Pelukan itu membuat Rayya terkesiap, dia melihat tangan kekar yang kini sudah melingkari perutnya, pun bahunya yang terasa berat karena kepala pria itu menyandar di sana. “Malam ini masak apa, sayang?” Tanya Rayyan berbisik sambil menghidu aroma Rayya. Pulang ke tempat di mana wanita kecintaannya berada menjadi hal yang ditunggu-tunggu Rayyan setiap hari setelah lelah bekerja seharian. Hanya dengan melihat wanita itu saja segala lelahnya sirna, dan begitu mendekap Rayya, dia merasa energinya kembali prima. “Abang, lepas, ini kompornya masih nyala.” Rayya menahan napas tanpa sadar. Tangan Rayyan justru terulur untuk mematikan kompor itu, menarik lembut Rayya menuju meja makan. “Kamu semakin diam akhir-akhir ini, Ra? Kenapa, sayang? Segugup itu mau bertemu orang tua Abang?” Tanya