“Rayya … Rayya!” Rayyan tetap berteriak meski pun panggilan itu telah berakhir dan nomor Rayya kembali tidak bisa dihubungi. Rahangnya mengeras dan dia mengusap wajahnya kasar. Rasanya Rayyan tidak pernah sekacau ini dalam hidupnya karena seseorang, dan lebih konyolnya lagi ini karena seorang wanita, yang baru dikenalnya belum lama. Saat dia mencoba menghapus Rayya dalam hidupnya dengan memecat wanita itu, bukannya ketenangan yang dia dapatkan seperti prediksinya, sang hati justru terus membelot dan melakukan konfrontasi atas keputusannya melepas Rayya. Hari-harinya justru terasa semakin tidak tenang, lebih gelisah dan gusar dibanding saat Rayya ada bersamanya, dan tidak ada yang mengetahui apa yang dia rasakan di saat Rayyan pun masih coba terus menyangkal. Dan kejadian bertubi-