Chapter 101 – Satu Detak Baru Hujan turun lembut di Jakarta pagi itu. Bukan badai, bukan gerimis. Tapi hujan yang seperti menyentuh bumi dengan hati-hati—pelan, tapi membawa sejuk. Di balkon penthouse, Zayn berdiri dengan secangkir teh hangat, mengenakan kaus putih polos dan celana linen abu. Pandangannya tidak jauh. Hanya ke arah pintu geser kaca yang memisahkan dirinya dari ruang tidur, tempat Nadine tertidur di dalam selimut tebal, tangannya memeluk hasil USG hitam putih seperti memeluk dunia. Ia belum sepenuhnya percaya. Atau mungkin… terlalu percaya, hingga tak berani menggerakkan waktu. Zayn meletakkan teh di meja kecil, lalu masuk kembali ke kamar. Ia mendekat pelan dan duduk di sisi ranjang. Nadine membuka mata perlahan, menyipit karena cahaya yang masuk dari jendela. “Hai,” b