Bima Cakra Group – Pagi Itu
Nadine duduk di kursinya, mencoba fokus pada pekerjaan di MacBook.
Tapi otaknya tidak bekerja sama. Pikirannya masih dipenuhi oleh berita yang sejak kemarin terus menghantui layar ponselnya.
📌 “CEO Bima Cakra Group Kembali ke Pelukan Mantan”
📌 “Zayn Rayden dan Ariana Lysandra Terlihat Bersama Lagi, Apakah Ini Tanda Mereka Balikan?”
📌 “Kisah Cinta Zayn Rayden dan Ariana: Cinta Lama Bersemi Kembali?”
Setiap judul yang ia baca membuatnya ingin melempar ponselnya ke dinding.
Bukan karena dia peduli.
Bukan.
Dia hanya… penasaran.
Iya, penasaran.
Atau mungkin sedikit… terganggu.
Oke, mungkin cukup terpengaruh.
Tapi bukan cemburu. Sama sekali tidak. Nadine selalu menyangkal perasaannya.
“Bu Nadine?” Arya, kepala PR-nya, mengetuk pintu sebelum masuk dengan ekspresi geli. “Anda baik-baik saja?”
Nadine tersentak, buru-buru menutup berita di layar ponselnya. “Tentu saja. Kenapa?”
Arya mengangkat alis. “Hmm, enggak apa-apa sih. Tapi… ponsel Ibu hampir penyok karena diremas begitu keras.”
Nadine langsung meletakkan ponselnya di meja dengan cepat.
Arya menahan tawa. “Sepertinya berita pagi ini cukup menarik, ya?”
“Arya,” Nadine memperingatkan.
Arya terkekeh sebelum menyerahkan dokumen yang ia bawa. “Ini laporan PR terbaru. Oh, dan saya baru dapat info… pak Zayn baru saja sampai di kantor.”
Jantung Nadine berdegup sedikit lebih cepat.
Bukan karena dia menunggu pria itu.
Tentu saja bukan.
Arya tiba-tiba tersenyum penuh arti. “Dan sepertinya dia dalam suasana hati yang sangat baik hari ini.”
Nadine mengernyit. “Maksudmu?”
Arya menyeringai. “Yah, setelah tempo hari hot date sama Ariana Lysandra, wajar ‘kan kalau suasana hatinya membaik?”
Nadine membeku sesaat sebelum memaksakan senyum. “Terserah.”
Arya terkekeh lagi sebelum pergi, sementara Nadine berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak peduli.
Tapi detik berikutnya, pintu ruangannya kembali terbuka.
Dan tentu saja.
Zayn Rayden Natamanggala berdiri di sana.
Dengan setelan abu-abu tua yang sempurna, dasi longgar, dan ekspresi arogan yang membuat Nadine ingin menendangnya keluar.
“Kamu enggak mengetuk,” kata Nadine ketus.
Zayn menyandarkan bahu ke ambang pintu, menyeringai. “Aku pikir aku enggak perlu izin untuk masuk ke ruangan orang yang ‘berusaha menghindariku’.”
Nadine mendengus. “Siapa bilang aku menghindarimu?”
“Oh, enggak ya,” Zayn melangkah masuk, lalu menutup pintu di belakangnya. “Tapi kamu kelihatan lebih tegang dari biasanya. Ada yang mengganggumu?”
Nadine menatapnya tajam. “Kamu butuh sesuatu?” Nadine balik bertanya.
Zayn berjalan mendekat, lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi di depan meja Nadine, kakinya terangkat sedikit santai.
“Aku hanya ingin memastikan CMO-ku tidak terganggu oleh… berita yang beredar.”
Nadine mengatupkan rahangnya.
Dia bisa mencium jebakan ini dari jauh.
“Kenapa aku harus terganggu?” jawabnya dengan nada datar. “Hidup pribadi CEO bukan urusanku.”
Zayn terkekeh. “Tentu saja.”
Nadine menarik napas dalam, mencoba fokus ke MacBooknya.
Tidak boleh terpengaruh.
Tidak boleh terprovokasi.
Tapi sialnya, Zayn masih di sana.
Menatapnya dengan senyum menyebalkan itu.
“Aku pikir kamu akan mengucapkan selamat,” kata Zayn akhirnya.
Nadine mengerutkan kening. “Selamat untuk apa?”
Zayn memiringkan kepalanya sedikit. “Karena aku akhirnya kembali dengan seseorang dari masa lalu.”
Nadine mencengkeram bolpennya lebih erat.
“Tentu,” katanya dengan nada palsu. “Aku harap kamu dan Ariana… bahagia, segeralah menikah agar aku tidak perlu mengurus skandal-skandalmu dengan para model.”
Zayn menyipitkan mata, lalu tersenyum tipis. “Kamu sangat profesional, ya?”
“Aku selalu profesional,” balas Nadine tajam.
Zayn menatapnya lama, lalu akhirnya bangkit dari kursinya.
“Bagus,” katanya sambil menepuk meja Nadine pelan. “Kalau begitu, aku harap kamu tidak keberatan kalau aku mulai lebih sering membawa Ariana ke sini.”
Nadine langsung menegang.
Pria ini memang iblis.
Zayn menikmati ekspresi wajah Nadine, lalu menepuk mejanya sekali lagi sebelum berbalik.
“Tunggu,” panggil Nadine tanpa sadar.
Zayn berhenti. “Hmm?”
Nadine harus memikirkan sesuatu cepat.
“Aku… aku butuh laporan meeting investor kemarin,” katanya buru-buru.
Zayn menatapnya dengan pendar penuh kemenangan, tetapi ia hanya mengangguk. “Aku akan mengirimkannya ke emailmu.”
Lalu, ia pergi.
Dan Nadine menampar dahinya sendiri setelahnya.
Kenapa dia harus memanggilnya tadi?
Dia harus bisa lebih tenang menghadapi Zayn.
Zayn memang sengaja ingin membuatnya bereaksi.
Dan ia tidak boleh jatuh dalam perangkap pria itu.
Tidak boleh.
Penthouse Zayn – Malam Itu
Zayn baru saja melempar dasinya ke sofa ketika ponselnya berbunyi.
Ariana.
Zayn mendecakkan lidah.
Sejak tadi pagi, wanita itu terus menghubunginya.
Dan kali ini, Zayn memilih untuk menjawab.
“Aku sedang sibuk, Ariana,” katanya tanpa basa-basi.
“Tapi aku ingin bertemu,” suara Ariana terdengar manja. “Aku rindu kamu.”
Zayn mengusap wajahnya. “Aku ada rapat pagi-pagi besok.”
“Tapi—”
“Aku akan menghubungimu nanti,” kata Zayn lantas menutup telepon sebelum Ariana sempat protes.
Lalu, ia menyandarkan kepalanya ke sofa, menatap langit-langit.
Hari ini menyenangkan.
Nadine jelas menunjukkan tanda-tanda ketidaksukaannya.
Dia mungkin tidak mau mengakuinya, tapi Zayn tahu.
Dan itu membuat permainan ini semakin menarik.
Bima Cakra Group – Keesokan Harinya
Pagi itu, Nadine berjalan masuk ke kantornya dengan niat bulat untuk tidak peduli dengan Zayn.
Tapi begitu ia melihat pintu lift terbuka dan Zayn keluar dengan Ariana di sampingnya, rencana itu langsung hancur.
Ariana menggandeng lengan Zayn, tampak anggun dengan blazer putih dan rambut tergerai sempurna.
Sementara Zayn menatap Nadine langsung, seolah tahu bahwa Nadine sedang memperhatikan.
Dan yang lebih parah?
Dia tersenyum.
Senyum itu.
Senyum penuh kemenangan.
Seolah berkata, “Lihat, aku melakukan ini hanya untuk mengganggumu.”
Nadine langsung berbalik ke arah Arya yang berdiri di sebelahnya.
“Arya,” katanya cepat. “Siapkan semua laporan yang kita butuhkan untuk rapat. Aku ingin fokus ke pekerjaan.”
Arya mengerutkan kening. “Bu Nadine, Ibu tahu ‘kan kalau dokumennya sudah selesai sejak kemarin?”
“Siapkan ulang.”
Arya menyipitkan mata. “Ibu baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja,” kata Nadine dengan tegas.
Tapi jauh di dalam hatinya…
Dia tidak benar-benar baik-baik saja.
***
Leonard : Nadine, apakah kamu mendapat undangan pernikahan dari Mr. Liam?
Nadine : Ya Leon, kamu juga diundang?
Nadine tidak heran kenapa Leonard tahu karena kemarin mereka sempat membahas Mr. Liam yang merupakan klien dari Cakra Bima Group.
Leonard : Iya, tapi aku enggak punya pasangan. Apa kamu mau jadi pasanganku malam minggu nanti?
Nadine tersenyum, dia tahu Zayn akan datang dan pasti bersama Ariana.
Jika Zayn bisa membuat dia cemburu makan Nadine pun akan melakukan hal yang sama.
Ups! Benak Nadine keceplosan.
Apa?
Dia cemburu Cemburu?
Nadine menggelengkan kepalanya. “Enggak mungkin!” serunya tegas pada diri sendiri.
Nadine : Baiklah, jemput aku … nanti aku sharelock alamat rumah.
Leonard : Oke, sampai ketemu Sabtu malam.
Nadine merapihkan berkas, dia bangkit sambil membawa berkas itu ke ruang rapat.
Kursi kosong di ruang rapat hanya ada satu lagi dan sialnya itu ada tepat di samping kiri Zayn yang duduk di ujung meja.
Langkah Nadine terpaksa menuju ke sana dengan tatapan intens dari Zayn dan smirk di bibir tipisnya.
Nadine pasrah kalau pria itu membuat gebrakan lagi seperti yang sudah-sudah, dia telah menyiapkan mentalnya.
Setiap hari rasanya seperti akan bertempur di medan perang bagi Nadine.
Setelah Nadine duduk, Zayn memanggil sang sekretaris membuat Rina mendekat.
“Belikan gaun untuk Ariana, satu set dengan stiletto, clutch juga perhiasannya… kami akan pergi ke pesta Mr. Liam Sabtu malam besok.” Zayn memberi perintah kepada sekretarisnya dan terdengar jelas oleh Nadine yang pura-pura sedang menekuni ipad.
“Baik, Pak.” Rina undur diri usai berkata demikian untuk melakukan perintah Zayn.
Zayn mengulum senyum, dia tahu Nadine mendengar perintahnya kepada Rina barusan dan jika dilihat dari telinga Nadine yang memerah, gadis itu pasti sedang menahan kesal dan mungkin juga … cemburu.
Tapi Zayn salah menduga, Nadine justru merasa sebaliknya. Dia akan melakukan pembalasan di pesta Mr. Liam besok.