Arsa terdiam untuk beberapa saat setelah hanya ada dirinya dan Rayya saja di ruang rawat itu. Matanya kembali berkaca-kaca, dia menunduk untuk berbisik di telinga Rayya, tangannya terus mengusap lembut puncak kepala wanita itu. “Abang pamit, ya, sayang. Mungkin setelah ini Abang cuma bisa dateng pas kamu sadar. Tapi sekarang Abang udah ngga khawatir, Abang udah ngelepasin kamu sepenuhnya. Karena ada Rayyan yang lebih mampu jagain kamu. Makanya, cepet bangun, ya?” Arsa tersenyum, lalu menyusut air matanya, mengusap lembut puncak kepala Rayya dan membingkai seraut wajah Rayya dalam ingatan, karena setelah ini, mungkin dia hanya bisa datang dalam dua keadaan. Antara Rayya yang siuman, atau Rayya yang menyerah untuk berjuang. “Abang harap. Pas kita ketemu nanti, kamu udah bisa senyum k