Chapter 88 Nadine duduk di ruangannya dengan pandangan kosong mengarah ke layar laptop yang sudah lima belas menit tidak disentuh. Pikirannya terus berputar, mengulang momen-momen pahit malam kemarin. Rasa marah, sakit hati, dan kehancuran yang seolah mengoyak habis kepercayaannya pada Zayn. Pintu ruangannya diketuk pelan, kemudian Rina masuk dengan wajah serius dan langkah hati-hati. Tangannya menggenggam flashdisk kecil berwarna hitam. “Bu Nadine…” panggil Rina pelan. “Saya punya sesuatu yang harus Ibu dengar.” Nadine mengangkat wajah. “Apa?” Rina menutup pintu perlahan, lalu mendekat dan menyerahkan flashdisk itu. “Ini… rekaman dari speaker pintar di kamar hotel pak Zayn. Saya dapat dari tim legal Bima Cakra yang baru dikirim Pak Zayn pagi tadi. Isinya… percakapan malam itu.” Nadi