bagaimana menjadi berantakan. Hidupmu terasa membingungkan dan juga menjengkelkan pada waktu bersamaan,” ucap perempuan itu tepat sasaran. “Benar kan?” tambahnya menatap Biantara dengan sorot mata kasihan. Benar. Ucapan perempuan itu benar. Biantara memang sering bermimpi buruk. Hubungan asmara antara dirinya dan Gissella juga berantakan. Hubungannya dengan keluarganya pun bisa dibilang tidak baik. Bahkan, bisnis yang dijalaninya pun sedang mengalami penurunan. Semua hal itu tentu saja membuat Biantara merasa frustrasi sendiri. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Biantara mengamati perempuan itu dengan ekspresi bingung serta bertanya-tanya. “Meskipun wajahmu tertutup topeng, tapi aku bisa melihat dengan sangat jelas jika hidupmu sedang tidak baik-baik saja,” jawab perempuan itu dengan enteng. “Apa kamu mengenalku?” Perempuan itu terkekeh pelan. Suara tawanya cukup merdu dan menenangkan. “Tidak.” “Lalu, bagaimana kamu tahu?” tanya Biantara lagi dengan serius. “Apa kamu percaya hantu?” “Hantu?” Perempuan itu mengangguk seraya menatap ke arah belakang Biantara. “Ada yang mengikutimu,” ucapnya mendekatkan wajahnya ke telinga Biantara. “Kamu sedang bercanda?” Perempuan itu menggelengkan kepala. “Ah, aku tahu,” kata Biantara. “Apa kamu sedang merayuku?” tambahnya. “Aku rasa ini cara merayu yang cukup buruk, berbicara mengenai hantu.” Perempuan itu tertawa. “Aku merayumu?” tanyanya terdengar geli. Seolah itu adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah didengarnya. “Bukankah memang itu yang sedang kamu lakukan?” balas Biantara santai. Perempuan bergaun putih itu menggelengkan kepala enteng. Senyum kecil terbit di bibirnya. Wajahnya terlihat begitu manis dan cantik. “Jika aku mau, aku bisa mendapatkanmu tanpa perlu merayumu,” ucapnya seraya mencondongkan tubuh ke arah Biantara. Berbisik pelan di telinganya. “Merayu tidak pernah ada dalam kamusku,” tambahnya kembali melempar senyum ke arah Biantara. “Benarkah?” Perempuan itu kembali menganggukkan kepala dengan ringan. Lalu, tiba-tiba saja perempuan itu menyentuh pipi Biantara. Sontak saja Biantara tertegun untuk sesaat. Sentuhan perempuan itu membawa getaran yang segitu halus dan hangat menjalari tubuh Biantara. “Selamat mimpi indah malam ini,” gumamnya pelan seraya menatap mata Biantara dengan sorot mata yang teduh dan menenangkan. Kemudian, perempuan itu menyambar gelas minumannya lalu meminum isinya. Setelahnya, dia kembali berjalan ke lantai dansa untuk kembali berdansa.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
297.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
153.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
216.1K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
175.1K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.8K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.7K
bc

TERNODA

read
193.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook