bc

Tawanan Mafia: Rahasia Cinta Tuan Lucas

book_age18+
421
IKUTI
7.1K
BACA
revenge
dark
HE
age gap
mafia
heir/heiress
drama
enimies to lovers
like
intro-logo
Uraian

Dicintai Kendrick, dibenci Lucas. Itu takdir Allysa setelah satu malam mengubah segalanya. Dari perawat yang menyelamatkan nyawa, ia menjadi tersangka pembunuhan dengan bukti yang tampak mustahil dibantah.

.

.

Lucas Alberto, pria dingin yang kehilangan satu-satunya adik, hanya melihatnya sebagai biang kehancuran. Tapi semakin lama ia menatap mata Allysa, semakin ia menemukan kebenaran yang berbeda.

.

.

Saat bukti baru mengarah pada sindikat Varela, Lucas dan Allysa dipaksa saling percaya demi bertahan. Namun luka yang mereka tinggalkan satu sama lain tak mudah terhapus. Apakah rasa cinta bisa lahir dari bara kebencian, atau justru membakar keduanya habis dalam perang yang lebih besar?

.

.

"Lebih baik aku mati, Tuan Lucas! Dari pada aku menikah dengan pria yang membenciku!"

.

"Pilihanmu hanya dua, Allysa. Menikah denganku atau kamu mati di luar sana di tangan musuhku!"

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Tuduhan Berdarah
Allysa terbangun dengan dengusan napas tertahan. Matanya mulai mengedar menatap setiap sudut yang tak ia kenali. Kegelapan menyambutnya, pekat dan dingin. Udara di sekelilingnya lembap, seperti ruangan bawah tanah yang lama tak tersentuh cahaya matahari. Bau amis darah bercampur lembab beton membuatnya mual. Tubuhnya terbaring di kursi besi dingin. Kedua tangan dan kakinya dibelenggu rantai berat yang mengekang setiap geraknya. Ia mencoba bicara, namun suaranya serak. Tenggorokannya kering. "…tolong .…" Lampu di atas kepalanya berkedip. Sekilas cahaya menyapu ruang interogasi yang suram itu. Di seberang ruangan, duduk seorang pria—rambut hitam acak, wajah keras, dan sorot mata yang dingin menembus daging. Lucas Alberto. Nama yang hanya ia dengar dari bisik-bisik para pasien luka tembak, dari polisi yang enggan mencatat laporan, dari dunia gelap yang tak pernah menyentuh hidupnya—hingga malam ini. Allysa baru menyadari jika dirinya telah diculik saat akan pulang ke apartemen setelah seharian bekerja di rumah sakit. “Siapa Anda!” Suara Allysa bergetar, tatapannya mulai berkaca-kaca. Pria itu mendengus, sembari meletakkan rokoknya di asbak logam, lalu mengambil sebuah tablet dari meja di sampingnya. Ia membukanya perlahan, memperlihatkan potongan-potongan gambar dari CCTV rumah sakit. “Lihat ini!” Suaranya terdengar serak. Di salah satu frame, terlihat sosok berpakaian seragam perawat, persis seperti milik Allysa, menyuntikkan sesuatu ke leher Kendrick—adik Lucas—yang tengah tertidur di ruang istirahat pasca operasi. Allysa menatap layar itu dengan ngeri. Napasnya tercekat. “Tidak … tidak … Itu bukan aku! Aku … aku tidak pernah masuk ke ruangan itu!” ujarnya terbata. “Kendrick … dia segalanya buatku. Aku bahkan tak tahu dia tewas!” Lucas menunduk sedikit. “Masih mau menyangkal?” Tangan Lucas langsung mencengkeram dagu gadis itu. Tatapan mereka berdua pun bertemu. Ia menatap Allysa begitu tajam, sementara gadis itu masih terlihat bingung. “Ini rekaman CCTV dari rumah sakit tempat kau bekerja. Waktu kejadian sama saat kau seharusnya sedang istirahat. Kau pikir aku bodoh?” Tubuh Allysa gemetar hebat. Air matanya mulai jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang sudah kotor. Dengan suara yang pecah, ia mengangkat wajahnya, memohon. “Aku bersumpah … demi Tuhan, aku tidak tahu apa-apa! Tolong dengarkan aku! Aku bahkan tidak tahu Kendrick meninggal sampai … sampai aku terbangun di tempat ini!” Lucas tak bereaksi, namun mata elangnya semakin membara. Cengkeraman di dagu gadis itu semakin erat bahkan amat menyakitkan. Allysa merintih kesakitan seraya menggeleng dengan panik, matanya menatap pria itu dengan ketakutan dan keputusasaan. “Tapi, kau telah membunuh adikku!” sentak Lucas penuh emosi. “Tuan … aku tahu aku bukan siapa-siapa bagimu. Tapi Kendrick … dia pernah bilang, dia ingin mengenalkan aku ke keluarganya. Kami saling mencintai. Aku bukan orang jahat. Aku perawat—aku menyelamatkan nyawa orang, bukan mengambilnya!” Ia terisak keras, dadanya naik-turun. “Tuan lihat itu di rekaman CCTV? Tuan yakin itu aku? Wajahnya … buram, kan? Semua orang pakai seragam yang sama! Bahkan kuncir rambutnya … itu bukan aku! Aku selalu mengepang rambutku saat bertugas. Lihatlah dengan cermat!” “Kau pikir, aku percaya dengan omonganmu itu!” Lucas menyipitkan mata, menoleh sekilas ke arah layar. Memang wajahnya buram. Tapi dalam pikirannya, semua bukti tetap mengarah pada satu orang: perempuan yang kini berada di hadapannya. “Tapi name tag itu …,” ujarnya pelan, dingin. “Name tag-mu yang berlumuran darah ada di lokasi pembunuhan.” “Aku tak tahu bagaimana bisa name tag itu sampai ke sana! Bisa jadi dijatuhkan orang! Atau dicuri dari lokerku! Kami sering ganti seragam di ruang istirahat!” Suara Allysa naik penuh frustrasi. “Kau harus percaya padaku, Tuan!” Lucas mendongakkan kepalanya sejenak, lalu kembali menunduk perlahan. Tangannya yang semula mencengkeram dagu, kini perlahan-lahan turun ke leher jenjang milik gadis itu. Mata Allysa mulai tampak ketakutan. “Orang yang tak bersalah tak akan pingsan saat melihat rekaman kematian kekasihnya.” Ingin rasanya Allysa menepis tangan Lucas yang mulai menguasai lehernya. Tapi, apa daya kedua tangannya telah terikat. “Apa Tuan pikir aku pingsan karena rasa bersalah!?” seru Allysa. “Aku pingsan karena hancur! Karena orang yang paling aku cintai … mati. Dan satu-satunya orang yang bisa membersihkan namaku malah menyiksa aku seperti binatang!” Ia memalingkan tatapannya dari Lucas, menangis. Bahunya terguncang oleh isakan yang tak mampu ia tahan lagi. “Jangan pura-pura menangis! Kau pikir ... aku akan merasa kasihan denganmu!” Suara Lucas meninggi. Salah satu tangannya menyentuh rambut Allysa dan menjambaknya , hingga gadis itu kembali menatap pria bermata elang itu. “Akkh!” pekik Allysa kesakitan. “Aku tidak bersalah!” Pria itu berdecih, tarikan tangannya pada rambut Allysa semakin menyakiti gadis itu. Allysa berusaha menahan rasa sakit itu. “Tuan … jika aku punya informasi, aku akan memberikannya padamu sekarang juga. Tapi aku tidak tahu siapa yang melakukan ini. Aku benar-benar tidak tahu … kumohon … lepaskan aku!” Lucas berdiri perlahan. Wajahnya tetap datar. Namun dalam hatinya, pernyataan Allysa mulai mengusik keyakinan yang selama ini ia genggam. “Aku tidak percaya pada air mata,” ujarnya singkat, lalu memberi isyarat pada anak buahnya. Tanpa berkata apa-apa, mereka menarik Allysa dari kursi, menjambak rambutnya, dan memaksanya bersujud di lantai. “Akh!!” jerit Allysa kesakitan. “Beritahu kami siapa dalangnya, atau …” Salah satu dari mereka mengangkat cambuk logam. Mata gadis itu terbelalak, kepalanya uang tak berdaya menggeleng pelan. “Tidak!! Kumohon!! Aku bersumpah atas nama Tuhan, aku tak tahu apa-apa!!” teriak Allysa. Tapi suara jeritannya segera ditelan oleh suara cambuk yang menghantam kulitnya. PLAK! Luka-luka mulai menghiasi punggung dan lengannya. Darah menetes. Air matanya bercampur keringat dan debu. Sakit itu menyebar hingga ke tulang, namun yang lebih menyiksa adalah tuduhan itu—tuduhan membunuh pria yang ia cintai. Waktu kehilangan maknanya. Dunia berputar dalam kabut rasa sakit. Hingga akhirnya gelap menelannya. *** Satu hari kemudian. Langkah sepatu kulit kembali terdengar di ruangan bawah tanah itu. Lucas memasuki ruang interogasi dengan tangan di saku. Wajahnya tak berubah—dingin, tanpa ampun. Di lantai, Allysa tergeletak. Tubuhnya lemas, luka-luka menutupi kulit pucatnya. Nafasnya tersengal, rambutnya kusut menutupi sebagian wajah. Lucas berjongkok di hadapannya, mengangkat dagu Allysa dengan ujung pistol. “Sekali lagi,” ucapnya pelan. “Siapa yang menyuruhmu membunuh adikku?” Allysa membuka matanya perlahan. Sisa air mata masih menempel di pipinya. Namun kali ini, matanya tak berisi ketakutan. Justru keteguhan yang terpancar—keteguhan seorang perempuan yang tahu bahwa ia benar. “Aku tidak tahu, aku tidak bersalah, Tuan,” bisiknya lirih, “Aku mencintai Kendrick … dan aku tidak akan pernah ada niatan untuk membunuhnya. Aku mohon berikan aku waktu untuk membuktikannya.” Lucas terdiam. Pistolnya masih menempel di dagu Allysa. Namun ia tak menarik pelatuknya. Ada sesuatu dalam tatapan perempuan itu yang mengganggunya. Sesuatu yang … terlalu nyata untuk dianggap sandiwara. “Kau punya satu malam untuk membuktikan kalau kau bukan pembunuh. Besok, aku sendiri yang akan menguburkanmu!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.0K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

TERNODA

read
198.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
38.1K
bc

My Secret Little Wife

read
131.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook