“Kehidupan Lova di London masih dalam penyelidikan tim kita, Pak, dan ternyata orang-orang Pak Galen juga sudah melakukan penyelidikan lebih dulu.” Rayyan langsung menoleh dan menatap Devin dengan tajam, namun pada akhirnya mengangguk dan menghela napasnya kasar. “Bagus jika begitu, setidaknya matanya sudah terbuka untuk mau melihat fakta dari sisi lain dan tidak sibuk dengan kebencian juga rasa sakit yang mendarah daging.” Devin mengangguk dengan senyum sopan walau diam-diam mengerang lelah di dalam hati. Semenjak Rayya pergi hari itu, Rayyan bekerja lebih gila dari robot seolah tidak membiarkan ada jeda istirahat untuk mereka. Devin yang paling dirugikan fisik dan batinnya, setiap malam rasanya dia ingin pingsan, bahkan kemarin dia berdoa supaya bisa di-opname di rumah sakit sa